Fikih

Jangan Takut! Jenazah Pasien COVID-19 Sudah ada Tata Cara Mengurusnya

3 Mins read


Melihat banyaknya penolakan terhadap jenazah pasien COVID-19, membuat hati kita miris. Padahal, sudah ada panduan protokoler dan sesuai syariah tentang tata cara pengurusan jenazah khusus salah satunya pasien yang terjangkit virus corona. Fatwa MUI Nomor 14 dan Nomor 18 Tahun 2020. Tentunya harus ada pengawasan dari ahli terkait proses meramut jenazahnya, dari memandikan hingga memakamkan.

Sebelum Menyucikan Jenazah

Sebelum memandikan atau menyucikan jenazah pasien COVID-19, petugas harus terlebih dahulu memastikan keamanan dan kebersihan dirinya, langkah-langkahnya adalah, yang pertama dengan mengenakan APD (Alat Pelindung Diri) lengkap, kemudian tidak mengkonsumsi makanan dan minuman, tidak merokok, serta menyentuh wajah saat berada di ruang penyimpanan jenazah, autopsi, dan area sekitaran jenazah.

Ketiga, menghindari kontak langsung dengan darah atau cairan yang ada pada tubuh jenazah, lalu mencuci tangan dengan sabun atau sanitizer berbahan alkohol. Ketika pada jenazah terdapat luka, luka tersebut harus ditutup dengan plester atau perban yang tahan air. Keempat, petugas mengupayakan agar mengurangi risiko terluka akibat benda tajam. Namun, jika terjadi, terdapat dua penanganan. Jika luka tersebut cukup dalam, segera dibersihkan dengan air yang mengalir. Namun jika luka tusuk kecil, darah dapat dibiarkan keluar dengan sendirinya.

Cara Memandikan Jenazah

Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 juga mengatur perihal memandikan jenazah, namun harus dilakukan dengan pertimbangan pendapat dari ahli terpercaya. Pedoman dasarnya adalah memandikan jenazah tanpa membuka pakaiannya.

Namun jika jenazah tidak memungkinkan untuk dimandikan, menayamumkan adalah langkah yang harus dipilih. Tetapi jika hal tersebut juga tidak mungkin dilakukan, maka jenazah tidak dimandikan atau pun ditayamumkan.

Tata cara memandikan jenazah pasien yang terkena virus corona yang pertama, memandikan jenazah tanpa membuka pakaiannya. Lalu petugas yang memandikan wajib berjenis kelamin yang sama dengan jenazah. Namun jika tidak ada petugas berjenis kelamin sama, maka petugas yang ada tetap memandikan dengan syarat jenazah tetap memakai pakaian. Jika tidak, maka jenazah cukup ditayamumkan saja. Selanjutnya, apabila terdapat najis pada tubuh jenazah, maka harus dibersihkan najisnya sebelum jenazah dimandikan.

Setelah itu, petugas memandikan jenazah dengan cara mengucurkan air secara merata ke seluruh tubuh, akan tetapi, jika terdapat pertimbangan dari ahli terpercaya bahwa jenazah tidak mungkinkan untuk dimandikan, maka menyucikan jenazah dapat berupa tayamum sesuai ketentuan syariah. Caranya dengan mengusap wajah dan kedua tangan jenazah dengan debu. Namun, jika berdasarkan pada pendapat ahli bahwa jenazah tersebut tidak memungkinkan untuk dimandikan atau menayamumkan karena dapat membahayakan petugas, maka jenazah tidak perlu dimandikan atau ditayamumkan berdasarkan ketentuan dharurat syar’iyah.

Cara Mengafani Jenazah

Setelah jenazah selesai dimandikan atau ditayamumkan, atau karena dharurah syar’iyah tidak dapat dimandikan atau pun ditayamumkan, maka jenazah tersebut dikafani dengan menggunakan kain yang menutup seluruh tubuh jenazah. Kemudian, jenazah dimasukkan ke dalam kantong jenazah yang aman dan tidak tembus air demi menjaga keselamatan petugas dan mencegah menyebarnya virus. Setelah proses pengafanan selesai, maka jenazah tersebut dimasukkan ke dalam peti jenazah yang tidak tembus air dan udara dengan cara dimiringkan ke kanan. Dengan demikian, maka pada saat jenazah itu dikuburkan sudah menghadap ke arah kiblat. Tetapi, jika setelah proses pengafanan masih ditemukan najis pada jenazah, petugas dapat mengabaikan najis tersebut.

Dalam protokol mengurus jenazah pasien korban COVID-19, Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama, terdapat keterangan tambahan terkait proses mengafani jenazah. Yakni jenazah pasien COVID-19 dapat ditutup dengan bahan kayu atau bahan lain yang tidak mudah tercemar.

Baca Juga  Sekali Lagi, Perempuan Haid Tidak Boleh Puasa!

Kemudian jenazah yang sudah dibungkus tidak diperkenankan untuk dibuka lagi kecuali dalam keadaan mendesak seperti autopsi, dan hanya dapat dilakukan petugas medis. Kemudian jenazah disemayamkan tidak lebih dari 4 jam, lalu petugas medis harus sering mencuci tangan, serta mandi dengan sabun khusus setelah menangani jenazah pasien COVID-19. Hal ini sesuai dengan Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020.

Menyalatkan Jenazah

Tata cara melakukan salat jenazah yang terkena virus corona sebagaimana fatwa MUI no 18 tahun 2020, yakni disunahkan untuk menyegerakan shalat setelah jenazah dikafani. Shalat jenazah harus dilakukan di tempat yang aman dari penularan atau yang dapat menimbulkan penyebaran COVID-19, shalat jenazah dilakukan oleh minimal satu orang.

Namun jika tidak memungkinkan, jenazah boleh dishalatkan di kuburan sebelum atau sesudah dimakamkan. Apabila masih dirasa tidak memungkinkan, maka jenazah boleh disalatkan dari jauh (shalat ghaib).

Pihak yang turut melakukan salat jenazah wajib menjaga diri dari penularan COVID-19. Dalam protokol Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama, terdapat keterangan bahwa pelaksanaan shalat jenazah dianjurkan untuk dilakukan di rumah sakit rujukan. Apabila tidak, maka salat jenazah bisa dilakukan di masjid dengan catatan masjid tersebut sudah menjalani proses pemeriksaan sanitasi secara menyeluruh, dan ketika shalat jenazah selesai, perlu dilakukan disinfeksi.

Menguburkan Jenazah

Proses penguburan jenazah harus dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah dan juga protokol medis, proses ini dapat dilakukan dengan cara memasukkan jenazah bersama peti ke dalam liang kubur tanpa harus membuka peti, plastik, dan kafan dari jenazah. Penguburan beberapa jenazah dalam satu liang kubur diperbolehkan jika dalam keadaan darurat (al-dlarurah al-syar’iyyah), hal tersebut sudah diatur dalam Fatwa MUI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pengurusan Jenazah dalam Keadaan Darurat.

Baca Juga  Refleksi Tahun 2021: Menyoroti Fenomena Kebebasan Beragama dan Toleransi

Dalam protokol Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama, juga mengatur lokasi penguburan harus berjarak setidaknya 50 meter dari sumber air tanah yang digunakan untuk minum, juga lokasi penguburannya juga harus berjarak setidaknya 500 meter dari pemukiman warga.

Mari kita lebih dewasa dan bijak dalam menyikapi permasalahan ini, menolak jenazah pasien COVID-19 adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan nilai luhur bangsa kita. Semuanya sudah ada protokol dan aturan yang mengatur perihal seperti jenazah COVID-19, seperti pada Fatwa MUI no 14 dan 18 Tahun 2020 tersebut.

Baiknya kita tetap menerima dengan mematuhi protokol dan arahan dari tim medis, karena setiap dari mereka adalah saudara kita dan berhak untuk mendapat perlakuan yang layak. Kini sudah lebih dari 2000 positif COVID-19, sudah seharusnya kita meningkatkan kewaspadaan.

Editor: Yahya FR
Hendra Hari Wahyudi
97 posts

About author
Anggota Majelis Pustaka, Informatika dan Digitalisasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur periode 2022-2027
Articles
Related posts
Fikih

Mana yang Lebih Dulu: Puasa Syawal atau Qadha’ Puasa Ramadhan?

3 Mins read
Ramadhan telah usai, hari-hari lebaran juga telah kita lalui dengan bermaaf-maafan satu sama lain. Para pemudik juga sudah mulai berbondong meninggalkan kampung…
Fikih

Apakah Fakir Miskin Tetap Mengeluarkan Zakat Fitrah?

4 Mins read
Sudah mafhum, bahwa zakat fitrah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai puncak dari kewajiban puasa selama sebulan. Meskipun demikian, kaum muslim yang…
Fikih

Bolehkah Mengucapkan Salam kepada Non-Muslim?

3 Mins read
Konflik antar umat beragama yang terus bergelora di Indonesia masih merupakan ancaman serius terhadap kerukunan bangsa. Tragedi semacam ini seringkali meninggalkan luka…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *