Feature

Andai George Floyd Warga Palestina

4 Mins read

Belakangan ini sedang viral kasus seorang pemuda yang dianiaya oleh seorang aparat kepolisian di Amerika Serikat, dia adalah George Floyd. Bahkan kejadian tersebut sampai menewaskan pria berkulit hitam tersebut. Diketahui bahwa dia adalah warga Amerika keturunan Afrika.

George Floyd

Dilansir dari al-Jazeera, Rabu (3/6/2020), berikut merupakan kronologi kematian pria 46 tahun itu. Yang kesemuanya dihimpun baik dari laporan penyelidik maupun pemberitaan :

Sebuah transkrip dari pegawai toko Cup Foods mengungkapkan, Floyd diduga membeli barang dengan uang palsu sebesar 20 USD. Lalu salah satu pekerja di toko tersebut sempat meminta Floyd mengembalikan lagi rokok yang dibelinya karena uangnya diyakini palsu.

Namun, Floyd disebut menolak, dan saat itu dia berada dalam keadaan “sangat mabuk”. Lantas para pekerja di toko tersebut menghubungi pihak kepolisian setempat agar bisa memberikan hukuman setimpal kepada pria yang terduga telah melakukan penipuan, yaitu George Floyd.

Tak lama kemudian, pihak kepolisian pun datang dan segera menangkap Floyd hingga memasukannya ke dalam mobil polisi. Ketika hendak dimasukan ke dalam mobil, Floyd pun jatuh ke tanah dan seraya mengatakan bahwa ia sedang menderita klaustrofobia.

Beberapa argumentasi dari kepolisian mengatakan bahwa Floyd tidak patuh ketika hendak diamankan dan secara sengaja menyulitkan petugas dengan menjatuhkan diri ke tanah. Hingga pada akhirnya polisi menempatkan lututnya di sekitaran kepala serta leher Floyd.

Akhirnya Floyd sempat tidak bisa bernapas dan berteriak dgn kata “tolong” serta menyebut nama mamanya. Seiring berjalan nya waktu dengan kondisi tekanan, pada akhirnya tidak lama dari kejadian tersebut, Floyd pun dinyatakan tewas.

Respon Warga Amerika Serikat

Setelah mengetahui kejadian tersebut, demontrasi pun mulai terjadi. Demonstrasi tersebut berkembang hingga setidaknya ke 350 kota di seantero AS. Bahkan kalau kita menyimak, beberapa media telah banyak memberitakan unjuk rasa yang digelar oleh warga AS terkait kasus pembunuhan George Floyd.

Baca Juga  Kritik Hendropriyono Soal Palestina, Mu'ti : Bukan Sikap Negarawan

Tak sedikit warga Amerika yang protes terhadap kematian pria berkulitam hitam tersebut. Bahkan di beberapa provinsi, gubernur setempat sudah kewalahan untuk menghentikan unjuk rasa. Hingga Gubernur pun dihubungi oleh Presiden Donald Trump untuk lebih keras lagi menghentikannya dan meminimalisasi keadaan buruk yang terjadi.

Bahkan hal tersebut membuat Presiden Donald Trump menjadi resah. Dia sampai mengancam akan menurunkan ribuan personel militer untuk meredam situasi dan membubarkan massa secara paksa.

Ini disebabkan karena massa yang sedang unjuk rasa mengepung Gedung Putih tempat dimana Trump menduduki kekuasaannya. Karena situasi semakin memanas, akhirnya Trump pun diungsikan ke Bunker Bawah Tanah bersamaan dengan ibu negara dan beberapa anggota keluarga.

Situasi yang semakin panas sangat terasa dalam aksi membela solidaritas kemanusiaan atas kematian George Floyd. Tak sedikit dari massa aksi yang bentrok kepada aparat keamanaan, hingga akhirnya ribuan massa ditangkap karena telah melanggar aturan.

Christopher Colombus Dipenggal

Di lain sisi, demonstrasi ini membuat beberapa toko di New York dijarah oleh massa yang semakin tak terkendali. Massa juga merusak banyak fasilitas, hingga membuat keributan. Bahkan tak tanggung-tanggung, patung Christopher Colombus yang berada di Boston dipenggal.

Bersamaan juga, patung sosok yang dianggap penemu benua Amerika itu juga dirusak di pusat kota Miami. Dan ada yang dilempar ke laut di Richmond, Virginia. Karena patung seperti Christopher Columbus itu dianggap sebagai simbol rasialisme.

Bahkan tak berhenti sampai di situ, aksi kritik tak hanya terjadi dan meluas di AS saja. Di berbagai belahan dunia, kematian Floyd kemudian memicu demonstrasi di berbagai negara seperti Selandia Baru dan Australia.

Bahkan juga ada di sebagian negara Asia dan Eropa yang ikut menyuarakan kemarahannya atas kematian George Floyd dan memprotes aksi rasisme yang dilakukan secara brutal oleh kepolisian AS.

Baca Juga  Pemuda Tonggak Peradaban dan Kekuatan Islam

Andai George Floyd Seorang Warga Palestina

Mari kita berandai sejenak. Jika seorang George Floyd adalah warga yang berbangsa Palestina, akankah kejadian yang sama terjadi juga di beberapa negara bahkan dunia pun turut berduka di dalamnya?

Kejadian Floyd tentu berbanding jauh dengan apa yang terjadi di tanah Palestina. Bangsa yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia, bahkan bukan hanya berupa moril namun juga materil. Dikutip dari buku berjudul Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri, Palestina mengakui kemerdekaan Indonesia di saat negara-negara lain belum memutuskan sikapnya.

Pengakuan ini dilontarkan saat Indonesia masih dijajah oleh tentara Jepang. Pada September 1944, Mufti Besar Palestina Syekh Muhammad Amin al-Husaini mengakui dan mendukung kemerdekaan Indonesia sebelum negara Arab yang lain.

Setiap harinya, anak-anak Palestina digemparkan dengan bom, berhadapan dengan tank, digencatkan senjata, dibunuh, hingga mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi. Seharusnya mereka bisa hidup dengan aman dan damai. Namun realitanya, mereka tidak bisa hidup sebagaimana yang banyak di rasakan oleh umat muslim di belahan dunia lainnya.

Rumah-rumah mereka dibakar, tak henti-hentinya masjid pun ditutup dan umat muslim Palestina dilarang beribadah. Bahkan terjadi juga pada masjid sucinya umat muslim seluruh dunia, yaitu Al-Aqsa. Masjid ini diberi batasan dari segi waktu penggunannya. Padahal di sana adalah tempat pusat untuk warga Palestina melakukan salat 5 waktu dan aktivitas ibadah lainnya.

Bahkan, bila kita melihat letak geografis tanah Palestina hari ini, sungguh jauh berbeda dengan tahun 1947 dan 1967. Di mana Israel sama sekali tidak mempunyai tempat di Palestina, bahkan bisa dikatakan Israel hanya “menumpang“ di Palestina. Namun hari ini sebagian besar kekuasaan tanah di Palestina direbut dan dikuasai.

Baca Juga  Penampilan

Dunia Seakan Terdiam dan Terbungkam

Tentu, hal yang terjadi di Palestina hari ini menjadi bukti bahwa krisis kemanusiaan masih kerap terjadi di belahan dunia. Bahkan keadilan pun masih tidak merata sebagaimana yang di cita-citakan oleh segenap bangsa di dunia. Pembunuhan masih terus terjadi, penindasan pun masih terus berjalan demi kepentingan sesaat, hingga lupa dengan nilai-nilai kemanusiaanya.

Namun, mengapa dunia seolah-olah diam dan bungkam ketika kerap kali kekerasan terus terjadi di tanah Palestina?

Karena itu, tragedi George Floyd ini harus dijadikan pembelajaran dan perubahan dunia. Kejadian yang ada di Palestina harus menjadi perhatian besar bagi seluruh negara yang ada di dunia sebagaimana yang terjadi dengan George Floyd. Kekerasan tidak boleh lagi terjadi kepada siapapun itu.

Jika kita berbicara dalam ajaran Islam. Jangankan seperti yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina. Membunuh 1 orang pun itu sudah dianggap membunuh seluruh manusia yang ada di muka bumi. Dan siapa yang menyelamatkan 1 jiwa, seakan-akan ia menyelamatkan atau menghidupkan seluruh manusia (Q.S. Al-Maidah : 32).

Editor : Rifqy N.A./Nabhan

Avatar
3 posts

About author
Ketua Umum PC IPM Ilir Timur 1 Palembang | Mahasiswa S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Raden Fatah Palembang
Articles
Related posts
Feature

Mengkritik Karya Akademik: Sebenarnya Menulis untuk Apa?

3 Mins read
Saya relatif jarang untuk mengkritik tulisan orang lain di media sosial, khususnya saat terbit di jurnal akademik. Sebaliknya, saya justru lebih banyak…
Feature

Sidang Isbat dan Kalender Islam Global

6 Mins read
Dalam sejarah pemikiran hisab rukyat di Indonesia, diskusi seputar Sidang Isbat dalam penentuan awal bulan kamariah telah lama berjalan. Pada era Orde…
Feature

Tarawih di Masjid Sayyidah Nafisah, Guru Perempuan Imam Syafi’i

3 Mins read
Sore itu, sambil menunggu waktu buka, saya mendengarkan sebuah nasyid yang disenandungkan oleh orang shaidi -warga mesir selatan- terkenal, namanya Yasin al-Tuhami….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *