Tarikh

Tajdid al-Turâts: Mengkajinya untuk Masa Depan

4 Mins read

Turâts Beserta Problemnya

Turâts adalah segala sesuatu yang dengan sengaja dilahirkan dari masa lalu dalam peradaban yang dominan, sehingga merupakan masalah yang diwarisi sekaligus masalah penerima yang hadir dalam berbagai tingkatan [Hassan Hanafi, al-Turâts wa al- Tajdîd: Mauqifinâ min al-Turâts (Beirût: al-Muâssasah al-Jam‟iyyah li al-Dirâsâh wa al-Nasyr wa al-Tauzi), 18.]

Pada praktiknya, turâts mempunyai peran ganda dalam wacana pemikiran Islam Arab modern dan kontemporer. Di satu sisi, seruan untuk kembali dan berpegang teguh kepada tradisi dan orisinalitas yang merupakan bagian dari mekanisme kebangkitan yang dikenal dalam proyek revivalisme bangsa Arab dan juga dikenal di kalangan bangsa-bangsa lain dalam sejarah.

Namun, di sisi lain seruan tersebut pada dasarnya juga merupakan reaksi atas tantangan yang berasal dari luar yang (Barat) dengan segenap kekuatan militer, ekonomi maupun sains dan teknologi. yang dianggap mengancam keberadaan dan eksistensi kehidupan bangsa Arab dan umat Islam secara umum.

Keadaan seperti inilah pada gilirannya menjadikan kebersamaan berpijak pada tradisi dan kembali kepada dasar-dasar ajaran untuk melakukan kritik terhadap masa kini dan masa lalu, melorot jadi bentuk mekanisme pembelaan diri dan apologis.

Demikianlah, kondisi-kondisi objektif yang di satu sisi bisa mendorong laju perkembangan wacana kebangkitan, namun di sisi lain, justru telah membuat mekanisme dan proses kebangkitan tersebut beralih menjadi mekanisme apologi dan pembelaan diri.

Apakah Kita Harus Meninggalkan Turâts?

Di dalam turâts itulah tersimpan kecemerlangan dan kejayaan umat Islam serta tersimpan pengalaman historis umat ini. Pengalaman historis, pengalaman batin, dan fenomena alam adalah sumber pengetahuan lain yang diakui dalam Islam.

Dalam benturan peradaban sekarang ini, telaah ulang terhadap turâts menjadi terkait dengan to be or not to be-nya umat ini, baik hidup, mati, jaya, atau binasa. Karena, dalam budaya global hanya bangsa dan umat berperadaban kuatlah yang mampu mempertahankan identitas dirinya.

Baca Juga  Jamaluddin Al-Afghani (5): Lima Tahun Membentuk Gerakan Islam di Mesir

Bangsa yang kuat tidak akan mampu bertahan di tengah arus budaya jika ia tidak menyadari dan terikat kuat dengan warisan budayanya. Dengan ikatan tersebut ia menyambung masa lalu, masa kini, dan masa depannya dengan semangat perjuangannya.

Sementara bangsa yang lemah akan hilang ditelan oleh arus budaya global. Arah seperti ini amat jelas terungkap dalam kajian Francis Fukuyama, dalam bukunya The End of History.

Dengan pemikiran seperti itu, ajakan untuk meninggalkan sama sekali turâts yang kita miliki dan mengambil secara utuh peradaban Barat seperti ditawarkan oleh Thâha Husein dan kaum sekuleris lainnya.

Muhammad Imârah mengatakan bahwa justru kematangan sebuah peradaban terlihat pada seberapa jauh kesadarannya akan akar-akar warisan klasik yang ia miliki. Makin dalam kesadaran itu, akan makin dalam pula ketangguhan dan kematangan peradabannya [Muhammad„Imârah, Nazhrât Jadîdah Ilâ al-Turâts (Kairo: Dâr al-Qutaybah, 1988), 15.]

Revitalisasi Turats

Banyak upaya untuk mengadakan revitalisasi turâts Islam dengan mencetak ulang buku peninggalan masa lalu tersebut, baik dilakukan tahqîq terlebih dahulu atau tidak. Revitalisasi kitab turâts juga nampak dalam berbagai kajian yang selalu mengangkat pemikiran dan wacana turâts klasik Islam.

Hanya saja, menurut Hasan Hanafî, revitalisasi turâts tidak hanya melakukan pencetakan ulang terhadap manuskrip masa lalu sesuai dengan tren masyarakat. Ia sangat menyayangkan jika revitalisasi turâts terkesan “bisnis intelektual”.

Misalnya, jika masyarakat sedang mengimpikan terwujudnya tatanan negara ideal, maka yang diterbitkan adalah buku “daulah al-fâdhilah” karya al-Farabiy dan karya sejenisnya.

Revitalisasi turâts selama ini baru sebatas pada upaya-upaya menghidupkan turâts sesuai dengan kebutuhan pasar. Jika demikian, maka kemoderenan sebagaimana yang dicita-citakan sulit tercapai.

Langkah awal yang harus dilakukan adalah berinteraksi dengan turâts itu sendiri. Imârah mengatakan untuk berinteraksi dengan turâts diperlukan konsensus dan kesadaran yang tinggi serta kejelian untuk memilah mana yang bermanfaat dan mana yang membawa kemudharatan dari turâts tersebut.

Baca Juga  Kekejaman Abu Abbas As-Saffah yang Hilang dari Sejarah

Lebih jelasnya bagaimana mentransformasi nilai-nilai dari turâts yang dapat membangun umat ini, bukan sebaliknya: mentransformasi masalah dan problema yang telah menggrogoti umat pada masa lampau kemudian menghidupkannya kembali pada zaman sekarang.

Masalah yang timbul kemudian adalah mana di antara turâts tersebut yang bermanfaat dan mana yang justru dapat merusak. Kemudian, siapa yang berhak untuk menilai ini bermanfaat dan itu merusak, karena setiap pemikir akan berbeda-beda sudut pandangnya.

Di sini, menurut Imârah, memang dibutuhkan sebuah sikap tanggung jawab yang tinggi dalam melakukan revitalisasi turâts. Karena mengungkap sesuatu yang berbahaya, berarti ia turut menanggung akan akibatnya.

Lalu Bagaimanakah langkah kita mewujudkan sikap objektif dan rasional dalam menggali Turâts untuk  membangkitkan pemikiran Arab Islam baik dalam konteks merespons peradaban Barat secara eksternal maupun untuk menghadapi jalan pikiran yang mengandalkan masa lalu?

***

Jawabanya adalah tidak ada jalan lain kecuali dengan mengoreksi secara metodologis struktur pemikiran Arab-Islam. Adapun Pendekatan kritis yang dilakukan ada 3, yaitu:

Pertama, pendekatan strukturalis. Yang dimaksud pendekatan strukturalis di sini adalah bagaimana mengkaji sistem pemikiran yang diproduksi penulis teks sebagai sebuah totalitas, yang diarahkan oleh berbagai kesatuan konstan, dan dapat diperkaya dengan beberapa bentuk transformasi, yang didukung oleh pemikiran penulis.

Jadi analisa struktural atas turâts  adalah upaya untuk merombak dari struktur (teks) yang sudah dianggap baku dan tetap menjadi struktur (teks) yang bisa berubah-rubah. Hal itu berarti melakukan pembebasan dari segenap otoritas yang melekat pada dirinya dan pada gilirannya membuka kesempatan bagi otoritas lain.

Kedua, pendekatan historis. Pendekatan ini berupaya mengaitkan pemikiran pengarang dengan historisitas kebudayaan, ideologi, politik, dan sosial. Kesalinghubungan antara si penulis dengan konteks sejarahnya perlu diupayakan karena dua alasan; (1) keharusan memahami historisitas dan geneologi sebuah pemikiran yang sedang dikaji, (2) keharusan menguji seberapa jauh validitas konklusi-konklusi pendekatan strukturalis. [Muhammad Abîd al-Jâbirî, Al-Turâts wa al-Hadâtsah: Dirâsât wa Munaqasyât (Beirût: Markaz Dirasât al-Wahdah al-‘Arabiyah, 1995). 32].

Baca Juga  Jamaluddin Al-Afghani (2): Karir Politik dan Petualangan Intelektual

Ketiga, pendekatan ideologis. Pendekatan ini adalah pembaharuan fungsi ideologis (sosio-politik) yang berisi suatu pemikiran, dengan jalan mengisi atau diisi, dalam bidang kognitif yang menjadi salah satu bagiannya.

Pendekatan ini sedikit banyak memiliki kemiripan dengan metode arkeologi Foucault. Arkeologi dalam pengertian Foucaltian adalah sarana analitis-kritis untuk mebongkar relasi antara kuasa dan pengetahuan dalam wacana.

Pertama, “kebenaran harus dipahami sebagai suatu sistem prosedur-prosedur untuk mengatur produksi, regulasi, distribusi, sirkulasi, dan operasi pernyataan-pernyataan”.

kedua, “kebenaran selalu terhubung dan ada dalam relasi dengan sistem-sistem kuasa yang menghasilkan dan mempertahankannya”.

Jadi revitalisasi turâts bukanlah pembelaan terhadap masa lalu, namun sesungguhnya menyikapi secara kritis terhadap realita masyarakat agar bisa memanfaatkan energi yang terpendam serta mengoptimalkan untuk merubah suatu tatanan baru yang lebih sesuai dengan realitas kontemporer.

Editor: Yahya FR

Fajar Hidayatulloh Ahmad
9 posts

About author
Mahasiswa Jurusan Akidah dan Filsafat Islam di UIN Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Tarikh

Ahli Dzimmah: Kelompok Non-Muslim yang Mendapat Perlindungan di Masa Khalifah Umar bin Khattab

2 Mins read
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Islam mengalami kejayaan yang berkilau. Khalifah Umar memainkan peran penting dalam proses memperluas penyebaran Islam….
Tarikh

Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

5 Mins read
Menyambut Isra Mi’raj bulan ini, saya sempatkan menulis sejarah singkat sholat dalam Islam, khususnya dari bacaan kitab Tarikh Al-Sholat fi Al-Islam, karya…
Tarikh

Menelusuri Dinamika Sastra dalam Sejarah Islam

3 Mins read
Dinamika sastra dalam sejarah Islam memang harus diakui telah memberikan inspirasi di kalangan pemikir, seniman, maupun ulama’. Estetika dari setiap karya pun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *