Perspektif

Nahdlatul Ulama dan Kemandirian Ekonomi Kerakyatan

4 Mins read

Nahdlatul Ulama merupakan organisasi sosial keagamaan yang terbilang sepuh setelah didaulat menjadi salah satu perhimpunan tertua di Indonesia setelah melewati usia satu abad pada tanggal 7 Februari 2023. Sebagai organisasi yang didirikan oleh para kiai tradisional pada tahun 1926 M di Surabaya, NU telah menjelma selama beberapa dekade terakhir menjadi garda terdepan dalam mengawal perubahan sosial, ekonomi, dan politik yang berkembang di kancah nasional dan internasional. NU juga sangat baik memberikan peran penting dalam perpolitikan dan keagamaan di Indonesia.

Sebagai organisasi Islam Tradisional yang moderat, NU juga memberikan sumbangsih pada dunia dalam persoalan beragama dengan santun dan perdamaian yang dikemas dalam forum R20 di Bali. Dengan demikian, peran Nahdlatul Ulama sudah sangat matang dalam mengarungi kompleksitas yang dialami masyarakat secara umum. Namun dengan bertambahnya usia dan beriringan dengan berkembangnya zaman, NU harus terus melaju untuk beradaptasi dan berinovasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Muslim yang terus berkembang.

Di abad kedua ini, Nahdlatul Ulama mungkin akan menghadapi tantangan dan rintangan yang lebih kompleks. Salah satunya adalah perkembangan ekonomi masyarakat, terutama warga NU (Baca: Nahdliyin) dan masyarakat Indonesia secara umum setelah pemulihan ekonomi global pasca covid-19. NU sebagai organisasi yang menaungi jutaan Nahdliyin diasumsikan mampu mengangkat strata ekonomi masyarakat. Meskipun secara garis besar ini adalah tugas negara melalui pemerintah, namun tidak menutup kemungkinan apabila NU turut andil dalam perkembangan ekonomi masyarakat agar lebih mandiri.

Kemandirian Ekonomi NU dan Semangat KH. Hasyim Asyari

Pada tanggal 31 Januari 1926 ada 15 kiai sepuh berkumpul di Kertopaten Surabaya sebagian mereka berasal dari Jawa Timur dan masing-masing adalah tokoh pesantren tradisional. Perkumpulan kiai senior ini sangat jarang ditemui kecuali ada acara penting yang harus dibicarakan. Benar saja, pada kesempatan tersebut terjadi diskusi yang sangat gayeng untuk menentukan langkah gerakan Islam Tradisional yang mereka praktikkan sehari-hari. Hari tersebut sangat bersejarah, sebab dalam diskusi tersebut memutuskan hasil untuk membentuk organisasi Islam Tradisional yaitu Nahdlatul Ulama.

Baca Juga  Jurus Sekolah Prestasi

Sebelumnya, kelompok gerakan Islam Tradisional semacam ini sudah banyak yang mendirikan namun relatif kecil dan kurang berkembang. Hadirnya NU ini salah satu perkumpulan Islam Tradisional yang mampu menaungi banyak kelompok. NU memiliki tujuan untuk mengawal pergerakan masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial, dan keagamaan di Hindia Belanda.

Menurut Anom Surya Putra, Nahdlatul Ulama merupakan organisasi yang didirikan dari tiga kelompok penyangga yang bergerak dalam bidang yang berbeda, yaitu Nahdlatut Tujjar yang bergerak di ekonomi kerakyatan, Taswirul Afkar yang bergerak dalam bidang keilmuan dan budaya, terakhir adalah Nahdlatul Wathan yang bergerak dalam bidang politik.

***

Kita bisa membayangkan pada tahun 1920-1940 M tanah Indonesia ini masih dikuasai oleh para penjajah, perekonomian masyarakat, dan pendidikan dimonopoli oleh kekuasaan penjajah. Sehingga para kiai merasakan keresahan dan mendirikan organisasi yang kelak bisa mengangkat semua hal terutama persoalan ekonomi masyarakat.

Nahdlatut Tujjar atau perkumpulan para saudagar digandeng oleh KH. Hasyim Asy’ari agar bisa mendukung perekonomian warga Nahdliyin dan perkembangan dakwah Islam Tradisional kedepan. Para kiai di kalangan NU tentu tau bahwa dalam dakwah juga harus didukung oleh ekonomi yang kuat. Sementara pada waktu itu para ulama dan warga NU sangat lemah ekonominya sehingga terhambat jalan dakwahnya. Mbah Hasyim Asy’ari tentu menyadarinya bahwa sikap kemandirian dalam ekonomi merupakan ruh dari pesantren tradisional di kalangan NU saat kolonialisme mencengkram berbagai lini kehidupan. Sehingga dengan mewujudkan badan ekonomi di kalangan santri tentu meringankan beban ekonomi yang sedang dilanda warga NU.

KH. Hasyim Asy’ari sangat mendukung dan ikut mengupayakan agar NU menjadi organisasi yang memiliki kemandirian ekonomi dan keluwesan dalam berdakwah. Oleh karena itu saat deklarasi Nahdlatut Tujjar, Mbah Hasyim memberikan pesan-pesan yang diteruskan menjadi semangat NU dalam kemandirian ekonomi.

Baca Juga  Membincangkan Pendidikan Islam Kini dan Masa Depan

***

Pesan-pesan tersebut yang ditulis oleh Abdul Mun’im DZ dalam Piagam Perjuangan Kebangsaan yaitu KH. Hasyim Asy’ari mengajak para kiai, ustad dan para guru agama agar berkolaborasi dengan kalangan profesional dalam bidang ekonomi agar menjadi fondasi badan usaha. Pada intinya KH. Hasyim Asy’ari menginginkan badan usaha dapat berfungsi sebagai sumber pendanaan kesejahteraan para guru agama dan pencegahan kemaksiatan dengan mengentaskan kemiskinan.

KH. Hasyim Asy’ari juga menyerukan lokasi badan usaha tersebut merujuk ke kota dan perputaran ekonomi tersebut bergerak dari desa ke kota dan kesejahteraannya akan kembali ke masyarakat sehingga membentuk mata rantai bisnis dari desa ke kota. Dan Mbah Hasyim juga berpesan untuk mengelola dengan baik dan profesional. Hal ini menunjukan bahwa tata kelola yang baik dan profesional dapat menjalankan semua pihak dan dapat diuntungkan secara materi. Selain itu, pengelolaan yang benar juga merupakan amanat untuk bisa menghasilkan keuntungan-keuntungan yang didapatkan oleh masyarakat.

Abdul Muiz DZ juga menjelaskan bahwa kegiatan muktamar saat pendirian NU pada 31 Januari 1926 seluruh pendanaan dihandle oleh Nahdlatut Tujjar. Selain itu, Nahdlatut Tujjar juga mampu mendanai perjalanan delegasi NU yang dikenal dengan Komite Hijaz ke Arab Saudi untuk bernegosiasi dengan Raja Saud agar muslim di tanah Haramain diberikan kebebasan dalam bermadzhab.

Pentingnya Kemandirian NU Melalui BUMNU

Melihat semangat KH. Hasyim Asy’ari dalam hal kemandirian ekonomi di kalangan NU sangat luar biasa. Saya kira semangat ini tentu harus dilanjutkan di era sekarang, terlebih NU sudah memasuki abad keduanya, yang dalam hal ini harus bisa menjawab kebutuhan masyarakat terutama dalam hal ekonomi.

Kemandirian ekonomi ini dibentuk dengan kerjasama yang profesional sehingga manfaatnya bisa didapatkan oleh masyarakat secara luas. Tahapannya mungkin bisa dimulai dengan program-program pemberdayaan ekonomi di daerah dengan mengadakan edukasi dasar kepada warga NU di daerah dengan meliputi pengenalan literasi digital, pelatihan keterampilan kerja, digital shop dan program permodalan.

Baca Juga  Malam jadi NU, Siang jadi Muhammadiyah: Kok Bisa?

Belum lama ini, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama meresmikan Badan Usaha Milik NU di Jember Jawa Timur. Pendirian toko grosir milik NU ini adalah pertama dan satu-satu yang berdiri sebagai percontohan untuk beberapa daerah di Indonesia. Hadirnya BUMNU sangat strategis sekali bagi NU, sebab organisasi Islam terbesar ini memiliki warga atau keanggotaan yang tidak sedikit. Sehingga dapat dipastikan bahwa NU memiliki jaringan yang sangat luas. Dengan demikian, NU bisa mengambil kemanfaatan dari jaringan tersebut untuk memperluas skala dagang dan memasarkan hasil dari badan usaha yang dimilikinya. Misalnya dari pengurus BUMNU di berbagai daerah bisa memasarkan produknya ke beberapa pesantren dan lembaga pendidikan yang berafiliasi dengan NU.

Hal ini merupakan langkah strategis untuk mengembangkan BUMNU dalam skala besar. Dari usaha ini NU memiliki pendapatan yang bisa dimanfaatkan untuk kelanjutan program-program sosial dan keagamaan yang membutuhkan biaya dalam pelaksanaanya. Selain itu, tentunya BUMNU akan bermanfaat bagi masyarakat dalam mendapatkan kemudahan dan memperoleh kebutuhan keseharian dengan harga yang terjangkau. Manfaat lain, juga dapat meningkatkan kualitas operasional yang dijalankan oleh orang yang terlibat.

Editor: Soleh

Dr. KH. Rofiq Mahfudz, M,Si
3 posts

About author
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Tengah Dosen Ilmu Politik di Fisip UIN Walisongo Semarang Pengasuh Pondok Pesantren Ar-Rois Cendikia Kota Semarang
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *