Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah) telah mengeluarkan fatwa terkait pelaksanaan ibadah kurban di tengah pandemi. Secara ringkas, ada beberapa poin yang menjadi fatwa PP Muhammadiyah terkait pelaksanaan ibadah kurban. Pertama, hukum ibadah kurban adalah sunnah muakadah bagi yang mampu. Kedua, karena ibadah kurban adalah sunah, maka tak mengapa jika tidak dilakukan. Sehubungan dengan situasi pandemi di mana banyak umat Islam yang terkena dampak ekonomi COVID-19, maka PP Muhammadiyah menganjurkan dana untuk kurban agar disedekahkan dan tidak dibelikan hewan kurban.
Ketiga, bagi yang mampu untuk membantu terdampak COVID-19 dan berkurban sekaligus, maka dipersilahkan melakukan keduanya. Keempat, baik sedekah maupun berkurban, sama-sama mendapatkan pahala. Namun yang menjadi prioritas adalah yang berdampak lebih baik untuk masyarakat.
Kelima, bagi yang ingin tetap berkurban maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: kurban sebaiknya dikonversikan dengan uang dan diamanahkan kepada LAZISMU untuk disalurkan di daerah 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal). Penyembelihan hewan dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan, adapun yang disembelih di luar RPH hendaknya dibatasi.
Hewan kurban dipotong di rumah masing-masing oleh tenaga profesional atau shahibul qurban jika mampu. Daging hewan kurban yang sudah dibungkus dibagikan dengan cara diantar ke rumah-rumah untuk mencegah terjadinya kerumunan. Poin-poin di atas memang terlihat rumit, “mau kurban saja kok ribet amat?” Begitulah pandangan sebagian orang. Namun itulah bentuk tanggung jawab sosial Muhammadiyah terhadap umat dan bangsa. Sampai rela berpikir rumit (high order thinking skills) untuk keselamatan dan kemaslahatan umat.
Respon yang Kurang Apresiatif
Sayangnya, respon sebagian dari warga Muhammadiyah sendiri malah kurang apresiatif. Jangankan mengapresiasi, sebagian malah tidak membaca secara utuh poin-poin yang difatwakan.
Jika PP Muhammadiyah adalah seorang manusia, bukan organisasi, bisa jadi sang manusia ini akan berpikir, “Susah-susah gue mikirin kepentingan dan keselamatan kalian, eh malah kalian bully gue. Nanti lagi, bodo amat, mau kalian selamat atau nggak bukan urusan gue!” Tentu saja itu hanya imajinasi saya, dan tidak mungkin terjadi di dunia nyata.
Mendahulukan yang Prioritas
Kita juga perlu memahami, mengapa PP Muhammadiyah mengeluarkan fatwa lebih baik sedekah dibanding berkurban? Saya teringat dengan konsep fikih prioritas yang disusun Dr. Yusuf Qardhawi. Menurut beliau, masih banyak umat Islam yang belum memahami soal fikih prioritas. Oleh karena itu, Dr. Yusuf Qardhawi menulis buku dengan tema tersebut. Dalam bukunya, beliau tidak habis pikir dengan seorang individu yang menunaikan haji berkali-kali. Padahal, dana yang digunakan untuk berhaji yang kedua, ketiga , dan keempat bisa digunakan untuk membantu kaum duafa dan memajukan ekonomi umat.
Soal naik haji berkali-kali ini saya juga teringat dengan kisah Buya Yunahar Ilyas Allahu Yarham yang bertemu pasangan suami istri di tanah suci. Ternyata pasangan suami istri tersebut adalah pasangan yang kaya. Karena kekayaannya, mereka bisa menunaikan haji berkali-kali. Buya Yunahar bermaksud menasihati pasangan tersebut. Namun tidak ingin membuat mereka tersinggung. Lalu beliau mengatakan, “Bapak, ibu, kalau ibu berhaji berkali-kali itu tidak menjadi amal jariyah. Namun kalau mau menjadi amal jariyah, lebih baik dana yang bapak dan ibu punya digunakan untuk membuat yayasan, lembaga pendidikan, itu lebih bagus.” Pasangan suami istri tersebut menerima nasihat itu, mereka menggunakan kekayaannya untuk memajukan umat dan tidak berhaji lagi.
Antara Fatwa Muhammadiyah dan Fikih Prioritas
Membaca fatwa PP Muhammadiyah terkait kurban saya spontan ingat fikih prioritas dan Dr. Yusuf Qardhawi. Bagi saya, fatwa tersebut sangat kental dengan corak istinbath hukum berdasarkan teori fikih prioritas. Menurut Suci Ramadhona dalam tesis magisternya di UIN Sumatera Utara, ada 6 ranah teori fikih prioritas Dr. Yusuf Qardhawi. Prioritas dalam bidang ilmu dalam pemikiran, prioritas dalam bidang fatwa dan dakwah, prioritas dalam bidang amal, prioritas dalam perkara yang diperintahkan, prioritas dalam perkara yang dilarang dan prioritas dalam melakukan reformasi.
PP Muhammadiyah memilih memprioritaskan sedekah dibanding ibadah kurban. Di mana kondisi hari ini memang banyak yang kesulitan ekonomi karena COVID-19. Dalam kondisi saat ini, kita harus yakin bahwa menyedekahkan uang kurban kita untuk korban pandemi mempunyai ganjaran yang besar.
Kornetisasi Kurban
Namun PP Muhammadiyah tetap bijaksana dalam membuat fatwa, jika memang bisa melakukan sedekah dan kurban sekaligus, maka bagus saja. Bahkan jika memang ingin berkurban seperti biasa, tetap diizinkan dengan beberapa anjuran. LAZISMU siap menampung dana kurban umat untuk dibelikan hewan di mana dagingnya akan dijadikan makanan siap saji seperti kornet.
Kornetisasi hewan kurban bukan hal yang baru dipraktikkan. Dalam penyembelihan hewan dam pada ibadah haji, sudah dilakukan pengkornetan bagi daging sembelihan. Hal ini menjadi inspirasi bagi lembaga zakat di Indonesia untuk melakukan hal yang sama.
Agar bisa disalurkan ke daerah bencana yang entah kapan terjadi, atau untuk saudara-saudara kita di daerah konflik seperti Palestina, pengkornetan kurban menjadi sangat bermanfaat. Pengkornetan ini juga sudah sesuai syariah karena diperbolehkan menyimpan daging kurban untuk waktu yang lama.
Pada masa pandemi seperti sekarang ini, krisis pangan menjadi salah satu ancaman. Guna mengatasi krisis pangan, pemerintah harus memastikan ketahanan pangan warganya. Alhamdulillah, dalam masa new normal ini, saat ekonomi mulai digerakkan kembali, peluang krisis pangan akan berkurang. Namun sampai saat ini, belum ada kepastian kapan berakhirnya pandemi, mengingat belum ada vaksin dan obatnya. Maka dari itu, krisis pangan masih menjadi ancaman. Momentum kurban bisa menjadi peluang menyiapkan ketahanan pangan dengan kornetisasi kurban.
Muhammadiyah Tak Main-main Bikin Fatwa!
Saat membaca soal ketahanan pangan dan dampak ekonomi dari pandemi, saya semakin yakin bahwa PP Muhammadiyah tidak sembarangan membuat fatwa. Poin-poin yang ditetapkan benar-benar bisa menjadi solusi bagi permasalahan riil yang menimpa umat dan bangsa.
Bukankah ini yang selama ini kita inginkan? Menjadikan umat Islam sebagai khairu ummah dan rahmatan lil ‘alamin? Dua cita-cita mulia ini sudah tercermin dalam fatwa PP Muhammadiyah tentang ibadah kurban.