Akidah dan Syariah
Beberapa minggu yang lalu, kita mungkin membaca statement dari Said Aqil Siroj, Ketua PBNU. Beliau menyampaikan agar dosen agama di fakultas umum tidak terlalu banyak mengajarkan akidah dan syariah, karena dapat meningkatkan risiko radikalisme katanya.
“Bagi dosen agama yang mengajar agama di bukan fakultas agama, tidak usah banyak-banyak bincang akidah dan syariah. Cukup dua kali pertemuan. Rukun iman dan [rukun] Islam,”.
Lebih lanjut, Kiai Said Aqil seperti yang dilansir oleh CNN Indonesia (5/4) memberikan alasan di balik statement-nya tersebut. “Kenapa? Kalau ini diperbanyak, nanti isinya, surga-neraka, Islam, kafir, lurus, benar, sesat. Terus-terusan bicara itu radikal jadinya,” terangnya.
Nah hal ini yang menarik, di mana mengaitkan akidah serta syariah dengan radikalisme, yang tentu saja amat sangat jauh.
Tentunya, pernyataan itu menuai banyak reaksi, termasuk tulisan ini yang merespon pernyataan Kiai Said tersebut. Salah satu tokoh yang merespon adalah Imam besar Masjid Raya New York, Imam Shamsi Ali. Melalui akun Twitter pribadinya, @ShamsiAli2 “Saya menilai cara berfikir ini kontra logika. Mendalami akidah menjadi penyebab radikalisme? Dan kerenanya pelajaran akidah perlu dikurangi untuk mencegah radikalisme? Logika apakah yang dipakai? Atau harusnya gila untuk memahami pemikiran yang gila?”.
Kita kembali ke topik pembahasan, akidah dan syariah tidak ada ceritanya jika semakin mendalami maka menjadikan orang menjadi radikal. Sejak kapan ketika kita semakin mendalami dalam belajar akidah dan Syariah, dapat membuat kita menjadi orang yang radikal?
Perintah Belajar Akidah dan Syariah
Ilmu akidah, wajib hukumnya untuk dipelajari bagi seorang Muslim, meski para ulama membaginya menjadi dua bagian.
Pertama, fardhu ‘ain. Yakni, ilmu akidah yang secara global (ijmaali). Lalu yang bersifat fardhu kifayah, yang merupakan rincian dari ilmu akidah atau yang disebut tafshili.
Namun dalam ta’liq-nya terhadap Syarh Akidah Tohawiyah, Dr. Ibrohim Ar Ruhaili rahimahullah berpandangan bahwa tidak tepat pembagian mempelajari akidah menjadi fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Namun, lebih tepat jika pembagiannya menjadi wajib dan mustahabb.
Mempelajari Ilmu akidah secara umum hukumnya wajib bagi seorang Muslim. Akidah ahlu sunnah seperti iman kepada Allah Swt, malaikat, para Nabi, kitabullah, dan sebagainya, merupakan suatu kewajiban bagi setiap umat Islam.
Wajib mengetahui, wajib pula mempelajari, karena berdosa bagi yang meninggalkan. Akidah yang dalam istilah lain disebut iman, merupakan sebuah keharusan untuk dimiliki setiap orang Islam, apalagi rukun Iman yang wajib kita imani.
Dalam Islam, akidah merupakan masalah–masalah ilmiyah yang asalnya dari Allah dan Rasul. Karena itu, wajib bagi setiap muslim untuk memiliki keyakinan yang utuh terhadap hal tersebut sebagai bentuk pembenaran terhadap Allah dan Rasulnya.
***
Jadi pernyataan agama bukan dari langit, tetapi dari manusia merupakan hal yang keliru. Karena Islam adalah agama samawi yaitu agama yang turunnya karena wahyu dari Allah Swt melalui malaikat Jibril, bukan agama yang muncul karena karangan, imajinasi, atau hasil pemikiran manusia yang hanya karena ilmunya dan diikuti oleh umatnya maka ia menciptakan agama. Allah Swt berfirman,
فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُۙ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَۙ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum: 30).
Maka, mempelajari akidah merupakan suatu keharusan bagi setiap muslim, selama akidah yang dipelari masih berpegang kepada Al-Qur’an dan sunah. Oleh karena itu, di sekolah-sekolah umum, kita mengetahui ada mata pelajaran agama, seperti PAI (Pendidikan Agama Islam) yang materinya pun masih mempelajari tentang akidah.
Sehingga, dengan mengetahui ilmu serta menanamkan akidah pada diri, maka akan dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah, bukan malah menyebabkan radikalisme. Lalu, syariah yang secara bahasa berarti jalan yang harus diikuti, merupakan jalan hidup seorang muslim yang memuat ketetapan-ketetapan Allah Swt dan ketentuan Rasul-Nya, baik berupa larangan maupun berupa perintah, meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia dengan Rabb-nya (Hablum Minallah) atau dengan sesamanya (Hablum Minannas).
***
Syariah bisa dibilang sebuah sistem atau aturan yang bisa jadi mengatur, orang Muslim yang mengikuti perintah dan menjauhi larangan dalam agama Islam, sudah pastilah ia menjalankan syariatnya sebagai orang yang beriman. Allah berfirman dalam surat Al Maidah ayat 48,
وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ بِٱلْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَٱحْكُم بَيْنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَآءَهُمْ عَمَّا جَآءَكَ مِنَ ٱلْحَقِّ ۚ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ وَلَوْ شَآءَ ٱللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَٰحِدَةً وَلَٰكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِى مَآ ءَاتَىٰكُمْ ۖ فَٱسْتَبِقُوا۟ ٱلْخَيْرَٰتِ ۚ إِلَى ٱللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al–Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,”
Dari ayat di atas jelas, bahwa Allah Swt menurunkan agama beserta aturannya yang disebut syariah. Jika orang beragama tanpa mengetahui apa aturan yang ada dalam agamanya berikut penerapannya, maka hal itu akan membuat orang berbuat radikalisme.
Sebaliknya, jika orang menjalankan akidahnya dengan benar serta mengikuti syariat yang sesuai dengan Al-Qur’an dan hadis, maka akan membuat orang jauh dari sifat radikalisme, bukan malah sebaliknya.
Akidah dan Syariah Bukan Penyebab Radikalisme
Oleh karena itu, pernyataan di atas bisa dibilang jauh sekali perbandingannya, bahkan rasanya sulit di mengerti oleh akal. Karena semakin kita mempelajari akidah dan syariah, kita akan semakin menyayangi sesama (toleran), dan jauh dari sifat-sifat radikalisme karena kita mampu memahami ajaran agama Islam secara kaffah.
Agama Islam agama yang penuh rahman dan rahim, pengasih dan penyayang, jauh dari sifat kekerasan dan radikalisme bahkan intoleransi. Dengan kita mempelajari agama secara utuh dan menyeluruh, maka kita akan menjadi hamba Allah Swt yang teguh dalam akidah, serta istikomah dalam menjalankan syariah.
Karena agama Islam adalah agama yang memberi rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil alamin), kita akan bisa berbuat baik dengan sesama, menghormati dan menghargai perbedaan.
Serta mampu merekatkan persatuan dan kesatuan karena adanya keimanan (akidah) yang kuat, serta mampu dan mau menjalankan syariat. Oleh karena itu, mari lebih cerdas dalam berislam, agar kehidupan kita tidak mudah terpapar paham-paham yang jauh dari nilai-nilai keislaman.
Editor: Yahya FR