Perspektif

Impact Pandemik Covid-19 dalam Perspektif PAUD

3 Mins read

Hadirnya pandemik Covid-19 secara nyata memunculkan multiplier efect. Semua sisi kehidupan terdampak. Seluruh umat manusia secara langsung atau tidak langsung merasakannya. Ketika kebijakan belajar di rumah diadakan di beberapa daerah sebagai upaya pencegahan penularan Covid-19, tentunya secara langsung berdampak pada siswa. Termasuk anak usia dini yang bersekolah di lembaga PAUD, baik TK, KB, hingga Daycare.

Libur kali ini tentunya berbeda dari libur-libur sebelumnya yang merupakan libur semester dengan kisaran satu hingga dua pekan. Untuk libur kali ini secara umum pada awalnya ditetapkan selama 14 hari. Namun melihat perkembangan situasi yang ada banyak lembaga yang sudah mengeluarkan keputusan untuk memperpanjang masa liburan.

Pendidikan Informal

Libur kali ini memberi kesempatan yang lebih luas kepada anak untuk memperolah pendidkan informal. Pendidikan informal yang dimaksudkan adalah pendidikan dalam lingkup keluarga. Pada kondisi normal (tidak libur), orang tua yang banyak menghabiskan waktu untuk bekerja.

Jauh dari anak tentunya orang tua hanya berkesempatan memberikan pendidikan informal dengan mengadakan quality time bersama keluarga. Meski waktu yang tersedia sangat terbatas, bahkan hanya satu atau dua jam sebelum anak tidur di malam hari.

Idealnya, pada libur panjang kali ini keluarga dapat berkumpul di rumah. Orang tua memiliki waktu yang lebih lama bersama anaknya. Menghabiskan waktu dengan bermain, menonton TV, hingga makan bersama. Barangkali ini adalah momentum yang spesial bagi anak untuk menikmati hangatnya keluarga. Dengan memberi kesempatan kepada anak untuk memaknai bahwa bahagia bersama keluarga tidak melulu harus pergi ke tempat hiburan. Atau jalan-jalan pada hari Minggu, mengunjungi pasar malam ataupun menyusuri mall, lalu mampir ke restoran untuk makan bersama.

Baca Juga  Makan Gak Makan Asal Kumpul, Kalau Ada Corona Gimana?

Kita tidak bisa menutup mata bahwa kenyataannya tidak selalu pada porsi yang terlihat ideal. Ketika anak libur belum tentu orang tua libur. Beberapa waktu lalu terdengar keluhan dari seorang ibu guru. Ia masih dituntut untuk berangkat ke sekolah sedang suaminya yang berprofesi sebagai polisi pun masih tetap harus bertugas. Sehingga membuatnya merasa bingung bagaimana dengan dua anaknya yang masih usia dini, siapa yang akan menjaga dan menemani mereka?

Hemat saya, anak-anak beliau adalah anak-anak yang beruntung karena tidak ada keterbatasan dalam hal pemenuhan kebutuhan jika dilihat dari sisi ekonomi. Tapi mereka kekurangan dalam hal luangnya waktu untuk bisa berkumpul dengan keluarga secara utuh. Boleh jadi hal yang sama juga terjadi di berbagai daerah.

Pemenuhan Target Belajar di Sekolah

Pada libur kali ini anak dituntut untuk memenuhi target belajar. Banyak lembaga pendidikan yang mengadakan tugas sebagai pengisi kebijakan belajar di rumah. Beberapa TK mengadakan penugasan dengan metode pengiriman laporan tugas secara daring, baik melalui WAG ataupun aplikasi lainnya.

Idealnya, pembelajaran yang diadakan di lembaga PAUD sering kali terkesan menyenangkan. Tak heran ketika hasil dari observasi awal pada anak usia empat sampai enam tahun menunjukkan bahwa empat dari tujuh anak mengatakan kangen sekolah. Lebih jauh lagi mereka menjelaskan bahwa mereka ingin bertemu dengan teman-temannya. Tiga di antara enam anak memahami bahwa libur kali ini disebabkan adanya virus Corona (Covid-19), tanpa dapat menjelaskan apa itu Corona.

Hasil observasi ini didapat setelah anak menghabiskan libur 14 hari. Dari hipotesis saya, anak yang mengatakan kangen bersekolah disebabkan belajar di sekolah lebih menyenangkan. Selain pembelajaran yang didesain agar terkesan menyenangkan, anak lebih leluasa bereksplorasi dan berinteraksi bersama teman-temannya.

Baca Juga  UMM Perpanjang Perkuliahan Online Sampai Akhir Semester Genap

Physical Distancing pada AUD

Himbauan dari pemerintah agar masyarakat tetap tinggal di rumah dan menjaga jarak sosial atau social distancing untuk mencegah penyebaran Covid-19. Saat ini istilahnya telah diubah menjadi physical distancing oleh WHO. Saya melihat bahwa physical distancing adalah hal yang hampir tidak mungkin dilakuakan oleh anak usia dini. Sebab, dunia anak adalah dunia bermain dengan kecenderungan anak untuk berinteraksi secara langsung, baik bersama teman sebaya ataupun orang dewasa.

Kenyataan yang tak bisa dinafikan adalah anak-anak masih berada di bawah kekuasaan orang dewasa. Artinya, dalam melakukan sesuatu mereka masih membutuhkan peran orang dewasa, baik untuk mengawasi ataupun membantunya. Boleh jadi, orang tua membatasi anak agar bermain di rumah, tapi bukan berarti anak akan merasa terkekang.

Pada daerah perkotaan yang khas dengan individualisme bisa jadi anak sudah terbiasa untuk bermain sendiri di rumah. Maka secara jelas tagar #dirumahaja adalah kebiasaan mereka sehari-hari. Namun, pada daerah perkampungan yang lekat dengan riuhnya anak-anak berkumpul untuk bermain bersama, baik di beranda rumah, lapangan, kebun ataupun di sekitar jalanan gang, pada kondisi ini hampir bisa dipastikan physical distancing adalah hal yang tidak mungkin.

Dengan bisa atau tidaknya anak untuk melakukan physical distancing sudah tugas kita sebagai orang dewasa untuk menjaga mereka. Sudah seharusnya momen ini bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk saling memberi dan mengasihi. Utamanya membantu anak usia dini dalam memenuhi tugas perkembangan di masa tumbuh kembang mereka.

Sudahkah kita melihat kondisi anak usia dini yang ada di sekitar kita dalam bingkai  fenomena #dirumahaja? Apa yang anda temui? (Anda bisa berbagi cerita melalui email saya srimukhlisoh.students.unnes.ac.id).

Baca Juga  Nilai-Nilai Perdamaian dalam Tradisi Yahudi

Editor: Arif

Avatar
1 posts

About author
Mahasiswa Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Kader IMM Hamka UNNES
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds