Report

Islam itu Agama Etis, Bukan Formalistik

1 Mins read

IBTimes.ID – Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Ustadz Hamim Ilyas menyebut bahwa Islam bukan agama yang spiritualistik maupun agama formalistik, melainkan agama etis.

Menurutnya, keberagamaan Islam yang rahmatan lil ‘alamin memiliki kerangka, santiaji, dan model. Alquran menetapkan kerangkanya adalah millah Ibrahim, santiajinya adalah al-urwatul wutsqa, dan model atau polanya adalah al-baqiyatus shalihat.

Hal tersebut disampaikan oleh Ustadz Hamim Ilyas dalam Pengajian Ramadhan PP Muhammadiyah 1443 H, Rabu (6/4/2022).

Millah Ibrahim, al-‘urwatul wutsqa, dan al-baqiyatus shalihat kemudian membentuk keberagamaan etis yang seharusnya dipraktikkan oleh seluruh umat Islam.

“Tuhan selalu bersikap baik kepada manusia. Maka, manusia juga harus merespon kebaikan Tuhan dengan mencintai dan mengabdi kepada-Nya, sekaligus cinta dan mengabdi kepada manusia,” ujar Ustadz Hamim.

Ia menyebut bahwa keberagamaan spiritualistik berarti menjadikan aspek spiritiual sebagai puncak pengalaman keberagamaan. Sementara itu, keberagamaan formalistik adalah keberagamaan yang sering terjebak pada simbol-simbol.

“Kita itu keberagamaannya etis. Islam agama etis. Keetisan itu meliputi seluruh aspek keberagamaan. Pengetahuan agama harus pengetahuan etis. Pengakuan agamanya adalah pengakuan etis. Termasuk penyampaian agama, penghayatan agama, dan pengamalan agama,” imbuhnya.

Menurutnya, Islam adalah ketundukan kepada Allah untuk mewujudkan kehidupan yang baik (hayah thayyibah). Kehidupan yang baik meliputi tiga kriteria, yaitu rezeki yang halal, kepuasan (qanaah), dan kebahagiaan.

Orang yang beriman kepada Allah, imbuh Ustadz Hamim, akan hidup dengan sejahtera sesejahtera-sesejahteranya (lahum ajruhum ‘inda rabbihim), damai sedama-damainya (wa laa khaufun ‘alaihim), dan bahagia sebahagia-bahagianya (wa la hum yahzanun).

Ustadz Hamim menyebut bahwa iman kepada Allah adalah kepercayaan yang menjadi pangkal mewujudkan integritas pribadi, integrasi sosial, dan intgritas intelektual.

Sementara iman kepada malaikat berarti kepercayaan yang menjadi pangkal mewujudkan pengendalian hidup melalui kontrol yang fungsional.

Baca Juga  Tiga Pilar Penting dalam Belajar Ilmu Agama

“Iman kepada kitab suci berarti kepercayaan yang menjadi pangkal mewujudkan peradaban maju. Sementara iman kepada rasul berarti kepercaayaan yang menjadi pangkal mewujudkan pembebasan kesengsaraan hidup di dunia dan akhirat,” ujarnya.

Ia mengartikan iman kepada hari kiamat sebagai kepercayaan yang menjadi pangkal mewujudkan pertanggungjawaban dalam hidup. Dan iman kepada qadar sebagai kepercayaan yang menjadi pangkal mewujudkan usaha-usaha sesuai dengan kodrat alam atau sunatullah.

Reporter: Yusuf

Related posts
Report

Muktamar JIMM 2023: Mendorong Pembaharuan Pemikiran, Pengetahuan, dan Gerakan Muhammadiyah

7 Mins read
IBTimes.ID – Para kader Muhammadiyah yang tergabung dalam Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) kembali menyelenggarakan sebuah agenda yang bernama Muktamar Pemikiran Islam…
Report

Haedar Nashir: Moderasi adalah Solusi Menangani Radikalisme dan Ekstremisme

1 Mins read
IBTimes.ID – Haedar Nashir Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan, bahwa pendekatan moderasi adalah solusi dalam menangani radikalisme dan ekstremisme. Hal ini…
Report

Riset: Pesantren, Politik Dinasti, dan Oligarki Kekuasaan

5 Mins read
IBTimes.ID – Oligarki kekuasaan dan politik dinasti adalah dua fenomena pemilihan kepala daerah dan pemilihan anggota legislatif secara langsung yang terjadi pasca…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *