Tarikh

3 Maret 1924: Ketika Kekhalifahan Islam Berakhir

4 Mins read

3 Maret 1924 menandai berakhirnya sejarah kekhalifahan dalam Islam. Pemerintah Turki di bawah Mustafa Kemal Attaturk mengakhiri dan membubarkan institusi khalifah dalam Islam. Dinamika kekhalifahan yang sudah berjalan pasca wafatnya Rasulullah yang panjang telah mewarnai peradaban Islam yang telah berjalan selama 14 abad yang lalu.

Turki menjadi titik pemberhentian terakhir kekhalifahan dalam Islam yang sebelumnya bermula di Jazirah Arab yang membentang mulai benua Asia hingga Eropa. Dimulai sejak era empat khalifah pertama pasca wafatnya Rasulullah; Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib hingga berdirinya Umayyah sebagai dinasti Arab pertama yang dipimpin oleh keturunan Muawiyah dan berakhir pada Turki Usmani yang didirikan oleh Osman. Dalam sejarahnya, dinasti-dinasti ini mengadopsi sistem pemerintahan keluarga. Di mana, para penerus dari para khalifah adalah keturunan atau saudara dari para khalifah sebelumnya.

Ketika membaca buku-buku tentang peradaban Islam, maka kita secara umum akan menemukan berbagai dinamika yang kompleks dalam sejarah kekhalifahan. Sebagian sejarawan, biasanya akan menempatkan era keemasan “Islamic Golden Age” jatuh pada era Abbasiyah (750 – 1258 M). Di mana para ilmuwan, ulama, dan cendekiawan mendapatkan dukungan dan privilage dari para penguasa.

Sejarah kekhalifahan juga diwarnai dengan intrik-intrik antar pemimpin. Seperti dicatat oleh para sejarawan. Misalnya; para khalifah yang berebut kekuasaan antar keluarga atau saudaranya. Sehingga untuk merebut kekuasan, para khalifah melakukan “fatricide” atau membunuh para keluarga atau saudaranya agar khalifah tersebut bisa berkuasa, hal ini lah yang terjadi di era Usmani.

Para pemimpin atau khalifah yang memimpin berbagai kerajaan juga memiliki hidup yang beragam. Misalnya, beberapa khalifah ada yang suka minum-minuman keras, yang sejatinya ini menyalahi norma agama Islam. Adapun, khalifah yang sangat memimpin dan menghargai akan ilmu pengetahuan misalnya al-Ma’mun, Harun al-Rasyid yang memimpin Abbasiyah sehingga ilmu pengetahuan berkembang pada saat itu.

Baca Juga  Islam itu Nyata, Dunia Islam Ilusi Belaka

Dinamika Perjalanan Kekhalifahan dalam Islam

Secara umum, kita dapat mengetahui beberapa dinasti yang memimpin dan memperluas wilayahnya seperti; Umayyah, Abbasiyah, Safawi, Moghul, dan Usmani. Lima dinasti tu meruapakan penguasa yang memimpin berbagai wilayah mulai dari Asia hingga Afrika, di samping ada beberapa dinasti minor seperti; Fatimiyah, Ayubiyah, dan Umayyah Andalus yang mewarnai dinamika sejarah kekhalifahan dalam Islam. Berbagai dinasti tersebut berorientasi Sunni. Ada juga beberapa dinasti yang berorientasi Syiah seperti: Fatimiyah, Buyid, dan Safawi.

Secara sederhana, kita dapat membedakan bentuk kekhalifahan atau kepemimpinan dalam dua orientasi yaitu; politik dan ideologi keagamaan. Dalam hal politik seperti yang sudah dijabarkan di atas, mereka bertujuan untuk memperluas kekuasaan wilayah. Dalam hal ini,  Abbasiyah dan Usmani membentangkan wilayahnya hingga menjangkau Eropa.

Orientasi ideologi keagamaan merupakan sebuah doktrin atau ajaran dan menjadi bagian dalam ajaran suatu aliran dalam Islam seperti yang diyakini oleh beberapa aliran dalam Islam seperti Syiah dan Ahmadiyah. Muslim Syiah misalnya meyakini bahwa kepemimpinan mereka adalah para keturunan Rasululah dari jalur Imam Ali bin Abi Thalib dan berakhir hingga imam ke dua belas.

Imam kedua belas akan hadir pada hari kiamat sebagai Imam Mahdi atau juru selamat. Muslim Syiah meyakini bahwa imam mereka, imam kedua belas, hilang atau mengalami masa ghaib pada waktu remaja. Berbeda dari Syiah 12 Imam, Syiah Ismailiyah Naziriyah hingga sekarang masih mempunyai seorang pemimpin yang diwakili oleh Aga Khan IV.

Sedangkan Ahmadiyah, meyakini bahwa kekhalifahan masih berlangsung hingga sekarang sebagai kelanjutan dari Mirza Ghulam Ahmad yang merepresentasikan kepemimpinan dalam Islam. Komunitas Islam Ahmadiyah sekarang dipimpin oleh Mirza Masroor Ahmad. Ia dilantik pada 2002 dan bergelar sebagai Masih V menggantikan Mirza Tahir Ahmad.

Baca Juga  Khalifah Ali (17): Perang Jamal (6) Perpisahan

Perjalanan Turki Menuju Republik

Memasuki abad ke-18, beberapa wilayah Usmani yang membentang mulai Asia hingga Eropa, berhasil melakukan perlawanan dan berhasil memerdekakan diri dari cengkeraman pemerintah Usmani. Lepasnya berbagai wilayah di Balkan, munculnya berbagai pemberontakan di wilayah Afrka Utara, dan merdekanya wilayah Arab adalah beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya kekhalifahan Turki Usmani.

Puncaknya adalah ketika Turki menandatangani perjanjian Lausanne pada 1923 yang menjadi batas negara Turki modern yang kita lihat saat ini. Melalui delegasinya di Paris, Turki memperjuangkan terakhir wilayahnya yang sebelumnya telah hilang akibat beberapa gerakan kemerdekaan dan pemberontakan yang terjadi sekitar abad 18 hingga 20.

Pada 1 November 1922, Majelis Agung Nasional di Ankara mengeluarkan undang-undang yang memisahkan kekhalifahan dan kesultanan. Di mana, kesultanan diakhiri dan kekhalifahan perannya dikurangi hanya sebatas ranah religius dan tunduk kepada negara. Sultan Usmani Vahideddin meninggalkan Istanbul untuk menuju ke Malta dan Italia. Sang Sultan terakhir meninggal pada 15 Mei 1926 dan dikuburkan di Damaskus.

Posisi khalifah sementara ditawarkan kepada putra mahkota, Abdul Mecit putra tertua Abdul Aziz. Pada 19 November 1922, Abdul Mecit menerima telegram dari Ataturk yang memberitahu bahwa dia akan diangkat menjadi khalifah. Pada 24 November 1922 dia diangkat menjadi khalifah di Topkapi Sarayi. Saat menjadi khalifah, Abdul Mecti berusia lima puluh tahun. Dia dikenal sebagai seorang seniman dalam bidang musik dan palukis.

Puncaknya adalah ketika Turki mendeklarasikan sebagai negara merdeka pada 29 Oktober 1923. Lalu pada 3 Maret 1924, pemerintah Turki menghapuskan lembaga kekhalifahan dalam Islam dan menggantinya dengan sistem presiden dan sekularisme sebagai ideologi.

Penghapusan kekhalifahan merupakan bagian dari sekularisasi secara luas di negara Turki. Mencakup penghapusan kantor syeikhulislam dan kementerian keagamaan. Disusul dengan penutupan sekolah-sekolah keagamaan seperti maktab dan madrasah yang merupakan bagian dari aturan yang dikeluarkan oleh Majelis Agung Nasional.

Baca Juga  Tajdid al-Turâts: Mengkajinya untuk Masa Depan

Beberapa praktik keagamaan juga dilarang seperti pondok-pondok para sufi dan makam para wali sufi juga ditutup. Attaturk melakukan reformasi yang lebih luas dengan melihat Barat dan ingin Turki meninggalkan warisan Usmani atau Islam.

***

Dalam berbagai bidang pemerintah Turki juga melakukan beberapa kebijakan sekularisasi seperti dalam bidang hukum dan warisan kebudayaan. Misalnya dalam bidang hukum, pemerintah Turki mengadopsi hukum Swiss dan meninggalkan warisan hukum Islam Usmani. Setiap orang kini sama dihadapan hukum baik laki-laki perempuan. Baik beragama Islam, Kristen, ataupun Yahudi.

Dalam sekularisasi bidang warisan dan kebudayaan, pemerintah Turki mengenalkan beberapa pakaian Eropa dan melarang pakaian yang bercorak islami seperti penggunaan fez. Mengganti hari libur menjadi hari Minggu yang sebelumnya hari libur jatuh pada hari Jumat. Pemerintah juga mengenalkan kalender Georgia dan mengganti huruf Persia dan Arab dengan Alfabet Turki modern.

Editor: Yahya FR

Fahmi Rizal Mahendra
17 posts

About author
Alumni UIN Sunan Ampel Surabaya. Membaca dan Menulis tentang sejarah Ottoman, Turki & Tasawuf/Sufisme.
Articles
Related posts
Tarikh

Ahli Dzimmah: Kelompok Non-Muslim yang Mendapat Perlindungan di Masa Khalifah Umar bin Khattab

2 Mins read
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Islam mengalami kejayaan yang berkilau. Khalifah Umar memainkan peran penting dalam proses memperluas penyebaran Islam….
Tarikh

Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

5 Mins read
Menyambut Isra Mi’raj bulan ini, saya sempatkan menulis sejarah singkat sholat dalam Islam, khususnya dari bacaan kitab Tarikh Al-Sholat fi Al-Islam, karya…
Tarikh

Menelusuri Dinamika Sastra dalam Sejarah Islam

3 Mins read
Dinamika sastra dalam sejarah Islam memang harus diakui telah memberikan inspirasi di kalangan pemikir, seniman, maupun ulama’. Estetika dari setiap karya pun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *