Feature

Ustadz Muzawir, Menjalani Profesi Guru Seperti Bermain Musik

2 Mins read

Senyumnya selalu menyungging ketika bertemu murid-murid yang diajarnya. Ia suka menyapa dan selalu ramah dengan siapapun, termasuk wali murid di madrasahnya. Ustadz Muzawir adalah seorang guru di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah PK Kartasura. 

MIM PK Kartasura adalah madrasah yang berbasis Multiple Intellegence yang menggunakan sistem pengajaran berbasis kecerdasan majemuk anak. Pengajaran di kelas ditentukan berdasarkan skema pengelompokkan kecerdasan anak. Pada madrasah ini, guru dituntut untuk menyesuaikan gaya belajar anak.

Ia kerap dipanggil Ustadz Muzawir. Ustadz Muzawir memang bukan asli orang Jawa, ia asli dari Nusa Tenggara Barat. Tepatnya dari Desa Murbaya, Kecamatan Pringgarata, Kabupaten Lombok, NTB. 

Muzawir saat ini tinggal di Dusun Bakdalem, Desa Sukosari, Kecamatan Jumantono, Karanganyar. Jarak 32 Km tidak menghalangi niat dan tekadnya untuk mendidik dan mengasuh murid-murid tercintanya.

Pilihannya pada madrasah ia ambil karena saat itu ia juga memiliki pengalaman sekolah di lingkup madrasah. Ia sempat ke MI, MTS, hingga MA. Pengalaman sekolah di madrasah itu memudahkan dirinya untuk mengajar di lembaga pendidikan madrasah. 

Menurutnya, sekolah madrasah berbeda dengan sekolah lainnya. Di madrasah diajarkan ilmu agama khususnya agama Islam lebih banyak muatannya sehingga anak lebih termotivasi untuk menjaga keseimbangan antara dunia dan akhirat. Bila di sekolah umum, pendidikan agamanya lebih sedikit dan terbatas.

Pilihannya pada profesi guru bermula dari pengalamannya saat di NTB ia diminta mengajar sebelum lulus kuliah. 

Bermusik di Madrasah 

Sebagai guru yang multitalenta, Muzawir memiliki bakat bermusik. Di MIM PK Kartasura, di madrasahnya, ia merasa senang. Di madrasah tempatnya bekerja memberi kesempatan dan mendukung bagi pengembangan bakatnya. 

Madrasahnya memberikan fasilitas untuk eksis dalam dunia musik. Madrasah juga mendukung dan memberikan izin jika dibutuhkan TK mitra dan sesama sekolah Muhammadiyah jika diundang untuk tampil. 

Baca Juga  Asyuro di Iran, dari Tangisan menuju Perlawanan

Ustad Muzawir juga melakukan kerja kreatif dalam bermusik di madrasah. Ia meng-cover lagu, latihan bersama muridnya untuk lomba-lomba dan juga membut lagu sendiri bahkan ia menjadikan musik sebagai metode anak senang belajar bahasa Arab.

Tantangan Ustadz Muzawir

Sebagai guru madrasah di sekolah sehari penuh, Pak Zawir juga merasa memiliki banyak tantangan. Tantangan yang menurutnya harus dihadapi adalah membagi waktu antara mengajar dengan tuntutan latihan bersama anak didiknya. Selain itu, sekolah belum memiliki studio musik, sehingga harus mencari tempat yang sepi dan tidak digunakan agar tidak mengganggu saat pelajaran.

Selain tantangan itu, murid madrasah saat ini berbeda dengan murid madrasah dahulu. Dahulu, murid madrasah adalah siswa yang menguasai bahasa arab dengan sering menghafal kosakata bahasa arab. Saat ini, anak-anak kelihatan sangat sulit ketika menghafal kosakata bahasa arab. 

Menurut Ustadz Muzawir, madrasah saat ini juga diuntungkan dengan sikap open mindednya, sehingga bisa lebih luas berjejaring dan mengembangkan diri. 

Saat ditanya apa yang perlu diperbaiki dari sistem madrasah saat ini, Ustadz Muzawwir menambahkan bahwa madrasah saat ini juga perlu mempertahankan identitasnya dan mengutamakan pembelajaran agamanya. Ini penting agar ruh madrasah tidak hilang. 

Kesejahteraan

Guru-guru di madrasah sampai saat ini masih mengalami permasalahan termasuk dalam urusan kesejahteraan. Nasib Muzawir mungkin berbeda dengan guru madrasah lainnya. Muzawir saat ini mengaku sudah cukup penghasilannya meski belum bersertifikasi. 

Ia merasa senang mengajar di madrasah sembari terus menerus bermusik dan mengembangkan bakatnya. Dengan mendidik muridnya bermusik, ia berharap kelak ada anak didiknya mencintai musik dan mengembangkan bakatnya. 

Salah satu anak didiknya Rafa yang berkebutuhan khusus kini sudah pandai memainkan alat musik dan dapat mengembangkan bakatnya ketika sudah SMP. 

Baca Juga  Jejak-jejak Romantika Islam dengan Budaya Lokal

Kenangan mendidik anak bermusik ini amat berkesan di hati Ustadz Zawir. Kelak, ia ingin lebih banyak anak yang senang dan bersyukur bisa belajar dan bermusik. 

Editor: Yusuf

*) Artikel ini diterbitkan dalam rangka Peringatan Hari Guru tanggal 25 November bertema “Berinovasi Mendidik Generasi” oleh Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI.

Avatar
35 posts

About author
Pegiat Literasi
Articles
Related posts
Feature

Rakernas dan Dinamika Dunia Wakaf

4 Mins read
Jogja, Jumat 1 November 2024. Pukul 05.30 pagi dengan sebuah mobil dari Ringrud Selatan Jogja kami menuju Kartasura. Di perjalanan ikut bergabung…
Feature

Perkuat Toleransi Sejak Dini: Cerita Pesantren Muhammadiyah Terima Kunjungan SMA Kristen

2 Mins read
Kunjungan studi yang dilakukan oleh para siswa Sekolah Kanisius Jakarta ke pesantren Muhammadiyah Al-Furqon, sejak Rabu, 30/10/2024 sampai Jum’at, 1/11/2024 merupakan sebuah…
Feature

Tasawuf di Muhammadiyah (1): Lahirnya Neo-Sufisme

4 Mins read
Ketika mendiskusikan tasawuf di Muhammadiyah, maka yang dibicarakan adalah tasawuf bentuk baru atau Neo-Sufisme. Muhammadiyah sendiri—dalam hal ini tokoh-tokohnya—tidak menolak sepenuhnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds