Review

Burung-Burung Manyar: Kisah Nasionalisme Orang-orang yang Gagal

3 Mins read

Tanah air ada di sana, di mana ada cinta dan kedekatan hati, di mana tidak ada manusia menginjak manusia lain.”(Burung-Burung Manyar, hlm. 284)

Berbicara mengenai Indonesia zaman revolusi, kita cenderung melihatnya dari kacamata pro-republik. Jarang sekali kita membicarakan hal ini dari sisi lain, yakni dari sisi mereka yang anti-republik, mereka yang mendukung langgengnya pemerintahan Hindia-Belanda.

Seorang Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, akrab disapa Romo Mangun, menjadi salah satu sosok yang berani mengangkat revolusi Indonesia dari pihak pro-Belanda. Pandangan tersebut ia tuangkan dalam sebuah roman, sekaligus menjadi magnum opus-nya, yakni Burung-Burung Manyar.

Roman Burung-Burung Manyar mengambil latar pra kemerdekaan dan pasca kemerdekaan. Ia dibagi-dibagi menjadi tiga bagian, yakni periode 1934-1944, periode 1945-1950, dan periode 1968-1978.

Tokoh utama dalam novel ini adalah Setadewa alias Teto. Ia adalah seorang tentara KNIL, putra Kapten KNIL yang bernama Brajabasuki. Ibu Teto bernama Marice, seorang perempuan Belanda totok.

Teto menaruh hati pada seorang perempuan bernama Larasati atau Atik, anak perempuan keluarga Antana, yang sudah dikenalnya sejak masa kanak-kanak. Tidak seperti anak perempuan pada umumnya, Atik memiliki watak pemberani dan sedikit maskulin.

Dalam perjalanannya, Teto dan Atik menempuh jalan yang berbeda. Teto yang merupakan tentara KNIL, sudah barang tentu mendukung kekuasaan Belanda atas Indonesia. Ia menaruh kebencian kepada Sukarno-Hatta, yang dianggapnya membungkuk kepada Jepang. Mereka dianggap sebagai dalang tertangkapnya Brajabasuki, dan menjadikan Marice sebagai gundik.

Bagi Teto, orang-orang Indonesia masih “belum matang untuk merdeka,” sehingga berbagai suara kemerdekaan merupakan “omong kosong (dan) slogan belaka yang menipu.” (hlm. 69-70). Baginya, orang Indonesia tidak akan lebih merdeka “di bawah Merah Putih Republik,” dibandingkan di bawah “mahkota Belanda” (hlm. 70).

Baca Juga  Post-Puritanisme: Pemikiran Gerakan Islam Modernis 1995-2015

Di sisi lain, Atik tumbuh sebagai seorang nasionalis, dan menaruh antipati terhadap Belanda. Semangat kontra-Belanda tersebut semakin membara dalam jiwanya setelah ayahnya terbunuh oleh tembakan pesawat Belanda.

Persimpangan jalan antara Teto dan Atik membuat keduanya tidak dapat bersatu. Mereka tetap teguh untuk membela pilihannya masing-masing: Teto di pihak Belanda, dan Atik di pihak Republik. Meski begitu, keduanya sama-sama saling mencintai dan masih berhubungan baik.

Kelak, setelah zaman revolusi berakhir dan Indonesia merdeka, Teto menjadi seorang ahli komputer dan manajer produksi Pacific Oil Weels Company. Di sisi lain, Atik sendiri sudah menikah dengan seorang pria bernama Janakatamsi, Dekan Fakultas Geologi di salah satu universitas swasta di Jakarta.

Teto masih melajang sampai usia tuanya. Ia masih tetap menaruh hati pada Atik, walau ia tahu itu hanyalah impian yang tak akan pernah tercapai. Ia mengubur impian tersebut, sama seperti impiannya yang ingin tetap berada di bawah bendera Merah-Putih-Biru.

Memang malang nasib si Teto. Ia gagal dan tak akan pernah memiliki Atik. Ia juga merasa terasing dan menjadi pengkhianat di negerinya sendiri, karena dulu ia berada di pihak Belanda.

Membaca Burung-Burung Manyar, membuat saya merenung dan bertanya-tanya, apakah yang dikatakan Teto memang benar, bahwa bangsa kita belum matang untuk merdeka? Apakah bangsa kita akan lebih sejahtera di bawah kekuasaan Belanda?

Kini, setelah hampir 80 tahun Indonesia merdeka, bangsa kita masih jauh dari kata sejahtera. Angka kemiskinan masih tinggi, korupsi merajalela, dan mayoritas masyarakatnya berpendidikan rendah. Barangkali, Teto ada benarnya juga.

Alur cerita dalam roman ini sukses mengaduk-aduk emosi pembaca. Di satu sisi, Romo Mangun membuat kita tertawa dengan humor yang nakal dan berbau erotis. Namun, di sisi lain, ia membuat kita tenggelam pada kesedihan dari kisah setiap tokohnya yang mengalami nasib getir dan tragis.

Baca Juga  Ketika Agama Jadi Bencana Kemanusiaan

Berbeda dari karya fiksi lainnya, yang terkesan mendramatisasi dan meromantisasi kehidupan, Romo Mangun menyajikan alur cerita secara apa adanya. Ia menyajikan kisah yang memang sesuai dengan realita kehidupan yang absurd, penuh kegagalan, dan penderitaan. Pembaca akan terhanyut dalam alur ceritanya, dan dapat merasakan apa yang dialami oleh tokoh-tokohnya yang senantiasa menghadapi pergolakan batin.

Romo Mangun menyajikan roman ini dengan bahasa yang renyah dan gurih. Dengan disertai topping berupa kosakata lokal dan asing, membuatnya tersaji secara sempurna. Meski, bagi sebagian orang, bahasa yang dipilih Romo Mangun terkesan kaku untuk sebuah karya fiksi.

Secara keseluruhan, roman Burung-Burung Manyar wajib ada di antara deretan buku yang terpampang di rak buku Anda. Ia cocok dibaca oleh mereka yang tertarik pada fiksi sejarah, dan ingin melihat revolusi Indonesia dari perspektif yang berbeda.

Judul Buku: Burung-Burung Manyar

Penulis: Y.B. Mangunwijaya

Penerbit: Penerbit Buku Kompas

Tahun Terbit: 2014

Tebal: x + 406

ISBN: 978-979-709-842-1

Editor: Soleh

Indra Nanda Awalludin
9 posts

About author
Penulis lepas dan peminat kajian sejarah dan filsafat
Articles
Related posts
Review

Ketika Agama Tak Berdaya di Hadapan Kapitalisme

4 Mins read
Globalisasi merupakan revolusi terbesar dalam sejarah kehidupan manusia. Dalam buku berjudul Beragama dalam Belenggu Kapitalisme karya Fachrizal A. Halim dijelaskan bahwa globalisasi…
Review

Kitab An-Naja, Warisan Filsafat Ibnu Sina

4 Mins read
Kitab An-Naja adalah salah satu karya penting dalam filsafat Islam yang berisi tentang gagasan besar seorang filsuf bernama Ibnu Sina, yang juga…
Review

Kitab Al-Fasl Ibnu Hazm: Mahakarya Filologi Intelektual Islam Klasik

3 Mins read
Ibnu Hazm (994–1064 M), seorang cendekiawan Andalusia, dikenal sebagai salah satu pemikir paling produktif dan brilian dalam sejarah intelektual Islam. Karya-karyanya mencakup…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds