Perspektif

Dulu Jihad Berperang Sekarang Jihad Berdamai

2 Mins read

Jika kita berbicara tentang kata apa yang sering dizalimi secara pemaknaan, maka kata tersebut adalah jihad. Kerigidan dan kesempitan sebagian kalangan umat Islam dalam memaknai kata ini tak jarang menimbulkan berbagai macam tragedi kemanusiaan.

Jihad selama ini sering dipersepsikan sebagai perang. Padahal faktanya, jihad memiliki banyak makna. Persepsi itulah yang menjadi kiblat Amrozi, Imam Samudra, dkk hingga menginspirasi mereka meledakkan bom di Bali. Mereka hanya memaknai jihad sebagai qital atau perang; memerangi orang-orang kafir sebagai jalan satu-satunya menegakkan ajaran agama Islam.

Saking identiknya makna jihad dengan peperangan, Azyumardi Azra mengatakan bahwa kalangan ahli dan pengamat Barat pun punya citra yang paten ketika mendengar kata jihad itu sendiri. Yaitu laskar muslim yang menyerbu ke berbagai wilayah di Timur Tengah atau tempat-tempat lainnya; melakukan paksaan kepada orang-orang non-muslim untuk memeluk Islam.

Begitu melekatnya citra ini, sehingga fakta dan argumen apapun dari pihak muslim untuk menetralisir makna jihad yang terlanjur peyoratif, susah diterima oleh masyarakat Barat.

Ragam Makna Jihad

Dari segi bahasa, jihad memiliki makna berjuang atau perjuangan yang dilakukan sungguh-sungguh. Kata jihad berasal dari bahasa Arab. Ia merupakan shigat (bentuk) mashdar dari  جهد-يجهد-جهدا- و جهادا. Kata ini dengan berbagai macam turunannya, terulang sebanyak 41 kali. 8 kali dalam Makkiyahdan 33 kali dalam ayat-ayat Madaniyah.

Ibnu Mandzur dalam Kamus Lisanul ‘Arab memaparkan beberapa makna juhd atau jahd (akar kata jihad) di antaranya; kekuatan, kekuasaan, atau kesanggupan. Dari pemaknaan secara bahasa ini, kita tidak menemukan makna jihad yang identik dengan perang.

Lalu, dari makna terminologisnya, Hamim Ilyas membaginya menjadi 3 pengertian pokok yang tercatat dalam kamus-kamus istilah Islam;

  1. Qital al-‘aduww al-kafir atau berperang menghadapi musuh-musuh kafir (Muhammad Rawwas Qal’ahaji, 1985: 168), istifragh al-wus’ mudafa’ah al-‘aduww atau mendayagunakan seluruh kemampuan secara maksimal dalam perlawanan melawan musuh (al-Ashfahani, t.t: 99).
  2. Ad-du’a ila ad-din al-haqq atau dakwah mengajak mengikuti agama yang benar (kamus istilah Islam umum [al-Jurjani, 2009: 84]).
Baca Juga  Jejak Kekuasaan Kehakiman dalam Hadis Muadz bin Jabal

Dari dua poin di atas, kita mengetahui bahwa ada keragaman makna jihad dari sisi terminologis. Ragam pemaknaan tersebut tak lepas dari latarbelakang pemberi makna jihad. Apabila yang terbesit dalam pikiran kita hanyalah peperangan dan penyerbuan saat mendengar kata jihad, artinya referensi yang kita jangkau selama ini hanyalah seputar itu tadi, tidak ada alternatif pemaknaan lain.

Sayangnya, kesempitan pemaknaan itu dianggap sebagai sesuatu yang final dan diimani sebagai sebuah ajaran keagamaan yang harus dipraktikkan. Maka tak heran jika aksi terorisme dianggap sebagai aktualisasi keimanan seseorang karena memang dianggap sebagai bagian dari agama.

Dari Jihad Berperang Menuju Jihad Perdamaian

Secara garis besar, peperangan yang dibolehkan dalam Al-Qur’an adalah perang dalam rangka mempertahankan diri (defensif). Artinya, umat Islam dibolehkan untuk berperang jika ada pihak lain menyerang terlebih dahulu, bukan kita yang memulainya. Keterangan ini terekam pada QS. Al-Hajj: 39

اُذِنَ لِلَّذِيْنَ يُقَاتَلُوْنَ بِاَنَّهُمْ ظُلِمُوْاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ عَلٰى نَصْرِهِمْ لَقَدِيْرٌ ۙ

Diizinkan (berperang) kepada orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dizalimi. Dan sung-guh, Allah Mahakuasa menolong mereka.

Upaya mempertahankan diri dari serangan musuh adalah sebuah kemuliaan. Ini adalah sebentuk rasa syukur kita atas nyawa yang sudah diberikan oleh Allah Swt. Kalangan yang berbuat kisruh dengan mencoba menghilangkan nyawa sesamanya artinya bertentangan dengan prinsip perdamaian sebagai visi utama kehadiran Islam, rahmatan lil ‘alamin (Al-Anbiya: 107).

Umat Islam yang hidup hari ini, terutama yang ada di Indonesia, relatif hidup damai dan tidak ada ancaman persekusi dan penyerangan dari pihak manapun. Mereka sudah bebas untuk beribadah dan menjalankan kehidupan sehari-hari dengan tenang.

Keadaan tenang seperti ini harus terus dijaga dan dipertahankan sekuat mungkin karena sudah sejalan dengan visi Islam yaitu membawa rahmat bagi seluruh kehidupan manusia, termasuk di dalamnya keadaan hidup yang damai.

Baca Juga  Membela Jokowi sebagai Sebuah Nilai

Maka, jihad umat Islam sekarang adalah bagaimana kita bisa menebar benih-benih damai seluas mungkin. Bukan malah melibatkan diri dalam aksi-aksi teror atas nama agama. Sudah tidak zaman lagi.

Jihad kita hari ini adalah bagaimana para teoris, apalagi yang mengatasnamakan agama Islam, bisa bertobat dan menjalankan ajaran Islam yang damai. Bagaimana kita hari ini menjalin dialog yang sehat dengan orang yang berbeda keimanan dengan kita dan saling berkolaborasi dalam aksi-aski kemanusiaan yang positif.

Artikel ini diproduksi atas kerjasama antara IBTimes dan INFID dalam program Kampanye Narasi Islam Moderat kepada Generasi Milenial.

Yahya Fathur Rozy
39 posts

About author
Researcher | Writer | Project Manager
Articles
Related posts
Perspektif

Etika di Persimpangan Jalan Kemanusiaan

1 Mins read
Manusia dalam menjalankan kehidupannya mengharuskan dirinya untuk berfikir dan memutuskan sesuatu. Lalu Keputusan itulah yang nanti akan mengantarkan diri manusia ke dalam…
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds