Pada zaman Nabi Muhammad Saw, ada seorang pemuda lelaki yang kaya raya, memiliki penampilan yang terbilang rupawan, rambut yang rapi, dan kehidupannya biasa dengan kenikmatan dunia.
Ia adalah Mush’ab bin Umair. Mush’ab bin Umair adalah pemuda yang paling tampan dan kaya di Kota Mekkah. Kemudian ketika Islam datang, ia jual dirinya demi kekalnya kebahagiaan di akhirat.
Kelahiran dan Masa Pertumbuhannya
Mush’ab bin Umair dilahirkan di masa jahiliyah, sekitar kurang lebih empat belas tahun setelah kelahiran Nabi Muhammad Saw.
Imam Ibnul Atsir mengatakan, dalam bukunya Asad al-Ghabah, “Mush’ab adalah pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang sangat kaya. Hal-hal yang dipakai Mush’ab merupakan yang terbaik, dan dia adalah orang Mekah yang paling harum sehingga aroma parfumnya meninggalkan jejak di jalan-jalan yang ia lewati.”
Rasulullah Saw bersabda,
مَا رَأَيْتُ بِمَكَّةَ أَحَدًا أَحْسَنَ لِمَّةً ، وَلا أَرَقَّ حُلَّةً ، وَلا أَنْعَمَ نِعْمَةً مِنْ مُصْعَبِ بْنِ عُمَيْرٍ
“Aku tidak pernah melihat seorang pun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya, dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim).
Khunas binti Malik, Ibu Mush’ab sangat memanjakannya, Mush’ab bak seorang raja yang selalu dilayani bahkan ketika Mus’ab tidur sudah dihidangkan bejana-bejana yang berisikan makanan, agar ketika ia terbangun langsung memakan makanan yang ada di hadapannya.
Kiranya, demikianlah keadaan Mush’ab bin Umair sehari-hari. Seorang pemuda kaya yang mendapatkan banyak kenikmatan dunia dan tidak pernah merasakan kesulitan hidup. Apalagi kekurangan nikmat.
Mush’ab bin Umair Menyambut Hidayah Islam
Assabiqunal Awwalun atau orang-orang pertama yang menyambut dan menerima dakwah Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw adalah istri beliau Khadijah Ra. Sepupu beliau Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Haritsah Ra, anak angkat beliau. Kemudian diikuti oleh beberapa orang yang lain.
Ketika Islam yang baru saja muncul kian banyak yang mencaci, menghina, bahkan mencibir terhadap dakwah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, sehingga Rasulullah Saw berdakwah secara sembunyi-sembunyi di rumah sahabat al-Arqam bin Abi al-Arqam Ra. Sebuah rumah yang berada di bukit Shafa yang jauh dari pengliatan juga pengawasan orang-orang kafir Quraisy.
Mush’ab bin Umair yang hidup di lingkungan orang-orang jahiliyah, pengikut agama nenek moyang, penyembah berhala, pecandu khamr, penggemar nyanyian dan pesta.
Allah beri cahaya di hatinya, sehingga ia mampu membedakan mana agama yang lurus dan mana agama yang menyimpang. Dengan tekad Mush’ab sendiri, ia menguatkan hati untuk memeluk agama Islam.
Ia mendatangi Nabi Muhammad Saw di Baitul Arqam dan menyatakan keimanannya. Kemudian sama seperti sahabat lainnya Mush’ab menyembunyikan keislamannya untuk menghindari kekerasan dari kafir Quraisy.
Dalam keadaan sulit, Mush’ab terus menghadiri majelis-majelis yang diadakan Rasulullah untuk menambah pengetahuannya tentang agama yang baru ia peluk. Hingga akhirnya ia menjadi salah seorang sahabat yang memiliki keilmuan paling dalam. Kemudian Rasulullah Saw mengutus Mus’ab untuk berdakwah ke Madinah.
Mush’ab bin Umair Menjual Dunia untuk Membeli Akhirat
Pada suatu hari, ada seseorang yang melaporkan kepada ibunda Mush’ab, bahwa Mush’ab memeluk agama Islam. Saat itulah periode sulit dalam kehidupan Mush’ab dimulai.
Mengetahui putra kesayangannya memeluk agama Islam dan meninggalkan agama nenek moyang, ibu Mush’ab sangat kecewa. Ibunya mengancam tidak akan makan dan minum serta terus berdiri baik di siang yang tersulut terik matahari atau di malam yang terasa dingin, sampai Mush’ab meninggalkan agama Islam.
Saudara Mush’ab, Abu Aziz bin Umair, sangat tidak tega mendengar dan melihat apa yang dilakukan sang ibu.
Lalu ia berujar, “Wahai ibu, biarkanlah Mush’ab. Sesungguhnya Mush’ab adalah seseorang yang terbiasa dengan kenikmatan. Kalau Mush’ab dibiarkan dalam keadaan lapar, pasti lambat laun akan meninggalkan agamanya”.
Selang beberapa waktu akhirnya Mush’ab ditangkap oleh keluarganya dan dikurung. Hari demi hari, Mush’ab mendapatkan siksaan yang kian bertambah. Mush’ab juga mendapat siksaan secara fisik, dijauhkan dari pergaulannya dan Ibunya yang dulunya sangat menyayangi Mush’ab, tega melakukan penyiksaan terhadapnya.
***
Warna kulit Mush’ab berubah karena luka-luka siksa yang didapatnya. Berubahlah kehidupan pemuda kaya raya itu. Tidak mendapatkan lagi fasilitas yang ia nikmati. Pakaian, makanan, dan minumannya semuanya berubah. Namun, Mush’ab tetap teguh memegang keimanannya. Hingga akhirnya, Mush’ab berhasil meloloskan diri.
Zubair bin al-Awwam mengatakan, “Suatu ketika Rasulullah Saw sedang duduk-duduk dengan para sahabatnya di Masjid Quba, lalu muncullah Mush’ab bin Umair dengan kain burdah (jenis kain yang kasar) yang tidak menutupi tubuhnya secara utuh. Orang-orang pun menunduk. Lalu ia mendekat dan mengucapkan salam. Mereka menjawab salamnya. Lalu Nabi Saw memuji dan mengatakan hal yang baik-baik tentangnya. Dan beliau bersabda, “Sungguh aku melihat Mush’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah. Keduanya memuliakan dia dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda-pemuda Quraisy yang semisal dengan dirinya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai ridha Allah dan menolong Rasul-Nya…” (HR. Hakim No. 6640).
Dari Kisah Mush’ab bin Umair di atas dapat kita ambil pelajaran, di masa muda kita jangan jadkan hidup dengan berleha-leha saja, akan tetapi berusaha memperbaiki diri melaksanakan amalan-amalan yang dapat mengantarkan kita mendapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Editor: Rozy