Falsafah

Charles J. Adams: Perbedaan Islam dan Agama

3 Mins read

Pemahaman tentang Islam dan agama seringkali disejajarkan, hingga tak jarang pengertian keduanya digambarkan sama. Hal ini disebabkan keduanya memiliki keterkaitan sebab mengandung beberapa unsur yang sama. Sedangkan, dua hal tersebut tidaklah bisa disamakan.

Dari sini terlihat, bahwa cukup sulit membedakan pemahaman antara Islam dan agama. Bahkan kegelisahan akademis ini masih terus menimbulkan polemik, terutama dalam kalangan umat beragama.

Charles Joseph Adams (1924), seorang Professor yang sukses berkarir dalam bidang Islamic Studies sekaligus direktur di Mc. Gill University, sempat merasakan kegelisahan akademis yang sama.

Ia sempat mengalami kesulitan memahami keduanya dalam bentuk pemahaman yang utuh, yang mampu mencapai satu definisi yang esensial, serta dapat diterima oleh semua kalangan. Begitu juga tentang bagaimana menemukan konteks yang tepat dalam menggunakan kedua istilah tersebut.

Berangkat dari sini lah, Adams menawarkan beberapa pendekatan, atau kerangka teori yang dapat digunakan untuk memahami Islam dan agama. Meski sebelumnya, Adams sempat mengatakan bahwa tidak ada harapan untuk mencapai satu definisi esensial dan utuh, serta mampu diterima secara umum.

Sebab, akan selalu muncul perdebatan dalam memahami keduanya secara komprehensif, karena perbedaan sudut pandang yang digunakan sebagai pendekatan.

Islam Sebagai Peradaban dan Orientasi Hidup

Pertama, Islam dalam pandangan muslim secara umum dipahami sebagai sebuah peradaban dan orientasi hidup. Hal ini mengandung pengertian bahwa seluruh tindakan manusia bersumber dari aturan-aturan Islam. Dari penjelasan tersebut, agaknya Adams semakin kesulitan dalam memahaminya.

Sebab menurut Adams, pengertian ini tidak mampu mengidentifikasikan pemahaman yang dapat membedakan antara pengalaman keislaman yang sifatnya religius dan tidak.

Dari sini Adams menawarkan 2 pendekatan yang digunakan untuk memahami Islam. Pendekatan ini dianggap mampu melampaui dimensi tradisi atau aspek luar dan menjangkau dimensi kehidupan dalam masyarakat Islam.

Baca Juga  Ketika Albert Bandura Melihat Kasus Penistaan Agama

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif dan deskriptif. Pendekatan normatif adalah pendekatan yang dijiwai oleh motivasi dan tujuan keagamaan. Dalam pendekatan ini,  terdapat pendekatan misionaris tradisional, apologetik, dan irenic.

Sedangkan, pendekatan deskriptif merupakan pendekatan yang muncul sebagai jawaban terhadap motivasi keingintahuan intelektual atau akademis. Dalam pendekatan deskriptif terdapat pendekatan filologi dan sejarah, ilmu-ilmu sosial, serta fenomenologi.

Selanjutnya, agama secara umum dipahami oleh para sarjana sebagai suatu respon manusia terhadap kekuatan yang besar dan tidak terkendali dari alam, serta ketakutan dan jaminan keamanan.

Bagi Adams, eksplorasi pemahaman tentang agama dari sesuatu yang termanifestasi dan tersembunyi sebenarnya menjadi tugas dari para pengkaji agama. Namun, untuk mengatasi problem ini, Adams berusaha memberikan pemahamannya melalui kerangka teori milik Wilfred Cantwell Smith (1916-2000).

Smith merupakan salah satu tokoh akademis yang terjun dalam bidang Islamic Studies, pemikirannya sedikit banyak dikutip oleh Adams dalam beberapa karyanya. Dalam memahami agama, Smith membaginya menjadi 2 aspek utama, yakni aspek eksternal agama dan internal agama.

Aspek eksternal meliputi hal-hal yang bisa diamati secara langsung dan mampu terdefinisikan. Sedangkan aspek internal meliputi hal-hal yang terletak pada orientasi transendental dan dimensi pribadi, yang tidak dapat diamati secara langsung dan terdefinisikan.

Aspek eksternal agama yang dimaksud di sini adalah tradisi (tradition), yang merupakan doktrin, aturan-aturan, atau segala sesuatu yang diwariskan dari generasi ke generasi, dapat diamati secara langsung serta bernilai objektif.

Sedangkan, aspek internal agama adalah kepercayaan (faith), yang menurut Smith kepercayaan merupakan esensi dari tradisi, yang dapat menggambarkan kualitas seseorang bisa dikatakan beragama (religious) atau tidak.

Perbedaan Islam dan Agama

Dari pemahaman di atas cukup jelas bahwa pemahaman antara Islam dan agama memang berbeda. Adams menyampaikan bahwa Islam harus dipahami sebagai sesuatu yang terus berubah (change), terus berkembang (evolve), dari generasi ke generasi dalam merespon realitas secara mendalam (vision of reality), serta makna kehidupan manusia (meaning of human life).

Dari pengertian ini, ia memberikan gambaran bahwa Islam terdiri dari banyak hal, bukan hanya sistem kepercayaan, ibadah atau semacamnya, namun juga dipahami sebagai sistem komplek (many systems), yang berada dalam bingkai sejarah, selalu berubah dan berkembang. Perubahan yang dimaksud dalam hal pengalaman (experience) dan ekspresi yang berdiri di atas perkembangan sejarah berdasarkan wahyu (massage) dan pengaruh nabi.

Baca Juga  Al-Baqillani: Pengikut Asy’ariyah yang Berbeda Pandangan dengan Pendirinya

Sedangkan, agama dipahami Adams terdiri dari dua aspek, yaitu pengalaman dalam dan luar manusia (man’s inward experienceand of his outward behaviour). Ia juga mengatakan bahwa agama apapun, memiliki aspek tradisi (tradition) yang menjadi aspek eksternal keagamaan, aspek sosial, dan historis agama yang dapat diobservasi dalam masyarakat, dan aspek kepercayaan (faith) yang menjadi aspek internal keagamaan, tak terkatakan, orientasi transenden, dan dimensi pribadi kehidupan beragama.

Editor: Yahya FR

Avatar
2 posts

About author
Mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Falsafah

Tawaran Al-Jabiri Atas Pembacaan Turats

4 Mins read
Abed al-Jabiri adalah salah satu pemikir Islam yang paling dikenal di era modern. “Naqd al-Aql al-Arabi” atau proyek pemikiran “Kritik Nalar Arab”…
Falsafah

Deep Ecology: Gagasan Filsafat Ekologi Arne Naess

4 Mins read
Arne Naess adalah seorang filsuf Norwegia yang dikenal luas sebagai pencetus konsep “ekologi dalam” (deep ecology), sebuah pendekatan yang menggali akar permasalahan…
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds