Tafsir

Yang Luput dari Pembahasan Kisah Ashabul Kahfi

3 Mins read

Ashabul Kahfi – Selama ini ketika kita membahas surah Al-Kahfi, kebanyakan yang disampaikan hanya sebatas tentang ketakwaan dan keistiqomahan para pemuda yang tidur di dalam gua selama 309 tahun. Tetapi sangat jarang saya melihat sesuatu yang sebenarnya ada di situ.

Yaitu bagaimana pertarungan ideologi yang mereka hadapi sebelum mereka akhirnya sembunyi di dalam gua. Dan pertarungan ideologi serupa itu sesuatu yang niscaya di setiap zaman.

Saya lalu menelaah lagi beberapa referensi kenapa sih kisah Ashabul Kahfi diabadikan di dalam Al-Qur’an. 

Kisah tujuh pemuda itu pasti punya hikmah tertentu sehingga diabadikan di dalam Al-Quran. Tentunya akan selalu dibaca dan dikaji sepanjang zaman. Setiap generasi takkan putus mata rantai pengenalannya tentang kisah tujuh pemuda tersebut. Dan aktor-aktor dalam rangkaian kisah didalamnya juga akan ikut abadi.

Penjelasan tentang Kisah Ashabul Kahfi dalam Tafsir Ibnu Katsir

Setelah membuka lagi Tafsir Ibnu Katsir, saya membaca dan menemukan sebuah perjalanan yang begitu dramatis.

Tujuh pemuda yang dikisahkan itu ternyata adalah sekelompok anak muda yang hidup jauh sebelum masa Nabi Isa a.s. Bahkan kaum Yahudi yang hadir jauh sebelum Nabi Isa, sangat memahami cerita mereka. Berarti ini adalah kisah yang terjadi ribuan abad yang silam.

Tidak sedikit ulama salaf dan khalaf yang menceritakan bahwa kaum muda itu adalah anak raja dan bangsawan Romawi. Jika mendengar kata Romawi, yang saya bayangkan adalah sebuah kekaisaran zaman dulu dengan kota yang megah, pertempuran gladiator yang keji, dan tentara perkasa yang ribuah jumlahnya.

Dikisahkan dalam Tafsir Ibnu Katsir, suatu hari tatkala orang-orang pergi untuk merayakan hari raya, kaum muda itu pun pergi bersama ayah dan kaumnya.

Baca Juga  Istifham: Isyarat Berpikir Kritis dalam Al-Qur'an

Mereka melihat kaumnya bersujud dan menyembelih bukan atas nama Allah Ta’ala. Sementara, pemuda-pemuda itu sudah mengetahui bahwa penyembelihan seperti itu tidak layak dilakukan kecuali atas nama Allah.

Masing-masing pemuda kemudian memisahkan diri dari keramaian itu. Pemuda pertama memisahkan diri lalu duduk di bawah pohon. Kemudian bergabung lagi pemuda berikutnya, lalu berikutnya dan berikutnya. Satu persatu hingga berkumpul tujuh pemuda. Menariknya, di antara pemuda itu, tidak saling mengenal satu sama lain.

Apa yang ada di pikiran mereka? Kenapa mereka tergerak untuk bergerak menuju pohon yang sama? Apa yang mempersatukan mereka? 

Mungkin mereka berpikir keras dari apa yang mereka lihat sebelumnya. Mungkin mereka berpikir, apakah saya yang bodoh atau mereka yang bodoh. Melakukan ritual yang tidak sesuai dengan nalar mereka.

Saya mengutip hadis yang dihadirkan Ibnu Katsir, salah satu alasan mereka disatukan:

“Ruh-ruh itu ibarat bala tentara, apabila saling mengenal, maka akan rukun. Dan apabila tidak saling mengenal, maka akan berselisih.” (HR. Bukhari-Muslim)

Yang mempersatukan mereka di sana ialah Zat yang mempersatukan hati mereka dalam keimanan. Yang menyusun skenario itu adalah Allah.

***

Dikisahkan kembali, setiap pemuda menyembunyikan isi hatinya terhadap yang lain lantara takut. Mereka masing-masing tidak mengetahui bahwa mereka memiliki satu keyakinan. Hingga salah satunya bertanya tentang alasan mereka hadir ke tempat itu. Dan ternyata mereka semua memiliki alasan yang senada.

Dari pertemuan istimewa tersebut, mereka bersepakat melakukan tindak lanjut. Singkat cerita mereka kemudian membuat tempat ibadah tersendiri. Beberapa masa kemudian, aktivitas mereka diketahui oleh Raja dari laporan kaumnya. Mereka lalu diminta dihadirkan di depan Raja, diinvestigasi. Karena mereka tak bergeming dari keyakinan mereka, akhirnya mereka diancam jika tidak kembali kepada agama kaumnya.

Baca Juga  Mengucap SALAM kepada Non-Muslim (1): Aqidah atau Mu'amalah?

Dalam masa ancaman itu Raja memberikan kesempatan untuk ‘bertaubat’ lagi. Di sini lah dimulai ide mereka untuk mencari cara mempertahankan iman mereka.

Mereka memutuskan melarikan diri. Mereka menuju ke sebuah gua. Raja lalu mencari mereka. Dan kemudian Allah pun melenyapkan ihwal mereka dalam gua tersebut. Tujuh pemuda hilang entah ke mana. 

Skenario Allah memang sungguh luar biasa. Diluar logika pada umumnya. Mereka ternyata ditidurkan selama 309 tahun di dalam gua tersebut.  

Pertarungan Ideologi dalam Kisah Ashabul Kahfi

Pertarungan ideologi. Ya, kalimat ini yang muncul di benak saya usai membaca kisah mereka. Mereka melakukan lompatan pikiran yang tidak lazim ditengah-tengan keyakinan orang banyak.

Mereka berani meninggalkan kondisi umum yang sudah mendarah-daging dalam masyarakat mereka. Dan berikutnya mereka teguh mempertahankan apa yang mereka yakini.

Kisah menghilangnya ketujuh pemuda bangsawan itu kemudian menjadi buah bibir. Buah bibir yang menggemparkan. Dan kejadian itu mewabah menjadi sebuah pemicu ‘berpikir ulang’ kaum itu tentang kepercayaan mereka. Apakah selama ini yang kami lakukan ada yang salah?

Apakah yang kami sembah bukan yang seharusnya? Kenapa anak-anak muda bangsawan yang hidup berkecukupan malah menentang rajanya. Itulah mungkin proses berpikir kaumnya saat itu.

Zaman berganti, kekuasaan berganti dan akhirnya keyakinan atau ideologi yang salah tersebut ikut berganti. Lenyapnya tujuh pemuda itu ternyata memberikan pengaruh. Pengaruh yang membawa perubahan dan mengubah segalanya. Perubahan menjadi lebih baik.  

Marhaban
1 posts

About author
Karyawan
Articles
Related posts
Tafsir

Apakah Allah Bisa Tertawa?

4 Mins read
Sebagaimana menangis, tawa juga merupakan fitrah bagi manusia. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam QS. al-Najm [53]: 43 mengenai kehendak-Nya menjadikan…
Tafsir

Kontroversi Tafsir Ayat Pernikahan Anak dalam Qur’an

4 Mins read
Pernikahan, yang seharusnya menjadi lambang cinta dan komitmen, kerap kali terjebak dalam kontroversi. Salah satu kasus terbaru yang menarik perhatian publik adalah…
Tafsir

Sepintas Sejarah Gagasan Tafsir Modern di Indonesia

4 Mins read
Pada subbab yang ditulis oleh Abdullah Saeed berjudul “The Qur’an, Interpretation, and the Indonesian Context” merupakan bagian dari bukunya Saeed sendiri, yaitu…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds