“Sahabat Nabi” istilah tersebut mungkin sudah tidak asing lagi bagi seluruh umat Islam. Terutama pada tempat pengajian-pengajian, majelis taklim, dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan hadis. Dalam ilmu hadis, istilah “Sahabat” didefinisikan sebagai setiap orang muslim yang pernah bertemu dan melihat Nabi dan meninggal juga dalam keadaan muslim (Ridwan, 2020:113).
Hampir seluruh sahabat Nabi memiliki peran besar dalam perkembangan agama Islam pada masa awal agama Islam muncul. Termasuk dari segi kelimuan yang menjadi titik awal kebangkitan umat muslim pada saat itu. Salah satunya ialah sahabat Ibnu ‘Abbas yang memiliki peran besar dalam perkembangan Islam pada saat itu, sehingga beliau dijuluki sebagai “Tinta Umat”.
Ibnu ‘Abbas Sang Tinta Umat
Nama lengkap Ibbnu ‘Abbas ialah, ‘Abdullah bin ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib bin Hasyim lahir di Makkah tiga tahun sebelum hijrah. Ayahnya adalah ‘Abbas, paman Rasulullah, sedangkan ibunya bernama Lubabah binti Harits yang dijuluki Ummu Fadhl yaitu saudara dari Maimunah, istri Rasulullah. Beliau dikenal dengan nama Ibnu ‘Abbas (Muhammad Khalid, 2017:289).
Ia adalah salah satu dari empat orang pemuda bernama ‘Abdullah yang mereka semua diberi julukan ‘Abdillah. Mereka termasuk diantara tiga puluh orang yang menghafal dan menguasai al-Qur’an pada saat penaklukkan Kota Makkah. al-‘Abadillah juga merupakan bagian dari lingkar ‘ulama yang dipercaya oleh kaum muslimin untuk memberikan fatwa pada waktu itu.
Ibnu ‘Abbas senantiasa mengiringi Nabi. Beliau menyiapkan air untuk wudhu Nabi. Ketika shalat, beliau berjama’ah bersama Nabi. Apabila Nabi melakukan perjalanan, beliau turut pergi bersama Nabi. Beliau juga kerap menhadiri majelis-majelis Nabi. beliau banyak mengingat dan mengambil pelajaran dari setiap perkataan dan perbuatan Nabi.
Pernah satu hari Nabi memanggil ‘Abdullah bin ‘Abbas yang sedang merangkak-rangkak di atas tanah, menepuk-nepuk bahunya dan mendoakannya, “Ya Allah, jadikanlah Ia seorang yang mendapat pemahaman mendalam mengenai agama Islam dan berilah kefahaman kepadanya di dalam ilmu tafsir.”
“Tinta Umat” Julukan ini memang layak beliau dapatkan karena kejeniusan otak, kecerdasan hati dan keluasan pengetahuannya. Tak hanya itu, ia juga dikenal dengan gelar Turjuman Al-Qur’an (penafsir Al-Qur’an), Habrul Ummah (guru umat), dan Ra’isul Mufassirin (pemimpin para mufassir).
Kecintaan Ibnu ‘Abbas Terhadap Ilmu
Pada saat usianya baru menginjak 15 atau 16 tahun ketika Nabi wafat. Pengajarannya terhadap ilmu tidaklah usai. Beliau berusaha menemui sahabat-sahabat yang telah lama mengenal Nabi demi mempelajari apa-apa yang telah Nabi ajarkan kepada mereka semua.
Dengan kesungguhannya mencari ilmu, baik di masa hidup Nabi maupun setelah Nabi wafat, Ibnu ‘Abbas memperolah kebijaksanaan yang melebihi usianya. Karena kedalaman pengetahuan dan kedewasaannya, ‘Umar bin Khaththab menyebutnya pemuda yang tua (matang). Khalifah ‘Umar sering melibatkannya ke dalam pemecahan permasalahan-permasalahan penting negara.
Saat ditanya, “Bagaimana Anda mendapatkan ilmu ini?” Ibnu ‘Abbas menjawab, “Dengan lisan yang gemar bertanya dan akal yang suka berpikir.” Ibnu `Abbas membuka rumahnya sebagai majelis ilmu yang setiap hari penuh oleh orang-orang yang ingin menimba ilmu padanya. Hari-hari dijatah untuk membahas Al-Qur’an, fiqh, halal-haram, hukum waris, ilmu bahasa, syair, sejarah, dan lain-lain
‘Abdullah bin Abbas meriwayatkan sekitar 1.660 hadits. Dia sahabat kelima yang paling banyak meriwayatkan hadist sesudah ‘Aisyah. Beliau juga aktif menyambut jihad di Perang Hunain, Tha’if, Fathu Makkah dan Haji Wada`. Selepas masa Rasul, Ia juga menyaksikan penaklukkan Afrika bersama Ibnu Abu As-Sarah, Perang Jamal dan Perang Shiffin bersama ‘Ali bin Abi Thalib (Muhammad Khalid, 2017:292)
Pada akhir masa hidupnya, Ibnu `Abbas mengalami kebutaan. Beliau menetap di Tha`if hingga wafat pada tahun 68H di usia 71 tahun. Demikianlah, Ibnu `Abbas memiliki kekayaan besar berupa ilmu pengetahuan serta akhlaq `ulama.
Penilaian Para Sahabat
Dikarenakan kecerdasan serta kedalaman ilmu Ibnu ‘Abbas banyak dari sahabat yang memberikan penilaian kepada beliau, diantaranya adalah:
- ‘Umar pernah berkata, “Sebaik-baik tafsir Al-Qur’an ialah dari Ibnu ‘Abbas. Apabila umurku masih lanjut, aku akan selalu bergaul dengan ‘Abdullah bin ‘Abbas.”
- Sa’ad bin Abi Waqqas menerangkan, “Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih cepat dalam memahami sesuatu, yang lebih berilmu dan lebih bijaksana daripada Ibnu ‘Abbas.”
- ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin Utsbah berkata, “Tak pernah aku melihat seseorang yang lebih mengerti tentang hadits Nabi serta keputusan-keputusan yang dibuat Abu Bakar, ‘Umar, dan ‘Utsman, daripada Ibnu ‘Abbas.”
Ia tidak hanya dikenal karena pemikiran yang tajam dan ingatan yang kuat, tapi juga dikenal murah hati. Teman-temannya berujar, “Kami tidak pernah melihat sebuah rumah penuh dengan makanannya, minumannya, dan ilmunya yang melebihi rumah Ibnu `Abbas.”
Editor: Yahya FR