Risalah

Setan Dibelenggu saat Ramadan, Kenapa Masih Banyak Maksiat?

4 Mins read

Bulan Ramadan adalah bulan yang paling dinanti para umat Islam di seluruh penjuru dunia, banyaknya keistimewaan di dalam bulan Ramadan membuat kita selalu merindukan kehadirannya. Tapi, di tengah pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) seperti sekarang, suasana Ramadan berubah tidak seperti biasanya.

Pada bulan Ramadan sebelum-sebelumnya, kita selalu melihat dan turut serta memenuhi masjid, mushala, dan juga sekolah dengan melakukan berbagai kegiatan yang bermanfaat. Mulai dari salat Tarawih berjamaah, kajian keislaman, tadarusan, hingga buka bersama pun sering kita adakan.

Tapi ketika ada wabah seperti COVID-19 sekarang, semua kegiatan dengan berkumpul (berjamaah) ditiadakan, demi mencegah penyebaran virus Corona. Mendengar kata Ramadan, kita sering juga mendengar adanya kalimat bahwa setan-setan dibelenggu, diikat pada bulan Ramadan. Hal ini sebenarnya merupakan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ

“Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan dibelenggu.” (HR. Bukhari no. 1899 dan Muslim no. 1079).

Kemudian pada hadits lain juga disebutkan;

إِذَا كَانَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ

“Jika masuk bulan Ramadhan, pintu-pintu rahmat dibukan, pintu-pintu Jahannam ditutup dan setan-setan pun diikat dengan rantai.” (HR. Bukhari no. 3277 dan Muslim no. 1079).

Hadits di atas merupakan sebuah kebenaran yang wajib kita percaya, tapi, masih sering kita jumpai tindak kejahatan pada saat bulan Ramadan, apakah setan tersebut lepas dari belenggunya? Ataukah manusianya yang tak memperdulikan bulan suci Ramadan, makanya masih melakukan sebuah kemaksiatan?

Setan Dibelenggu di Bulan Ramadan

Pada dasarnya, memang setan dirantai, dibelenggu ketika bulan suci Ramadan tiba, sebagaimana hadits di atas. Dibelenggu yang dimaksudkan adalah ruang gerak setan terbatas ketika bulan puasa, Imam al-Baji, seorang ulama Malikiyah dalam Syarh Muwatha’ menerangkan,

قوله وصفدت الشياطين يحتمل أن يريد به أنها تصفد حقيقة، فتمتنع من بعض الأفعال التي لا تطيقها إلا مع الانطلاق، وليس في ذلك دليل على امتناع تصرفها جملة، لأن المصفد هو المغلول العنق إلى اليد يتصرف بالكلام والرأي وكثير من السعي

‘Setan dibelenggu’ bisa dimaknai dibelenggu secara hakiki. Sehingga setan terhalangi untuk melakukan beberapa perbuatan yang tidak mampu dia lakukan kecuali dalam kondisi bebas. Dan hadis ini bukan dalil bahwa setan terhalangi untuk mengganggu sama sekali.  Karena ketika seseorang yang dibelenggu, dia hanya terikat dari leher sampai tangan. Tetapi dia masih bisa bicara, membisikkan kemaksiatan, atau banyak gangguan jahat lainnya.

Baca Juga  Selamat Datang Bulan Ramadhan 1442 H!

Jadi dalam penjelasan di atas, setan masih bisa membisikan suatu kemaksiatan pada manusia ketika bulan Ramadan, meskipun dirinya terikat. Lalu Imam al-Baji melanjutkan keteranganya terkait setan yang dibelenggu,

ويحتمل أن هذا الشهر لبركته وثواب الأعمال فيه وغفران الذنوب تكون الشياطين فيه كالمصفدة، لأن سعيها لا يؤثر، وإغواءها لا يضر…

Bisa juga kita maknai, bahwa mengingat bulan Ramadan merupakan bulan pernuh berkah, penuh pahala amal, banyak ampunan dosa, menyebab setan seperti terbelenggu selama bulan suci Ramadan. Karena upaya dia menggoda tidak berefek, dan upaya dia menyesatkan tidak membahayakan manusia,” (al-Muntaqa Syarh al-Muwatha’, al-Baji, 2/75)

Maksudnya, kata “dibelenggu” sifatnya hanya kiasan, mengingat banyaknya keberkahan dan ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk para hamba-Nya pada bulan Ramadan, sehingga setan seperti terbelenggu, dikarenakan umat Islam semakin meningkatkan ibadahnya pada bulan Ramadan sehingga hampir tidak ada celah untuk setan menggoda manusia.

Hal senada juga dijelaskan oleh Abu Hasan Ali bin Khalaf bin Abdul Malik bin Baththal Al-Bakri Al-Qurthubi, yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Baththal, yang menerangkan bahwa;

وَكَذَلِكَ قَوْلُهُ : ( سُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ ) ، يَعْنِى : أَنَّ اللهَ يَعْصِمُ فِيهِ الْمُسْلِمِينَ أَوْ أَكْثَرَهُمْ فِى الْأَغْلَبِ عَنِ الْمَعَاصِى وَالْمَيْلِ إِلَى وَسْوَسَةِ الشَّيَاطِينِ وَغُرُورِهِمْ ، ذَكَرَهُ الدَّاوُدِيُّ وَالْمَهْلَبُ

“Begitu juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘setan-setan dibelenggu’ maksudnya adalah sesungguhnya dalam bulan Ramadan Allah menjaga orang-orang muslim atau atau mayoritas mereka secara umum dari kemaksiatan, kecenderungan untuk mengikuti bisikan dan godaan setan.” (Lihat Ibnu Baththal, Syarhu Shahih al-Bukhari, juz IV, halaman 20).

Serta banyak lagi penafsiran terkait hadits diatas, seperti pada kitab Fathul Bar dan lainnya. Namun, ada juga yang berpendapat, bahwa yang dibelenggu hanya setan kelas kakap (maradatul jin).

Baca Juga  Sejarah Sosial Puasa Ramadan

Sementara setan-setan lainnya masih bisa bebas, makanya masih adanya kemaksiatan pada bulan Ramadan, disebabkan oleh bisikan setan-setan kelas amatiran. Dalam Fatwa  Syabakah Islamiyah, no. 40990 dinyatakan,

وقد ذهب بعض أهل العلم إلى أن الذين يصفدون من الشياطين مردتهم، فعلى هذا فقد تقع المعصية بوسوسة من لم يصفد من الشياطين

“Sebagian ulama berpendapat bahwa setan yang dibelenggu hanyalah setan golongan atau kelompok besar (kelas kakap). Berdasarkan pendapat ini, adanya maksiat, disebabkan bisikan setan yang belum dibelenggu.

Adanya ‘Setan’ Jenis Manusia yang Tidak Dibelenggu

Sesungguhnya, manusia memiliki akal dan juga hawa nafsu, hawa nafsu manusia terkadang cenderung mengarah pada hal negatif. Maka, bukan hanya setan saja yang menjadi sumber kemaksiatan, tapi sifat manusia yang terkadang lebih mementingkan hawa nafsunya lah yang bisa membawanya kepada kemaksiatan, meski saat bulan Ramadan. Imam as-Sindi dalam Hasyiyah-nya (catatan) untuk Sunan An-Nasa’i mengatakan,

ولا ينافيه وقوع المعاصي، إذ يكفي وجود المعاصي شرارة النفس وخبائثها، ولا يلزم أن تكون كل معصية بواسطة شيطان، وإلا لكان لكل شيطان شيطان ويتسلسل، وأيضاً معلوم أنه ما سبق إبليس شيطان آخر، فمعصيته ما كانت إلا من قبل نفسه، والله تعالى أعلم

“Hadits ‘setan dibelenggu’ tidak berarti meniadakan segala bentuk maksiat. Karena bisa saja maksiat itu muncul disebabkan pengaruh jiwa yang buruk dan jahat. Dan timbulnya maksiat, tidak selalu berasal dari setan. Jika semua berasal dari setan, berarti ada setan yang mengganggu setan (setannya setan), dan seterusnya bersambung. Sementara kita tahu, tidak ada setan yang mendahului maksiat Iblis. Sehingga maksiat Iblis murni dari dirinya. Allahu a’lam.” (Hasyiyah Sunan an-Nasai, as-Sindi, 4/126).

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman dalam Al Qur’an yang berbunyi;

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنَ اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوْحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوْرًا

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu” (QS. Al An’am: 112).

Baca Juga  Hukum Seni Budaya dan Suara Wanita

Jadi, kemaksiatan pada bulan Ramadan (bisa dibilang) tidak semua atas kesalahan setan, tetapi manusia itu sendiri. Manusia yang juga punya jiwa, hasrat, hawa nafsu yang terkadang ingin melakukan suatu kesalahan (maksiat), apalagi manusia juga tempatnya salah dan lupa.

Maka, adanya tindak kejahatan pada bulan Ramadan bisa diartikan akibat ulah dari manusia itu sendiri, tanpa ada pengaruh dari setan. Padahal seharusnya pada bulan Ramadan merupakan momen yang tepat untuk bertaubat, tapi masih sering kita jumpai orang ghibah, nyinyir sampai nge-bully di media sosial (medsos) ataupun di kehidupan nyata, bahkan sampai melakukan tindakan kriminal meski bulan Ramadan.

Sejatinya puasa adalah perisai diri dari perbuatan tercela, maka sudah sepatutnya kita mengisi bulan Ramadan dengan suatu amalan yang baik, amalan yang mendatangkan ridho dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Azaki Khoirudin, anggota Majelis Pendidikan Kader Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan, puasa bagi kaum milenial adalah menahan tidak berkomentar di media sosial jika tidak menguasai ilmunya.

Dan ini merupakan peringatan buat kita semua yang hidup di era digital seperti saat ini, dimana akhlak yang baik dalam bermedia merupakan hal yang penting. Oleh karena itu, meski setan sudah dibelenggu, tetapi hawa nafsu kita masih memungkinkan untuk mengajak kita berbuat maksiat.

Maka, dengan berpuasa Ramadan, kita tidak hanya menahan haus dan lapar, tapi sejatinya kita juga harus menahan hawa nafsu dan amarah, sehingga puasa kita tidak sia-sia, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ

Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thobroniy).

Hanya karena kita masih suka nyinyir di medsos, ghibahin tetangga, bahkan sampai berbuat kemaksiatan. Tentunya itu semua akan mengurangi nilai puasa kita.

Semoga puasa kita tahun ini meski ditengah pandemi menjadikan diri kita menjadi orang yang lebih baik, semakin mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga setelah Ramadan nanti kita menjadi orang yang benar-benar bertaqwa. Aamiin

Editor: Yahya FR

Hendra Hari Wahyudi
97 posts

About author
Anggota Majelis Pustaka, Informasi dan Digitalisasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur periode 2022-2027
Articles
Related posts
PerspektifRisalah

Rasisme dalam Perspektif Islam

3 Mins read
Apa itu ‘Rasisme’? Menurut Wikipedia, Rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia…
FatwaRisalah

Hukum Seni Budaya dan Suara Wanita

3 Mins read
Pertanyaan dari Ayi Abdul Rozak, Tanjung Gading, Asahan, Sumatra Utara. Pertanyaannya sebagai berikut: Sejauhmana pandangan Islam tentang Seni Budaya (musik, tari, dan…
FatwaRisalah

Bagaimana Hukum Olahraga untuk Menggalang Dana?

1 Mins read
Pertanyaan dari Chalida Ziaul Rahman. Pertanyaan sebagai berikut: “apakah hukum permainan olahraga yang dilakukan untuk mencari dana?” Tim Fatwa Majelis Tarjih dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds