Inspiring

Abdul Kadir dan Fachrodin: Kisah Ramuan Obat dari Tembakau

4 Mins read
  • Djangan pertjaja.
  • Saudara-saudara boektikanlah rasanja
  • ROKOK TJAP MERAK.
  • Biroe dan soklat.
  • Terbikin dari tembaco Djawa dan ditjampoer dengan Woer obat Napas jang mandjoer, 1 Boengkoes terisi 15 bidji harga 5 cent.
  • Djika beli maoe didjoeal lagi harganja lebih moerah, bolih Beli di Kantoor M.M. Ataoe beli teroes di fabrik kami.
  • Jang menoenggoe pesenan

(Fachrodin, Adress: Kaoemansche Drukkerij, DJOKJA).

Lama sekali cari-cari informasi ini akhirnya ketemu juga. Kutipan di atas adalah iklan rokok “Tjap Merak” yang diproduksi oleh perusahaan rokok milik Haji Fachrodin di Kauman, Yogyakarta. Ketika menulis biografi Haji Fachrodin pada sekitar 10 tahun silam (2009), penulis mendapati sebuah informasi unik bahwa sosok murid KH Ahmad Dahlan ini adalah perokok berat.

Fachrodin yang dikenal sebagai aktivis pergerakan memiliki banyak perusahaan yang bergerak di bidang industri batik (batik handel), perhotelan (Hotel Al-Islam), percetakan (Kaoeman Drukkerij—mencetak surat kabarSrie Diponegorodan Bintang Islam), dan pabrik rokok. Pada waktu menulis biografi tokoh ini, sempat muncul pertanyaan: jenis rokok apa yang diproduksi dan apa merknya?

Nah, setelah 10 tahun berlalu, lewat temuan dokumen surat kabar Islam-Bergerakedisi 10 Juni 1917 (h. 2), terdapat sebuah kolom advertensi memuat produk rokok dari perusahaan milik Haji Fachrodin. Jenis rokok yang diproduksi adalah “kretek” (lihat diksi iklan “tembaco Djawa dan ditjampoer dengan Woer obat Napas”) dan merknya adalah “Merak” (Tjap Merak). Lantas, bagaimana hubungan antara Haji Abdul Kadir (tokoh Muhammadiyah Kudus), Haji Fachrodin (tokoh Muhammadiyah Kauman, Yogyakarta), dan kisah penemuan ramuan obat dari tembakau?

Haji Jamhari dan Tembakau

Sebuah sumber lisan (oral history) mengawali kisah Haji Jamhari. S. Margana (2014) merujuk sumber Parada Harahap menyebut tokoh dalam kisah ini bernama Jamhari. Tetapi menurut versi van de Rijden, tokoh yang sama disebut Jasmari. Kisahnya, pada sekitar akhir abad ke-19, seorang penduduk dari Kudus bernama Haji Jamhari atau Jasmari sering mengeluh sesak di dadanya. Konon ia menderita penyakit asma. Lalu atas inisiatif sendiri, Jamhari meracik obat sendiri menggunakan salah satu hasil pertanian yang sedang masyhur pada waktu itu, yaitu tembakau. Perlu diketahui, pada waktu itu tembakau adalah produk komoditi bernilai tinggi, bahkan diekspor ke Amerika Serikat (jenis tembakau virgin).

Baca Juga  Mengenang Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A.

Jamhari meracik obatnya sendiri dengan cara menggulung daun tembakau yang dicampur racikan cengkih. Ketika disulut api lalu dihisap, keluar bunyi “kretek” sehingga kemudian masyhur dikenal dengan produk rokok kretek. Konon, setelah beberapa waktu mengkonsumsi kretek racikannya sendiri, Jamhari merasa sakit sesak di dadanya semakin reda.

Dari sinilah sebenarnya persepsi awal tentang kehadiran produk rokok kretek justru dinilai sebagai obat. Maka jangan heran apalagi ketawa geli mendengar kisah Haji Jamhari ini. Sebab, setelah Jamhari yakin sakit asmanya reda karena mengkonsumsi rokok kretek, maka ia mulai memproduksi rokok kretek untuk dipasarkan di toko-toko obat di Kudus (S. Margana, 2014: 49). Jadi, berdasarkan kisah ini, pada mulanya produk rokok kretek itu bersanding dengan obat-obat kesehatan yang dipasarkan di apotik-apotik pada zaman kolonial Belanda.

Setelah produk temuan Haji Jamhari banyak diminati oleh masyarakat, rokok kretek dengan bahan baku tembakau dan cengkih menyebar ke luar Kudus, seperti Kediri, Blitar, dan Kedu. Industri perkebunan tembakau yang dikelola para pemodal Belanda di kawasan vorstenlanden (Yogyakarta dan Surakarta) turut memasok kebutuhan pasar rokok kretek. Selain produk kerajinan rumah tangga seperti kain tenun, stagen, dan batik, produk rokok kretek turut mendongkrak perekonomian kaum bumiputra.

Sampai memasuki akhir tahun 1930-an, lewat sumber laporan perjalanan Parada Harahap, kehadiran pengusaha-pengusaha rokok kretek dari kalangan bumiputra, terutama dari kalangan umat Islam, telah merajai pasar nasional. Beberapa pengusaha nasional yang dikenal dengan julukan “Raja Kretek” seperti Niti Semito, H.M. Muslich, H.Md. Noorchamid, M. Nadirun, H. Ashadie, dan H. Asikin.

Kiprah Pengusaha Rokok Kretek Lokal

Selain pengusaha-pengusaha rokok kretek nasional, pengusaha-pengusaha lokal yang turut menggerakkan perekonomian lewat komoditas tembakau hasil racikan karya Haji Jamhari ini berhasil menopang gerakan-gerakan nasional. Margana (2014: 49) mengutip sumber Lance Castles (1982) menyebut beberapa tokoh perintis gerakan keagamaan yang berlatarbelakang pengusaha rokok kretek. Seperti  H.M. Abdul Kadir, pengusaha rokok kretek di Kudus, adalah salah satu pendiri Muhammadiyah setempat. K.H. Asnawie, salah seorang pendiri Nahdlatul Ulama, adalah pengusaha rokok kretek. Begitu juga Haji Djoevri, pemimpin Sarekat Islam lokal adalah pengusaha rokok kretek.

Baca Juga  Badruddin al-'Aini, Membangun Madrasah yang Megah di Mesir

Apa yang menarik dalam konteks tulisan ini adalah hubungan antara Haji Jamhari, penemu ramuan obat berbahan baku tembakau dan cengkih (rokok kretek), dengan kehadiran sosok H.M. Abdul Kadir, pendiri Muhammadiyah Kudus yang juga pengusaha rokok kretek. Masyhurnya temuan Jamhari telah menginspirasi penduduk setempat untuk memproduksi rokok kretek sebagai ‘obat penyakit nafas.’ Abdul Kadir yang menjadi perintis Muhammadiyah—organisasi Islam modernis—setempat justru tumbuh menjadi seorang pengusaha yang secara otomatis menggerakkan perekonomian masyarakat setempat.

Fachrodin dan Rokok Kretek “Tjap Merak”

Dari kisah Haji Jamhari penemu ramuan obat nafas berbahan baku tembakau dan cengkih, kemudian kisah pengusaha rokok kretek H.M. Abdul Kadir selaku pendiri Muhammadiyah Kudus, kita baru bisa memahami konten advertensi Rokok Tjap Merak yang diproduksi oleh perusahaan milik Haji Fachrodin di Kauman, Yogyakarta.

“Rokok Tjap Merak” adalah jenis kretek yang sedang populer pada waktu itu. Sekalipun dalam ruang advertensi tidak disebutkan jenis rokok kretek, tetapi dengan diksi “terbikin dari tembaco Djawa dan ditjampoer dengan Woer obat Napas jang mandjoer” sudah cukup untuk menyimpulkan bahwa jenis Rokok Tjap Merak adalah rokok kretek (sigaret). Tersedia dalam dua kemasan warna: biru dan coklat. Setiap bungkus terdiri dari 15 batang kretek. Formula isi 15 batang kretek (hitungan ganjil) dalam satu bungkus akan menggiring imajinasi kita tentang bagaimana bentuk kemasan atau bungkusnya.

Sebab, dalam perspektif saat ini, formula bungkus rokok yang biasa beredar terdiri dari 12 batang atau 16 batang (hitungan genap). Fachrodin dan perusahaannya mematok harga sebungkus Rokok Kretek Tjap Merak seharga 5 sen. Teknik menjual produk sudah cukup canggih karena sudah membedakan antara harga kulakan dengan harga eceran. Biasanya, harga kulakan lebih murah karena akan dijual kembali. Pemanfaatan jalur agen lewat instansi telah digunakan, seperti pembelian Rokok Kretek Tjap Merak bisa di kantor majalah Medan-Moeslimin(M.M.) di Solo. Pembelian langsung juga dilayani dengan langsung menghubungi pabrik di Kauman.

Baca Juga  KH Hasyim Asy'ari: Mewarnai Hidup dengan Kebaikan Akhlak

Jenis rokok kretek sebagaimana temuan S. Margana dan kawan-kawan (2014) dalam penelitian, “Kretek Indonesia: Dari Nasionalisme hingga Warisan Budaya,” yang diterbitkan oleh Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada bekerjasama dengan Pusat Studi Kretek Indonesia, adalah produk asli warga bumiputra, terutama dari kalangan umat Islam, yang harus bersaing dengan produk-produk perusahaan milik kolonial pada waktu itu. []

157 posts

About author
Pengkaji sejarah Muhammadiyah-Aisyiyah, Anggota Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah.
Articles
Related posts
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…
Inspiring

Beda Karakter Empat Sahabat Nabi: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali

4 Mins read
Ketika berbicara tentang sosok-sosok terdekat Nabi Muhammad SAW, empat sahabat yang paling sering disebut adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman…
Inspiring

Spiritualitas Kemanusiaan Seyyed Hossein Nasr

3 Mins read
Islam memiliki keterikatan tali yang erat dengan intelektual dan spiritual. Keduanya memiliki hubungan yang sangat dekat dan merupakan dua bagian realitas yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds