Inspiring

Nidhal Guessoum, Titisan Ibnu Rusyd di Dunia Kontemporer

4 Mins read

Nidhal Guessoum seorang fisikawan berhasil membangun jembatan (rekonsiliasi epistemic) antara tradisi Islam dan sains modern. Nidhal Guessoum lahir tanggal 6 September 1960 di Aljazair. Ayahnya guru besar filsafat di Universitas Aljazair sekaligus seorang hafiz, lulusan dua universitas terkemuka dunia, yaitu Universitas Sorbone, Paris dan Universitas Kairo, Mesir. Ibunya  pecinta santra yang bergelar Master dalam bidang sastra Arab (Guessoum 2011, xxiii).

Pendidikan dasar dan menengah Nidhal dijalani di Lycée Amara Rachid School, di Aljazair, yang menggunakan bahasa Arab dan Prancis sebagai bahasa pengantarnya.  Pendidikan tingkat sarjana di Universitas Sains dan Teknologi Algeria, Aljazair, program Fisika Teoritis, lulus tahun 1982, dengan predikat lulusan terbaik. Pendidikan tingkat Master dan Doktor ditempuh di Universitas California, USA. Lulus Master bidang Fisika tahun 1984, dan selesai Doktor tahun 1988 dengan disertasi berjudul Thermonuclear Reactions of Light Nuclei in Astrophysical Plasmas (Curriculum Vitae, April 2012).

Selesai Doktor, Nidhal langsung mengambil program post-doctoral di pusat penelitian NASA, USA, tahun 1988-1990, di bawah bimbingan langsung Prof. Reuven Ramaty (1937-2001). Reuven Ramaty sendiri adalah tokoh di NASA, ahli bidang astronomi sinar gamma, astrofisika nuklir, dan  sinar kosmik.

***

Selesai post-doctoral, Guessoum pulang ke Aljazair dan menjadi dosen di Universitas Blida, Aljazair, tahun 1990-1994. Tahun 1994-2000, ia pindah ke Kuwait dan menjadi Asisten Profesor di College of Technological Studies, Kuwait. Tahun 2000, Nidhal pindah ke Uni Emirat Arab (UEA) dan menjadi Profesor penuh (tahun 2008) di American University of Sarjah (UAS), pada Jurusan Fisika, Fakultas Art and Science.

Nidhal Goessoum menghasilkan banyak karya tulis, baik berupa buku, proseeding seminar, hasil penelitian maupun jurnal internasional. Untuk buku yang populer di Indonesia, yaitu Islam’s Quantum Question Reconciling Muslim Tradition and Modern Science (2011) yang diterbitkan Mizan, Bandung, dengan judul Islam dan Sains Modern: Bagaimana Mempertemukan Islam dan Sains Modern (2015).

Baca Juga  At-Thabaqat al-Kubra Karya Ibnu Sa’d: Rujukan Historiografi Islam Awal

Karya-karya yang lain: (1) Islam Big Bag ed Darwin: Les Quetions Qui Fachent; (2) Islam et Science: Comment Consilier Le Corant et La Science Moderne; (3) Islam’s Quantum Question; (4). Reconcilier l’Islam et La Science Moderne ; (5) Isbāt al-Shuhūr al-Hilāliyah wa Mushkilah al-Tawqīti al- Islāmi; (6) Qiṣṣah al-Kawni ; (7) Applications of Astronomical Calculations to Islamic Issues. Nidhal Guessoum, “Science, Education, Philosophy, and More”.

Pertanyaan Quantum Alquran dan Sains

Pada akhir 1990-an, Guessoum baru mulai menekuni bidang sains, agama dan filsafat. Pertama-tama, Nidhal menjelajahi secara sistematis sains, agama, dan filsafat Barat. Karenanya, ia pun membaca berbagai karya penting dari Barbour, Peacockem Polkinghorne, Ruse, dan lain-lain. Nidhal juga tidak melupakan filsafat Islam, dari Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd sampai Iqbal dan Nasr (Guessoum, 2011: 27).

Pertanyaan besar Guessoum berangkat dari mengapa posisi dan pengaruh Alquran yang luar biasa dalam kehidupan dan pemikiran umat Islam? Guessoum melanjutkan dengan pertanyaan bahwa mengapa wacana seputar sains dan agama (serta isu-isu sosial dan politik) dalam umat muslim sering kali diwarnai referensi Alquran?

Wacana logis yang berkembang dalam sains dan Islam sering kali diterima dengan baik oleh kaum awam dan elite muslim, karena Alquran mampu menyerap ide-ide tersebut, jika memang tidak sepenuhnya kompatibel (antara Alquran dan sains). Hal tersebut dapat dicapai dengan pendekatan tafsir yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam tradisi Islam.

***

Selanjutnya, gagasan kedua dari yang utama, bahwa Alquran berulang-kali merangsang perhatian terhadap “fenomena fisik” dunia yang secara umum bisa diprediksi. Di sini “observasi ilmiah, pengetahuan eksperimental, dan rasionalitas” sebagai “instrumen utama dalam melaksanakan misi (manusia) di dunia”, yakni “khalifah”. Dengan kata lain, Alquran telah menuntut lahirnya “kecerdasan induktif”, supaya melahirkan generasi yang menguasai metode induktif untuk mengungkap hukum-hukum kealaman dan kemasyarakatan dengan pendekatan ilmiah. Akan tetapi Guessoum menyatakan betapa sains modern memang tidak mudah ditemukan dalam Alquran.

Baca Juga  Abdullah Thufail, Mubalig Pendiri Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA)

Adalah “meskipun Alquran memuat banyak perintah kepada manusia untuk mengamati dan merefleksikan fenomena alam serta hubungannya dengan Sang Pencipta, tetapi banyak orang yang masih kesulitan saat menghubungkan konsep sains (modern) dengan wacana Alquran.

***

Di sini, Guoessoum menolak perspektif ekstrim klaim seputar pengetahuan ilmiah (mukjizat ilmiah) dalam Alquran. Singkatnya, Alquran bukan kitab ensiklopedi berbagai sains, ketidakmungkinan pertentangan antara firman Tuhan dan karya Tuhan harus dijunjung tinggi.

Selain berupaya meninjau perkembangan terbaru ilmuan Muslim dalam upaya menyingkap kebuntuan antara sains-agama-filsafat, juga dimaksudkan untuk menghadirkan prinsip-prinsip secara sistemetis. Untuk itu, langkah pertama yang dilakukan oleh Guessoum adalah membangun landasan terciptanya hubungan yang harmonis antara sains, agama, dan filsafat. Kemudian memberikan contoh bagaimana model Averroesian dapat diterapkan beberapa topik penting, seperti kosmologi, desain, evolusi, dan lain-lain.

Tiga Jalan Mendamaikan Islam dan Sains

Cara yang ditawarkan Nidhal Guessoum untuk rekonsiliasi agama dan sains didasarkan atas tiga prinsip, yaitu prinsip tidak bertentangan, penafsiran berlapis, dan falsifikatif teistik.

Pertama, Prinsip Tidak Bertentangan. Maksudnya prinsip ini adalah bahwa agama, filsafat, dan sains modern tidak akan pernah bertentangan satu sama lainnya karena ketiganya adalah “saudara sepersusuan” (bosom sisters) (Guessoum, 2011: 61). Prinsip ini didasarkan atas pandangan Ibn Rushd bahwa ajaran agama, filsafat, dan sains adalah selaras, tidak bertentangan.

Pada aspek sumber, bahwa agama, filsafat, dan sains adalah berasal dari sumber yang sama dan satu. Agama berasal wahyu, filsafat dari akal, dan sains dari alam. Wahyu adalah ayat qawliyah Tuhan, alam adalah ayat kawniyah Tuhan, dan akal adalah karunia Tuhan; segala sesuatu yang berasal dari sumber yang sama dan satu tidak mungkin saling bertentangan. Karena itu, hukum wahyu, hukum alam, dan prinsip akal pasti akan selaras, tidak akan bertentangan. (Ulul Albab, 2018).

Baca Juga  Al-Muhasibi: Cara Menghindari Riya’ dan ‘Ujub

Pada aspek tujuan. Meski bahasa yang digunakan berbeda, wilayah kajian bisa tidak sama, tetapi tujuan yang ingin dicapai adalah satu, yaitu bahwa masing-masing ingin mencapai kebenaran puncak, kebenaran tertinggi, yaitu Tuhan.

Pada aspek konten. Sangat banyak ayat Alquran yang memerintahkan manusia untuk berpikir kritis dan meneliti jagat raya. Berpikir kritis menghasilkan filsafat sedang meneliti jagat raya menghasilkan sains.

***

Kedua, Penafsiran Berlapis. Prinsip kedua dari pendekatan kuantum adalah penafsiran berlapis. Maksudnya, penafsiran terhadap ayat-ayat Alquran harus dilakukan secara berlapis, berjenjang, sesuai dengan tingkat penalaran seseorang. Sehingga tidak ada penafsiran tunggal. Penafsiran mengikuti tingkat penalaran manusia dan kondisi masyarakat. Keragaman pemahaman atas ayat-ayat Alquran inilah justru yang telah menjadi sumber kekayaan intelektual dalam sejarah keemasan Islam (Guessoum. 2011: 50).

Ketiga, Falsifikatif Teistik. Nidhal mengusulkan agar pengembangan sains modern harus didasarkan atas worldview teistik. Teisme bukan sekedar kepercayaan kepada Tuhan sebagai pencipta semesta, tetapi juga penopangnya, di mana tanpa-Nya keberadaan semesta menjadi mustahil terjadi. Tuhan senantiasa berinteraksi dengan semesta, tidak lepas darinya. Metode pengembangan sains modern harus didasarkan atas metode ilmiah yang ketat, yaitu falsifikasi, tetapi pada aspek metafisikanya didasarkan atas worldview teistik, sehingga gabungan keduanya menjadi falsifikatif-teistik.

Azaki Khoirudin
110 posts

About author
Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan
Articles
Related posts
Inspiring

Imam Al-Laits bin Saad, Ulama Besar Mesir Pencetus Mazhab Laitsy

3 Mins read
Di zaman sekarang, umat Islam Sunni mengenal bahwa ada 4 mazhab besar fiqh, yang dinisbahkan kepada 4 imam besar. Tetapi dalam sejarahnya,…
Inspiring

Ibnu Tumart, Sang Pendiri Al-Muwahhidun

4 Mins read
Wilayah Maghreb merupakan salah satu bagian Dar al-Islam (Dunia Islam) sejak era Kekhalifahan Umayyah. Kebanyakan orang mengenal nama-nama seperti Ibnu Rusyd, Ibnu…
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds