Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan ibadah haji adalah masalah dam. Dam menurut bahasa berarti darah. Menurut istilah, dam berarti mengalirkan darah dengan menyembelih unta, sapi, atau kambing di tanah haram dalam rangka memenuhi ketentuan manasik haji.
Banyak pihak yang bertanya, apakah pelaksanaan dam itu seperti pelaksanaan kurban biasa, ataukah dia memiliki ketentuan lain? Pada dasarnya, setiap bentuk pelaksanaan maupun jenis pelanggaran dalam haji dikenakan denda sesuai dengan jenis pelanggarannya. Denda berlaku setelah satu jenis pelanggaran terjadi. Dam merupakan sebuah denda karena seseorang yang sedang menjalankan ibadah haji melakukan “pelanggaran”.
Jenis-Jenis Dam
Ada tiga jenis dam dalam manasik haji. Pertama, Dam Nusuk. Dam jenis ini dikenakan kepada jamaah haji yang mengerjakan haji tamattu’ atau qiran. Jadi, jenis dam ini bukan karena seseorang melakukan kesalahan.
Seseorang yang melaksanakan haji tamattu’ atau qiran wajib membayar dam dengan menyembelih seekor kambing. Bila tidak sanggup melakukannya, dia wajib menggantinya dengan berpuasa sepuluh hari dengan ketentuan tiga hari dilakukan selama dia beribadah haji di Mekkah dan tujuh hari sisanya dilakukan sesudah kembali ke tanah air.
Bila tidak mampu berpuasa tiga hari semasa haji di Tanah Suci, dia harus melaksanakan puasa sepuluh hari di Tanah Air, dengan ketentuan tiga hari pertama dilakukan sebagai pengganti kewajiban berpuasa tiga hari pada waktu melaksanakan haji di Makkah, kemudian ia membuat jeda minimal empat hari, untuk kemudian berpuasa lagi tujuh hari sisanya sebagai kewajiban setelah tiba di Tanah Air.
Kedua, Dam Isa’ah. Ini adalah dam yang dikenakan pada orang yang melanggar aturan atau melakukan kesalahan karena meninggalkan salah satu wajib haji atau wajib umrah. Berbagai pelanggaran atau kesalahan yang menyebabkan seseorang terkena dam isa’ah adalah sebagai berikut:
a. Tidak berihram/niat dari miqat
b. Tidak melakukan mabit di Muzdalifah
c. Tidak melakukan mabit di Mina
d. Tidak melontar jumrah.
e. Tidak melakukan thawaf wada’
Apabila melanggar salah satu wajib haji di atas, seseorang dikenakan dam dengan menyembelih seekor kambing.
Tiga, Dam Kifarat. Ini adalah dam yang dikenakan pada seseorang karena ia mengerjakan sesuatu yang diharamkan selama ihram. Berbagai larangan ihram yang menyebabkan seseorang terkena dam kifarat adalah sebagai berikut: mencukur rambut, memotong kuku, memakai wangi-wangian, memakai pakaian biasa bagi laki-laki; menutup muka serta memakai sarung tangan bagi perempuan.
***
Sebagai sanksinya, dari setiap jenis pelanggaran di atas boleh memilih membayar dam seekor kambing; atau membayar fidyah, yaitu bersedekah kepada enam orang miskin masing-masing sebanyak satu setengah kilo gram makanan pokok; atau menjalankan puasa tiga hari.
Sementara, melanggar larangan ihram berupa membunuh hewan buruan memiliki sanksi yang berbeda, yaitu menyembelih ternak yang sebanding dengan hewan yang dibunuh. Jika tidak sanggup membayar dam tersebut, dia wajib membayarnya dengan makanan pokok seharga binatang tersebut.
Bila benar-benar tidak mampu, dia harus menggantinya dengan puasa dengan perhitungan sebagai berikut: Harga binatang tersebut ditukar dengan makanan pokok. Setiap hari puasa dinilai sama dengan tiga per empat kilogram makanan pokok. Oleh karena itu, jumlah hari puasa orang tersebut adalah jumlah total makanan pokok dibagi tiga per empat kilo gram.
Jika melanggar larangan ihram berupa bersetubuh dengan istri atau suami, baik sebelum maupun sesudah tahallul awwal. Apabila bersetubuh dengan istri atau suami dilakukan sebelum tahallul awal, maka hajinya batal.
Orang tersebut diwajibkan menyelesaikan hajinya dengan tetap berlaku larangan ihram, wajib mengulang haji tahun berikutnya secara terpisah, serta harus membayar kifarat seekor unta.
Apabila bersetubuh dengan istri atau suami dilakukan setelah tahallul awal, hajinya tidak batal dan harus membayar kifarat seekor unta. Pendapat lain mengatakan, dam yang harus dia tebus hanya seekor kambing
Bila tidak sanggup, dia harus menggantinya dengan menyembelih seekor sapi. Bila tidak mampu, dia menggantinya dengan menyembelih tujuh ekor kambing. Bila tidak mampu juga, dia harus menggantinya dengan memberi makan seharga unta kepada fakir miskin di tanah haram. Kalau tidak mampu juga, dia harus berpuasa dengan hitungan satu hari untuk setiap mud dari harga unta.
Pengaturan Pembayaran Dam oleh Pemerintah Arab Saudi
Di tahun 2022 ini, Pemerintah Arab Saudi mengatur pembayaran dam. Jamaah haji yang terkena dam, dia membayar dengan menyetorkan sejumlah uang ke bank yang telah ditunjuk pemerintah Arab Saudi sesuai harga hewan yang hendak dipotong.
Aturan ini dimunculkan untuk memberi jaminan akuntablitas sehingga jamaah terhindar dari penipuan. Di sini jamaah mendapatkan jaminan keamanan dari risiko bisnis tak wajar dan penipuan.
Pemerintah Arab Saudi melalui Motowifs Pilgrims for South East Asian Countries Company mengeluarkan surat Petunjuk Dam dan Kurban Tahun 1443 H yang ditujukan kepada Perwakilan Misi Haji Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand. Di dalamnya dinyatakan bahwa dam dan kurban dilakukan melalui salah satu saluran: Bank Pembangunan Islam (IsDB); Bank Al Rajhi; Pos Saudi; dan Situs (ADAHI).
Mekanisme ini juga memberi jaminan kelayakan binatang karena ada lajnah thibbi, yang bertugas menyeleksi binatang yang memenuhi syarat untuk di jadikan kurban.
Terdapat juga lajnah syar’i/fiqhi yang bertugas mengawasi dan memastikan keabsahan penyembelihan, distribusi, dan lainnya sehingga sesuai dengan aturan.
Karena aspek distribusi juga diatur, maka ketepatan target sasaran lebih terjamin. Dengan pengaturan yang tepat dalam hal distribusi, hewan kurban akan bisa menumbuhkan solidaritas sosial dan menciptakan kemaslahatan yang lebih luas.
Pemerintah Arab Saudi mengingatkan agar jamaah tidak bertransaksi dengan calo dan penjaja/pedagang. Jamaah juga dihimbau tidak membeli kupon dari situs web yang mencurigakan.
Untuk memastikan akuntabilitas ini, dimungkinkan satu atau dua aorang perwakilan jamaah untuk pergi ke tempat penyembelihan untuk menyaksikan penyembelihan hewan kurban.
Editor: Yahya FR