Perspektif

Urgensi Hajitorium sebagai Haji Science Center

3 Mins read

Perjalanan haji di Indonesia memiliki sejarah panjang sejak masa Hindia Belanda hingga saat ini. Setiap periode memiliki keunikan tersendiri dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Dalam buku yang berjudul “Indonesia dan Haji” kumpulan empat artikel di bawah redaksi Dick Douwes dan Nico Kaptein dijelaskan dinamika perhajian didukung data yang sangat memadai. Buku ini sangat penting untuk ditelusuri lebih jauh dokumen-dokumen berharga terkait perhajian di berbagai negara, khususnya di Belanda dan Saudi Arabia. 

Pada awalnya manajemen haji dikelola secara sederhana. Sistem transportasi jamaah haji Indonesia menggunakan kapal laut yang memerlukan waktu berbulan-bulan untuk sampai ke tanah suci. Selama perjalanan para jamaah mempertaruhkan jiwa dan harta. Mereka membawa modal yang banyak ke Tanah Suci. Bagi jamaah yang tidak memiliki ilmu yang  memadai seringkali menjadi korban perlakuan oknum yang tidak jujur. Beberapa laporan yang ditulis oleh Marcel Witlox menunjukkan hal tersebut. Meskipun demikian keinginan untuk pergi ke Tanah Suci terus meningkat. 

Menurut laporan Jacob Vredenbregt selama tahun 1290/1873 sampai 1371/1951 jamaah haji didominasi dari Jawa Barat (Banten, Batavia, Cirebon, dan Kabupaten Priangan), Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Madura. Setiap tahun jumlah jamaah haji meningkat. Oleh karena itu pemerintah Belanda membuka kantor Konsulat di Jeddah pada tahun 1289/1872.  Konsulat ini bertugas mewakili pemerintah Belanda dalam membuat laporan haji setiap tahun dan memperkirakan biaya minimal bagi seorang jamaah, akan tetapi dalam praktiknya tidak diketahui jumlah sesungguhnya yang harus dibayar oleh para jamaah. 

Pada masa pemerintah Belanda, perhajian tidak dikelola dengan baik. Bahkan terkesan dibiarkan dan pelayanan serba kekurangan dengan tujuan agar umat Islam enggan melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci. Di sisi lain pemerintah Belanda menjadikan pengelolaan haji sebagai sumber pendapatan dan banyak penipuan yang dilakukan para agen pemberangkatan kepada para jama’ah. Pasca Belanda pergi dan pengelolaan haji dipegang oleh Jepang juga sama kurang baik. Setelah Indonesia merdeka penyelenggaraan ibadah haji diperbaiki dan dilaksanakan oleh Departemen Urusan Haji (DUHA). 

Baca Juga  Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Masa Depan

Setelah berdirinya Kementerian Agama pengelolaan haji ditangani oleh Direktorat Jenderal Urusan Haji. Pada masa reformasi pengelolaan haji berbeda dengan periode sebelumnya. Penyelenggaraan haji pada era ini sudah terbuka dan melibatkan peran publik. Para jamaah mulai menginginkan kualitas pelayanan terbaik. Maskapai penerbangan yang mengangkut para jamaah tidak lagi dimonopoli oleh perusahaan milik pemerintah yaitu PT Garuda Indonesia tetapi sudah melibatkan pihak asing yaitu Saudi Arabia Airlines. Untuk menjamin dan melindungi para jamaah haji pemerintah dan DPR menghasilkan Undang-Undang No. 17 Tahun 1999 dan Undang No. 8 Tahun 2019. Sementara itu penyelenggaraan haji di Arab Saudi mengikuti kebijakan yang tercantum dalam Taklimatul Hajj. 

Pasca pandemi, khususnya tahun 1444/2023 yang dikenal dengan “Haji Ramah Lansia dan Berkeadilan” banyak peristiwa dan kasus yang memerlukan fatwa-fatwa yang meringankan (fiqh al-muyassar) bagi para jamaah lansia yang berjumlah 67.199 jamaah dari total kuota 221.000 jamaah. Jumlah tersebut melonjak 69,44% dibandingkan pada tahun 2019 yang sebanyak 39.659 orang. Kondisi ini akan terus berlangsung sehingga memerlukan pemikiran yang komprehensif-solutif bagi kenyamanan para jamaah dan penyelenggara ibadah haji. Inovasi dan solusi terus dilakukan. Tahun ini penggunaan teknologi lebih dimaksimalkan melalui aplikasi “Haji Pintar” disediakan berbagai menu seputar aktivitas haji. Salah satunya daftar menu makan harian. 

Tersedianya daftar menu makan harian dalam aplikasi Haji Pintar sebagai bentuk transparansi. Setiap jamaah bisa memantau apakah menu yang tercantum sesuai dengan kenyataan di lapangan. Jika ditemukan ada yang kurang sesuai maka jamaah bisa melaporkan kepada bagian konsumsi yang ada di sektor masing-masing. Disinilah jamaah diharapkan aktif membuka aplikasi Haji Pintar.

Selanjutnya perbaikan juga dilakukan di Arafah. Setiap jamaah diberikan satu kasur dengan harapan lebih nyaman dan bisa beribadah lebih maksimal. Dengan istilah “haji regular terasa haji plus”. Namun prakteknya sebaliknya, banyak jamaah yang berkeluh kesah karena tidak dapat tempat dan kasur. 

Baca Juga  Ya Cholil, Ya Dhuyuf Al-Rahman

Memperhatikan perjalanan panjang penyelenggaraan haji di negeri ini yang memiliki nilai historis maka perlu dipikirkan kehadiran “Hajitorium” sebagai Haji Science Center. Bangunan Hajitorium berisi berbagai hal terkait perhajian dari masa kolonial hingga masa kini dengan memanfaatkan teknologi yang berkembang. Proses pembangunannya bisa kerjasama dan kolaborasi antara Kementerian Agama RI, Kementerian Haji dan Waqf Saudi Arabia, dan Pemerintah Belanda. Indonesia bisa menyiapkan lahan dan bangunan yang diperlukan. Sementara itu pemerintah Saudi Arabia dan pemerintah Belanda akan mengisi pernak-pernik persoalan haji yang ada dalam Hajitorium. 

Keberadaan Hajitorium akan sangat membantu pemahaman masyarakat tentang perhajian sekaligus menyelamatkan benda-benda bersejarah. Hal ini sebagaimana dilakukan oleh Museum Qiswah dan Museum Ka’bah yang berada di Makkah al-Mukarramah. Begitu pula di Madinah al-Munawarah terdapat beberapa museum antara lain  “The Prophet’s Mosque Expansion Exhibition” dan “The International Fair and Museum of The Prophet’s  Biography”. Selain itu kehadiran Hajitorium bisa dijadikan “Haji Science Center” atau laboratorium bagi para peneliti dan para mahasiswa, khususnya mahasiswa Fakultas Dakwah Program Studi Manajemen Dakwah dan Komunikasi yang terlibat dalam perhajian di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri.

Editor: Soleh

Avatar
46 posts

About author
Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ketua Divisi Hisab dan Iptek Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dan Direktur Museum Astronomi Islam.
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds