Feature

Yang Tidak Berubah dari Perubahan Hagia Sophia

3 Mins read

Tanggal 10 Juli 2020 nampaknya menjadi hari yang spesial, terutama bagi Presiden Erdogan dan warga Turki yang beragama Islam. Hal tersebut dikarenakan, pada tanggal tersebut keluar dekrit presiden tentang perubahan status Hagia Sophia dari museum diubah kembali menjadi masjid.

Perubahan Hagia Sophia

Layaknya dua sisi koin yang selalu bertentangan, kebijakan yang dikeluarkan melalui dekrit tersebut menimbulkan pro dan kontra serta cukup menggemparkan dunia. Salah satunya dapat kita lihat dari respon Paus Fransiskus yang bersedih hati dibuatnya. Terlepas dari itu semua, pemerintah Turki rencananya akan menghelat shalat Jum’at pertama pada tanggal 24 Juli 2020 di Masjid Hagia Sophia.

Hagia Sophia merupakan tempat cantik nan indah dengan pesonanya yang khas sehingga menarik perhatian dari berbagai khalayak. Bangunan yang dibangun pada tahun 325 M, merupakan sebuah mahakarya arsitek kawakan Bizantium bernama Antemius dan Isidore. Dengan bangunan yang indah nan menawan tersebut, pada akhirnya Hagia Sophia mendapat perhatian dari mata internasional melalui UNESCO pada tahun 1985 dan kemudian menjadikan Hagia Sophia sebagai situs warisan dunia.

Bangunan ini digadang-gadang merupakan sebuah simbol kerukunan beragama. Hal ini terepresentasi dari letak kaligrafi Allah dan Nabi Muhammad dengan lukisan Bunda Maria dan bayi Yesus yang letakanya bersebelahan. Bagaikan drama Korea yang menyuguhkan beberapa episode bagi penikmatnya, perkembangan Hagia Sophia pun juga demikian. Terdapat empat episode pergantian fungsi dari Hagia Sophia. Pada awalnya Hagia Sophia digunakan sebagai Katedral. Namun, pada masa penaklukan Konstantinopel oleh Kekaisaran Ottoman, pada tahun 1453 dialih fungsikan menjadi sebuah masjid.

Setelah 5 abad difungsikan sebagai masjid, akhirnya pada tahun 1934 oleh Mustafa Kemal melalui parlemen Turki diubah menjadi sebuah museum. Setelah vakum menjadi tempat peribadatan dan menjadi museum hingga 2020, di bawah kepemimpinn Erdogan pada akhirnya Hagia Sophia dijadikan masjid kembali. Namun, perubahan status Hagia Sophia nampaknya tak terlalu berpengaruh dengan iklim pembelajaran mahasiswa Indonesia yang tengah menuntut ilmu di negara yang dijuluki “negeri para sufi” tersebut.

Baca Juga  Apakah Benar Islam di Turki Dipolitisasi?

Mata Uang Lira Tidak Berubah

Dalam riuh gemuruh perubahan status Hagia Sophia, sepertinya tidak terlalu berdampak bagi mahasiswa Indonesia yang tengah menuntut ilmu di “negeri para sufi” tersebut. Hal ini dikarenakan harga mata uang Lira tidak mengalami perubahan.

Dengan letak negara yang sebagian kecil wilayahnya ada di “benua biru”, tidak menjadikan lifecost di negara Turki menjadi tinggi. Biaya hidup di negara tersebut bila dirupiahkan berkisar 4-6 juta per bulan. Oleh karena itu, negara Turki banyak dijadikan sebagai primadona, terutama bagi calon mahasiswa dari Indonesia yang ingin menuntut ilmu di sana. Biaya hidup tersebut sepertinya tidak jauh berbeda dengan biaya hidup di kota-kota besar di Indonesia yang kisarannya pun mendekati angka di atas.

Cita Rasa yang Sama

Perubahan status Hagia Sophia menjadi masjid, nampaknya tidak akan berdampak dengan perubahan cita rasa dari makanan khas Turki. Makanan Turki terkenal kaya akan rempah, sehingga menjadikannya sebagai primadona termasuk bagi masyarakat Indonesia.

Makanan Turki yang sudah Go International adalah kebab. Apabila hak cipta dari makanan kebab dipegang oleh seseorang, hal demikian akan mampu menjadikannya sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia. Mengingat amat mudahnya menemukan makanan kebab di pinggir jalan yang sedang dijajakan oleh “abang-abang bergerobak.” Yah walaupun masakan ini berasal dari Persia, namun Turki memiliki andil yang cukup besar untuk menjadikan kebab sebagai makanan yang Go International.

Selain itu, ada juga makanan seperti baklava dan Turkish delight yang merupakan cemilan khas Turki dengan rasanya yang manis. Sepertinya, makanan ini cocok bagi mereka yang kerap kali merayu orang lain dengan kata-katanya yang manis.

Perubahan status Hagia Sophia, sepertinya tidak akan menjadikan rasa baklava menjadi asin ataupun kebab menjadi manis. Oleh karena itu, kedua makanan tersebut akan tetap pada cita rasanya masing-masing. Yah… walaupun dunia sekarang menuntutut setiap orang untuk menjadi dinamis dan adaptif, sepertinya hal ini tidak berlaku untuk makanan.

Baca Juga  Hal-hal yang "Haram" bagi Penulis

Pernah Menjadi Masjid

Layaknya sebuah es yang mencair oleh pemiliknya, air ini ingin diubahnya kembali menjadi es dengan memasukannya ke dalam freezer. Namun, hal ini sepertinya malah membuat tetangganya menjadi kurang senang. Sebab, menurutnya es yang sudah menjadi air tidak berhak diubah untuk menjadi es kembali dengan memasukannya ke dalam freezer. Seharusnya sah-sah saja dong, toh, juga ini adalah freezer-nya si pemilik es yang mencair dan air yang mau diubahnya lagi menjadi es juga merupakan haknya.

Bila mengambil benang merah dari cerita singkat di atas, sepertinya jika melihat dari kacamata manapun, perubahan status Hagia Sophia merupakan hak dan wewenang dari negara Turki. Toh, juga ini bukan merupakan hal yang baru, karena pada episode sebelumnya Hagia Sophia pernah menjadi masjid.

Sepertinya, dibalik penentangan atas perubahan status Hagia Sophia terdapat motif, kepentingan, atau agenda besar dibaliknya. Entahlah. Dunia selalu penuh misteri dan pembicaraan ini selalu menarik untuk didiskusikan bersama kerabat ditemani dengan segelas kopi.

Editor: Nirwansyah/Nabhan

Avatar
6 posts

About author
Seorang santri yang sedang nyantri di Unpad Fakultas Ilmu Budaya Jurusan Ilmu Sejarah dan bercita-cita ingin melanjutkan program studinya di Turki
Articles
Related posts
Feature

Belajar dari Kosmopolitan Kesultanan Malaka Pertengahan Abad ke15

2 Mins read
Pada pertengahan abad ke-15, Selat Malaka muncul sebagai pusat perdagangan internasional. Malaka terletak di pantai barat Semenanjung Malaysia, dengan luas wilayah 1.657…
Feature

Jembatan Perdamaian Muslim-Yahudi di Era Krisis Timur Tengah

7 Mins read
Dalam pandangan Islam sesungguhnya terdapat jembatan perdamaian, yakni melalui dialog antar pemeluk agama bukan hal baru dan asing. Dialog antar pemeluk agama…
Feature

Kritik Keras Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi atas Tarekat

3 Mins read
Pada akhir abad ke-19 Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, seorang ulama Minangkabau dan pemimpin Muslim terpelajar, Imam Besar di Masjidil Haram, Mekah, meluncurkan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds