Feature

Warrior dan Praktik Diskriminasi

4 Mins read

Cerita fiksi ini mengangkat sisi kehidupan warga kota San Fransisco pada akhir abad 19. Kehidupan mereka diangkat dalam Film seri “Warrior”, tayang tahun 2019 di Jaringan Cinemax. Film ini memotret wilayah Pecinan tertua yang padat karena dihuni oleh beberapa etnis pendatang. Mereka datang dari berbagai negara untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Mereka menetap dan melakukan segala macam pekerjaan agar tetap bertahan hidup. Meski tinggal dalam satu kawasan padat, namun mereka tinggal secara berkelompok hingga tidak ada proses pembauran. Wajar jika rentan terhadap perselisihan.

Di kota itu, ada imigran kulit putih dari Eropa yang lebih lama menetap. Mereka mengendalikan sistem pemerintahan kota dengan menjadi politisi, pegawai pemerintah, aparat penegak hukum, pengusaha. Ada etnis Irlandia, meski sama-sama berkulit putih, tetapi secara sosial mereka adalah kelas pekerja kasar di luar urusan pemerintahan. Dua lainnya adalah etnis Afro-Amerika dan imigran berkulit kuning dan bermata sipit dari Asia Timur.

Para imigran Cina bekerja sebagai buruh kontrak di sektor pertambangan emas, proyek pembuatan jalur rel kereta api. Ada yang menjadi pembantu rumah tangga, pekerja restoran, atau memilih menjadi pedagang. Mereka dikenal rajin, ulet dan bisa dibayar lebih murah. Hal itu telah menimbulkan ‘ancaman’ bagi para pekerja dari etnik lain, khawatir para pengelola usaha lebih memilih pekerja Cina.

Bisnis Gelap

Seperti kota-kota lain, hiburan malam menjadi kebutuhan nyata bagi warga kota. Prostitusi, perjudian, alkohol dan opium beredar luas di Kota itu. Ribuan dollar mengalir setiap hari dari pengelolaan bisnis hiburan. Banyak bar tumbuh di sudut-sudut kota menjadi ruang perjumpaan menyenangkan bagi warga. Biasanya, tempat hiburan itu identik dengan identitas etnis pemiliknya. Ada bar Tionghoa, Irlandia, Afro-Amerika dan Amerika. Ada satu tempat hiburan milik orang Tionghoa yang lengkap dengan perjudian, rumah bordil dengan bilik-bilik kecil bagi penikmat opium.

Baca Juga  Maqāsid Asy-Syarī’ah: Solusi Atas Krisis Kemanusiaan di Era Industri 5.0

Ah Toy, perempuan jelita adalah pemilik rumah bordil paling popular itu. Ia selalu tampil mewah, berbusana mahal untuk menaikkan level pelanggannya. Belakangan, rumah bordilnya memang semakin ramai. Hakim, jaksa, polisi, dewan kota, hingga para pengusaha kerap berkumpul dan melakukan transaksi di situ. Selain kaya, luwes dan pintar, Ah Toy diam-diam sangat piawai bermain silat dengan senjata pedang. Cukup dalam hitungan menit, ia mampu melumpuhkan para lelaki mabok yang berbuat onar di rumah bordilnya.

Kecerdasan Ah Toy di atas umumnya warga imigran lain. Dia mampu merekam setiap kalimat dan angka yang ia dengar dari semua transaksi proyek yang disepakati para politisi di rumah bordil itu. ”Perubahan akan selalu dimulai dari rumah Bordil,” Ujarnya.

Dia selalu membisikkan ”pesan” khusus dengan manja ke telinga-telinga  para pengusaha, politisi, pejabat hingga langsung ke walikota di sebuah bilik khusus. Pria tambun itu tidak bisa menolak. Dia akan memberi isyarat anggukan pertanda iya. Sikapnya angkuh, irit bicara untuk menjaga sedikit wibawa yang masih tersisa.

Ah Toy memang menyimpan telenta luar biasa, sekaligus banyak sekali rahasia dari kota itu. Dia mampu membaca aura potensi besar yang ada dari setiap politisi, birokrat, penegak hukum muda yang sudah menjadi pelanggannya. Peluang itu akan ia rawat dengan cermat dan hati-hati. Hasilnya jitu, tidak pernah meleset. Salah satu investasi yang berhasil ia panen adalah sosok Mayor Samuel Blake. Ia telah diprospect sejak merintis karir menjadi politisi hingga sukses menjadi Walikota.

Pria berkumis lebat dan berbadan tambun itu selalu tampil mesra bersama Istri cantiknya di depan publik. Berbanding terbalik dengan urusan domestiknya. Komunikasi pasangan ini sangat buruk. Perbincangan apapun selalu berakhir dengan pertengkaran sengit. Setiap menjelang tidur, sang istri akan memasukkan bubuk obat tidur ke dalam gelas wine yang akan ditenggak suami. Sepuluh menit kemudian dengkuran keras akan keluar dari mulutnya, pertanda ia telah tertidur pulas. Saat itu juga, Istrinya akan bergegas keluar kamar untuk bercumbu dengan Ah Sahm, petarung muda yang sangat lihai kungfu di seantero Pecinan.

Baca Juga  Kenangan dari Pak Karel Steenbrink

Merawat Konflik

Pencetakan uang palsu, peredaran alkohol, opium sangat marak dan dikelola oleh beberapa kelompok gangster di Kota itu. Pasokan barang-barang illegal itu bisa masuk dengan mulus karena mereka mampu membayar para petugas bea cukai dan polisi pelabuhan. Persaingan antar anggota gangster sering berakhir dengan perang. Banyak korban berjatuhan, bahkan warga biasa kerap menjadi sasaran.

Ada dua kelompok kejahatan terorganisir yang bersaing keras di kota itu; Tong Hop Wei dan Tong Long Zii. Meski sudah memiliki perjanjian untuk membagi zonasi peredaran alkohol dan candu, namun kerusuhan tetap saja terjadi, bahkan terkadang melibatkan kelompok Irlandia dan Afro-Amerika. Para politisi berkomplot dengan pengusaha dan petinggi kota berusaha keras agar para gangster itu tidak pernah bisa bersatu. Persaingan dan perselisihan itu ada harganya.

Tidak ada musabab tunggal dalam setiap kerusuhan yang terjadi. Para gangster sengaja dipelihara, terkadang diadu domba agar ada keributan. Suasana chaos diperlukan untuk memuluskan agenda tersembunyi di batok kepala para politisi, pengelola kota dan para pengusaha. Saat itu, kebetulan ada politisi yang sedang getol mengajukan undang-undang untuk mengatur para imigran dan perlindungan warga pribumi.

Chinese Exclusion Act disahkan oleh presiden Amerika, Chester A. Arthur pada 1882. Isinya mengatur persyaratan tambahan kepada orang-orang Cina dengan kewajiban memperoleh sertifikat untuk bisa masuk kembali ke Amerika. Aturan itu membuat orang-orang Cina menjadi sasaran diskriminasi, menjadi korban pembatasan secara hukum dan sosial. Bagi sebagian orang, kerusuhan tidak selalu buruk. Ia diperlukan sebagai pemantik yang mampu mendorong proses pengesahan sebuah aturan.

Dalam situasi kota yang sarat agenda tersembunyi dari banyak pihak seperti itu, pihak kepolisian akan selalu mengalami dilema yang membuat mereka tidak bisa bertindak secara hitam-putih. Di satu sisi harus bertindak tegas demi ketertiban dan kenyamanan warga. Di pihak lain, harus patuh dan selaras dengan agenda para petinggi kota dengan masing-masing agenda yang tidak mudah terbaca. Ada polisi yang frustasi karena sikap jujurnya ternyata bertentangan dengan atasannya. Di sisi lain, ada polisi yang sangat menikmati carut marut kota, karena banyak peluang yang bisa dimanfaatkan.

Baca Juga  Lazismu Raih Penghargaan Fundraising Kemanusiaan Terbaik

Kepolisian di kota itu memang istimewa, mereka sangat memahami anatomi konflik dan peta kekuatan para gangster yang beroperasi. Pengetahuan itu menjadi aset berharga bagi siapapun yang mampu memanfaatkannya. Interaksi antara kepolisian dan gangster memang tidak selamanya berhadap-hadapan. Kedua belah pihak sama-sama memiliki agenda dan target yang harus tetap dipenuhi. Hubungan keduanya sangat dinamis, tergantung kepentingan. Ada yang berjuang keras agar bisnis illegalnya terlindungi, ada yang menikmati illegal income.

Warrior, film seri laga kriminal ini telah memberi pesan bahwa praktik diskriminasi yang mengabaikan nilai kemanusiaan itu bisa terjadi di banyak tempat. Perilaku manusia itu muncul dari sebuah prasangka, lalu berkembang menjadi stigma yang dilekatkan kepada pribadi atau kelompok tertentu, hanya karena berbeda suku, ras, warna kulit, bentuk tubuh hingga pilihan agama yang berbeda.

Pesan lainnya adalah, jika ada kejahatan yang sulit sekali diselesaikan, maka perlu kecermatan ekstra dalam melihat akar masalahnya. Kejahatan dan kebaikan akan selalu berjalan beriringan, keduanya terus berlomba dan berwujud nyata dalam perilaku manusia.

Saya sedang berada pada sisi yang mana?

Editor: Soleh

Ahsan Jamet Hamidi
5 posts

About author
Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Legoso – Ciputat Timur Program Officer The Asia Foundation
Articles
Related posts
Feature

Rakernas dan Dinamika Dunia Wakaf

4 Mins read
Jogja, Jumat 1 November 2024. Pukul 05.30 pagi dengan sebuah mobil dari Ringrud Selatan Jogja kami menuju Kartasura. Di perjalanan ikut bergabung…
Feature

Perkuat Toleransi Sejak Dini: Cerita Pesantren Muhammadiyah Terima Kunjungan SMA Kristen

2 Mins read
Kunjungan studi yang dilakukan oleh para siswa Sekolah Kanisius Jakarta ke pesantren Muhammadiyah Al-Furqon, sejak Rabu, 30/10/2024 sampai Jum’at, 1/11/2024 merupakan sebuah…
Feature

Tasawuf di Muhammadiyah (1): Lahirnya Neo-Sufisme

4 Mins read
Ketika mendiskusikan tasawuf di Muhammadiyah, maka yang dibicarakan adalah tasawuf bentuk baru atau Neo-Sufisme. Muhammadiyah sendiri—dalam hal ini tokoh-tokohnya—tidak menolak sepenuhnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds