Pertama, persekutuan antara Dinasti Idrisiyah dan Dinasti Aghlabiyah dengan perbedaan ideologi teokrasi politik.
Afrika Utara | Dinasti Idrisiyah didirikan Idris bin Abdullah setelah ia melakukan pemberontakan terhadap Dinasti Abbasiyah pada 786 M. Akan tetapi, karena kalah, ia melarikan diri ke Maroko sekaligus mendirikan Dinasti Idrisiyah bersektekan Syi’ah di Fez. Yang mana, dikenal sebagai kota terpopuler di daratan Afrika Utara hingga Andalusia (Spanyol) (Pulungan, 2018, hal. 223).
Perjalanan pemerintahan Idrisiyah mampu mengembangkan pemerintahannya pada masa Idris II hingga Yahya IV. Dinasti Idrisiyah berperan dalam penyebaran budaya dan agama Islam ke Bangsa Barbar.
Dinasti Idrisiyah juga berhasil mendirikan Universitas Qarawiyyun yang megah dan terkenal di ifriqiyah (dari Tunisia hingga Maroko sekarang).
Kemunduran Dinasti Idrisiyah terjadi masa al-Muntashir; beberapa kedaulatan mengalami perpecahan sehingga rentan serangan dari luar. Selain itu, terdapat ancaman serius datang dari kelompok Khawarij Dinasti Rustamiyah hingga dapat dikalahkan.
Ancaman lain datang dari Dinasti Fathimiyah pada tahun 985 M berhasil mengambil alih kekuasaan akibat semakin melemahnya kekuatan Dinasti Idrisiyah (Pulungan, 2018, hal. 229).
Selanjutnya, Dinasti Aghlabiyah berpusat di Sijilmasa’ dipimpin oleh Ibrahim bin Aghlab yang diangkat langsung Harun al-Rasyid sebagai penguasa Ifriqiyah pada 800 M, bertujuan untuk menghalau serangan dari Dinasti Rustamiyah (Khawarij) dan Dinasti Idrisiyah (Syiah). Kedua dinasti ini berusaha mengekspansi ke wilayah Maghribiyah untuk melemahkan kekuasaan Dinasti Umayyah di Afrika dan sekitarnya. Periode ini membawa Afrika Utara dan kawasan pesisir Laut Mediteranian dalam kemajuan.
Seiring berjalannya waktu, Ibrahim bin Aghlab berhasil menumpas kelompok Khawarij. Atas pencapaian itu, Ibrahim mengusulkan kepada khalifah agar wilayah Ifriqiyah tersebut dihadiahkan kepadanya dan keturunannya secara permanen. Usulan Ibrahim itu kemudian disetujui khalifah dan secara resmi ia diangkat sebagai gubernur di Tunis pada tahun 800 M serta diberi hak otonomi secara luas, dan sebagai imbalannya dia harus membayar upeti pertahun sebesar 40.000 dinar kepada khalifah di Baghdad (Pulungan, 2018, hal. 230).
***
Kestabilan bidang ekonomi dan politik yang kondusif menyebabkan Dinasti Aghlabiyah mampu membangun beberapa kota menjadi megah seperti kota Tunisia dan Sisilia, selain itu untuk mengimbangi masjid-masjid di timur dengan membangun Masjid Qairawan. Pada masa pemerintahan Ziyadatullah dibangun 10.000 benteng pertahanan di Afrika Utara dengan konstruksi dan arsitektur megah (Pulungan, 2018, hal. 233).
Melalui beberapa redaksi di atas serta berdasarkan buku dari Dar al-‘Ilm berjudul Atlas Sejarah Islam disebutkan bahwa hubungan Dinasti Aghlabiyah tunduk pada Abbasiyah sangat baik dengan Dinasti Rustamiyah. Meski demikian, Dinasti Rustamiyah sebenarnya memiliki hubungan erat dengan Dinasti Umayyah Andalusia karena keduanya memiliki musuh yang sama, yaitu Dinasti Abbasiyah. Persekutuan terjadi antara Dinasti Idrisiyah dan Dinasti Aghlabiyah tidak terlepas faktor ingin mempertahankan sekte dan teritorial mereka dari musuh-musuh yang ingin merebutnya.
Walaupun pada kenyataannya berbeda sekte, tetapi karena target musuh yang sama; keduanya bekerjasama untuk mempertahankan kedaulatan wilayah di Afrika Utara. Hal ini tidak terlepas juga saat peristiwa pelarian Idris bin Abdullah (pendiri Idrisiyah) dari serangan massal Dinasti Abbasiyah melarikan diri hingga ke Mesir dan mendapat keamaman di sana
Kemudian lagi, hal yang berbeda dengan Dinasti Idrisiyah yang notabenenya memusuhi kekuasaan Abbasiyah, Ibrahim bin Aghlab berhasil menghentikan Dinasti Idrisiyah bukan dengan jalur pertempuran, tetapi melalui perundingan beberapa kali dilaksanakan dengan usulan agar gencatan senjata dan kesepekatan damai. Akibat tanpa ada serangan dari Dinasti Idrisiyah, sehingga membuat Dinasti Aghlabiyah bisa menjadi lebih fokus untuk meluaskan wilayah kekuasaanya ke Sicilia dan Italia Selatan atas sokongan dari Dinasti Abbasiyah.
***
Kedua, persekutuan antara Dinasti Rustamiyah dan Umayyah Andalusia. Dinasti Rustamiyah berdiri pada abad VII, diisi oleh mayoritas masyarakat Barbar Afrika Utara dan bersektekan Khawarij Ibadiyah. Dinasti Rustamiyah dipimpin oleh Abdurrahman bin Rustam di Tahart, al-Jazair tahun 761 M (Rofiq, 2016, hal. 415).
Dinasti Rustamiyah berlokasi dekat dengan Kota Aures, Tripolitania dan Tunisia Selatan. al-Yaqzan sebenarnya paling diharapkan untuk menjadi pemimpin Dinasti Rustamiyah menggantikan Aflah. Karena al-Yaqzan tidak berada di Tahert saat ayahnya meninggal dunia, maka terpilihlah Abu Bakar. Saat itu, posisi al-Yaqzan sedang berada dalam penjara di Baghdad, hingga setelah keluar dari penjara, ia kemudian menjadi pengganti Abdurrahman bin Rustam.
Jasa terpenting disumbangkan al-Yaqzan adalah menciptakan stabilitas politik di Tahert setelah sempat terpecah sebelumnya. Berkat kepribadian dan kepiawaiannya dalam memimpin, kondisi Tahert kembali kondusif. Ia mempunyai sifat mulia mirip dengan ‘Abd al-Rahman Rustam. Ia merupakan sosok zuhud dan ahli ibadah. Ia berhasil menyemarakkan kehidupan intelektual dan bahkan bertoleransi terhadap para penganut sekte-sekte lain yang hidup damai di Tahert
Pada masa kepemimpinannya, banyak ulama dari berbagai mazhab keagamaan bermunculan dari kalangan Ibadiyah maupun non-Ibadiyah. Ulama-ulama tersebut seperti ‘Isa bin Firnas, Mahmud bin Bakr, ‘Abd Allah bin al-Lamti, dan Abu ‘Ubaydah al-A‘raj. Kepemimpinannya berjalan dengan baik selama empat puluh tahun sampai tahun 281 H (894 M) ketika ia meninggal.
Sementara itu, pada masa kepemimpinan Abu Hatim terjadi malapetaka besar dialami Dinasti Rustamiyah, yakni kekalahan Rustamiyah pada tahun 283 H (896 M) dalam Perang Manu di Jabal Nafusah ketika berhadapan dengan Dinasti Aghlabiyah dipimpin oleh Ibrahim bin Aghlab. Ibrahim saat itu melewati Jabal Nafusah dan melakukan banyak tindakan pembunuhan selama perjalanan.
***
Masyarakat Syiah, Mu‘tazilah, dan Sufriyah turut menikmati kebebasan beragama di wilayah Rustamiyah tersebut pada kenyataannya malahan ikut serta dalam penggulingan Dinasti Rustamiyah. Dinasti ini bersekutu dengan Dinasti Umayyah Andalusia karena terancam oleh Dinasti Idrisiyah (Syi’ah) di bagian barat dan Dinasti Aghlabiyah (Sunni) di bagian Timur. Karena dari sisi ekonomi, perdagangan Dinasti Umayyah Andalusia mengalami perluasan dan maju pesat setelah angkatan lautnya menguasai Laut Tengah bagian Timur.
Permusuhan Dinasti Umayyah Andalusia memang sudah terjadi kepada Dinasti Abbasiyah ketika utusannya diperintahkan untuk membunuh Abdurrahman Ad-Dakhil terbunuh oleh Abdurrahman Ad-Dakhil sendiri.
Sedangkan dari sisi Dinasti Rustamiyah mendapatkan serangan dari Dinasti Aghlabiyah hingga sultan mereka terbunuh (Abu al-Hatim) dan kekalahan telak Dinasti Rustamiyah kepada Dinasti Aghlabiyah saat Perang Manu di Nafusah, sehingga mengharuskan mereka mencari sekutu agar teritorial politik mereka tetap bertahan lama.
Dinasti Umayyah Andalusia yang memiliki kesamaan “visi-misi kebencian” terhadap Dinasti Abbasiyah adalah jawaban dari pencarian sekutu bagi Dinasti Rustamiyah.
Editor: Yahya FR