Perspektif

Akidah Tanzih: Perlawanan KH. Hasyim Asy’ari terhadap Estremisme Beragama

3 Mins read

Nama KH. Hasyim Asy’ari terpatri kuat dalam sejarah bangsa dan keislaman di Indonesia. Lahir pada 14 Februari 1871 di Jombang, beliau bukan hanya pendiri Nahdlatul Ulama, tapi juga seorang Pahlawan Nasional. Dengan garis keturunan yang menggabungkan darah ningrat dan pesantren, KH. Hasyim tidak hanya dihormati karena nasabnya, tetapi lebih karena keluasan ilmu dan keteguhan perjuangannya. Termasuk di dalamnya mengenalkan berbagai pemikiran, salah satunya adalah Akidah Tanzih.

Gelar “Hadratussyaikh” yang disematkan padanya bukan sembarangan. Gelar ini mensyaratkan kapasitas luar biasa dalam ilmu agama, termasuk hafalan terhadap enam kitab hadis utama dalam Islam. KH. Hasyim Asy’ari adalah satu dari sedikit ulama yang mencapai derajat ini.

Namun kontribusi beliau tidak berhenti pada aspek keilmuan semata. Ia adalah pemimpin yang menyatukan umat—dari mendirikan NU, menyatukan berbagai kelompok dalam MIAI dan Masyumi, hingga mengeluarkan fatwa resolusi jihad untuk melawan penjajahan. Lebih dari itu, KH. Hasyim berhasil memformulasikan corak keberagamaan yang khas Indonesia: bersumber dari tradisi lokal, namun tetap teguh pada prinsip-prinsip salafusshalih.

Menghadapi Tantangan Islam Transnasional

Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan ideologis dari gerakan Islam transnasional. Gerakan ini datang dari Timur Tengah dan cenderung membawa paham radikal serta skripturalis. Di satu sisi, muncul kelompok yang mendorong konsep “NKRI bersyariah” secara eksklusif. Di sisi lain, ada kelompok yang mendorong sekularisasi ekstrem. Keduanya sama-sama menggerus jati diri keislaman khas Nusantara yang toleran dan moderat.

Islam transnasional berusaha menyusup melalui berbagai cara—baik halus maupun keras. Tujuan utamanya adalah melemahkan Islam lokal dengan menggantinya melalui doktrin yang mengarah pada pemahaman kaku tentang Tuhan, serta menghapus bentuk-bentuk ibadah dan tradisi yang selama ini menjadi bagian dari identitas Islam di Indonesia.

Baca Juga  Peta Perlawanan Masyarakat Pesisir

Untuk menghadapi infiltrasi ini, diperlukan pemahaman mendalam atas teologi Ahlussunnah Wal Jama’ah. KH. Hasyim Asy’ari menawarkan fondasi penting: akidah tanzih, yakni keyakinan bahwa Allah Maha Suci dari segala sifat makhluk.

Menyucikan Tuhan: Akidah Tanzih ala KH. Hasyim Asy’ari

Ahlussunnah Wal Jama’ah yang diwariskan oleh Imam Al-Asy’ari dan Al-Maturidi menjadi pijakan KH. Hasyim dalam menyusun pandangan keislamannya. Dalam konteks ini, akidah tanzih bukan sekadar doktrin teologis, tapi juga cara memandang Tuhan dengan penuh kesucian—bahwa Allah tidak bisa disamakan dengan makhluk-Nya dalam bentuk apa pun.

KH. Hasyim menegaskan prinsip ini dalam berbagai karyanya, termasuk dalam pembukaan kitab At-Tanbihat Al-Wajibat, di mana beliau menulis bahwa Allah disucikan dari tubuh, arah, waktu, dan tempat. Pemahaman ini sejalan dengan para ulama terdahulu seperti Imam Ibnu Furok dan Al-Bahili yang menolak keras pandangan mujassimah, yakni keyakinan bahwa Tuhan memiliki wujud fisik seperti makhluk.

Akidah tanzih juga menjadi pijakan penting dalam cara beragama ala NU: tidak mudah mengkafirkan, menghargai tradisi, dan mengedepankan keharmonisan sosial. Pemikiran ini menjadi jawaban atas berkembangnya paham radikal yang kerap menyerang tradisi keislaman lokal seperti tahlil, maulid, dan ziarah kubur.

Akidah Tanzih Benteng Terakhir Penyebaran Wahabisme

Salah satu bentuk nyata dari gerakan Islam transnasional di Indonesia adalah penyebaran paham wahabisme. Wahabi dikenal karena pendekatan tekstual terhadap ajaran agama dan pandangan yang keras terhadap amaliah umat Islam. Mereka sering mengkafirkan tradisi yang selama ini dijalankan oleh umat Islam di Nusantara.

KH. Hasyim sudah lama mewaspadai bahaya ini. Dalam salah satu tulisannya, ia bahkan menyebut pengikut wahabi sebagai “aib bagi Islam” karena cara berpikir mereka merusak sendi keagamaan yang telah dibangun secara harmonis. Wahabisme, dengan paham mujassimah-nya, mencoba menggeser pemahaman masyarakat tentang Allah dan cara beragama mereka.

Baca Juga  Pandawara Group, Aksi Nyata Anak Muda Peduli Lingkungan

Bukan hanya soal teologi, penetrasi ideologis ini juga mengancam persatuan bangsa. Ketika umat Islam diadu oleh paham-paham transnasional yang eksklusif dan keras, maka benih-benih perpecahan mudah tumbuh. Di sinilah pentingnya kembali kepada ajaran KH. Hasyim Asy’ari—seorang ulama yang berhasil memadukan Islam dan keindonesiaan secara harmonis.

Menjaga Warisan, Menjaga Indonesia

Akidah tanzih bukan sekadar doktrin tentang Tuhan. Ia adalah perisai yang melindungi umat Islam Indonesia dari penyimpangan ideologi yang merusak. Di tangan KH. Hasyim Asy’ari, ajaran ini menjelma menjadi kekuatan spiritual dan kultural yang menyatukan umat, memperkuat keimanan, dan menjaga harmoni sosial.

Di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks, pemikiran KH. Hasyim tetap relevan. Ia memberi kita arah—bagaimana menjadi Muslim yang teguh dalam iman, tapi juga bijak dalam menyikapi keberagaman dan modernitas. Dengan kembali menggali pemikiran beliau, kita sedang membangun benteng ideologis yang kokoh, demi menjaga Islam yang rahmatan lil ‘alamin, sekaligus menjaga Indonesia yang damai dan bersatu.

Editor: Assalimi

Muhammad Alwi Hasan
3 posts

About author
Mahasiswa Pasca Sarjana IAIN Kediri/ Tim Penulis Muqoddimah Sejarah NU Nganjuk
Articles
Related posts
Perspektif

Konsep Waktu Ibadah di Era Kalender Hijriah Global Tunggal

5 Mins read
Sejak diperkenalkan konsep Kalender Islam Global Turki 1437/2016 atau Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) berbagai respons bermunculan, baik pro maupun kontra. Pada…
Perspektif

Tak Perlu Fanatik Buta pada Nasab

3 Mins read
Sudah dua tahun terakhir, publik kita diriuhi dengan kebingungan demi kebingungan. Publik sudah cenderung lama berputar dalam lingkaran  ambiguitas, ujaran tidak mengenekan…
Perspektif

Jalan Terjal Mewujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua

2 Mins read
Dunia pendidikan sejatinya merupakan ranah di mana integritas dijunjung tinggi. Namun, berbagai praktik di lapangan masih menunjukkan tantangan pendidikan yang serius, khususnya terkait karakter-karakter…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *