Mesir adalah salah satu negara pilihan utama para pelajar agama di seluruh dunia. Dengan keberadaan al-Azhar yang hingga saat ini tetap aktif memberikan pengajaran agama, para pelajar datang berbondong-bondong untuk meneguk manisnya ilmu agama di negeri ini.
Mesir sejak era masuknya Islam, telah membangun peradaban melalui masjid dan madrasahnya seperti keberadaan masjid Amru bin Ash yang dibangun oleh Sahabat Amru bin Ash. Tradisi membangun masjid dan madrasah berlanjut hingga dinasti yang ada setelahnya seperti Fathimiyyah, Ayyubiyah, Mamluk, dan Utsmani. Salah satu Madrasah yang terkenal adalah Madrasah Kamiliyyah, Madrasah Nashiriyyah, Madrasah Qamhiyah dan masih banyak madrasah lainnya.
Pada sore ini, di akhir bulan November, penulis melakukan perjalanan sejarah di salah satu madrasah yang didirikan di era Kesultanan Mamluk, sebuah kesultanan yang eksis setelah era Ayyubiyah dan sebelum Utsmani. Penulis dibuat takjub, karena bangunan madrasah ini masih tetap tegak dan keotentikan bangunan aslinya masih terlihat dari ukiran di pintu masuk, madrasah tersebut bernama Madrasah al-‘Aini.
Badruddin al-‘Aini: Perantau dari Syria
Pendiri madrasah al-‘Aini adalah Imam al-‘Aini dengan nama asli Mahmud bin Ahmad bin Musa bin Ahmad bin Husein bin Yusuf bin Mahmud berlaqab Badruddin. Lahir pada tanggal 26 Ramadhan 762 هـ atau 30 Juli 1361م di sebuah kota bernama Ain Tab. Nama kota yang berasal dari dua kata yang digabung yaitu “ain” dan “tab”, sebuah kota yang berjarak sekitar 90 KM dari Aleppo, Syria dan sekarang masuk dalam wilayah Turki dan bernama Gaziantep.
Setelah belajar ilmu agama di Aleppo dan Damaskus, pada Tahun 788 Hijriyah atau 1386 Masehi ia hijrah ke Kairo. Di Kairo ia bergabung bersama kaum sufi di Barquqiyah. Ia Berguru kepada para tokoh besar di Kairo seperi al-Hafizh al-Iraqi, Sirajuddin al-Bulqini.
Selama di Kairo, Badruddin al-‘Aini mendapat gelar yang prestisius di eranya seperti : Menjadi pengajar hadis di Sultan Mu’ayyad di kompleks Bab Zuwayla, dan pada tahun 829/1426 ia menjadi Qadhi mazhab Hanafi. Beliau meninggal pada tahun 855/1451 dan dikuburkan di Madrasah yang telah ia bangun. Salah satu karyanya yang terkenal adalah Syarh atas sahih bukhari yaitu Umdatul Qari’.
Madrasah Al-‘Aini: Tempat Belajar Fikih Hanafi
Madrasah ini dibangun pada tahun 1411 Masehi atau 814 Hijriyah, pada era Kesultanan Mamluk, yang dikuasai oleh sultan bernama Nashir Zayn al-Din Faraj. Madrasah al-‘Aini Terletak di jalan Muhammad Abduh, tepatnya di belakang masjid al-Azhar dan dekat dengan pintu gerbang belakang kampus al-Azhar untuk laki-laki.
Bertahan selama 6 Abad hingga saat ini, bangunan ini nampak terlihat cukup tua. Ukiran khas kesultanan mamluk masih tetap terawat, seperti mihrab tempat imam shalat yang khas ala Kesultanan Mamluk. Tinggi mihrab yang mencapai 4 meter, ornamen yang memiliki beragam warna serta kedetailan ukiran dalam ornament tersebut masih terlihat. Serta ciri khas mihrab di era Kesultanan Mamluk adalah dua tiang dari marmer yang membuatnya nampah gagah dan megah.
Di dalam bangunan ini terdapat sebuah iwan atau aula kecil di timur dan barat, dan ruangan paling utara yang agak besar dari kedua aula yang kini digunakan untuk shalat jamaah, juga bagian selatan yang kini tempat wudhu dan buang air, nampak kalau tempat ini memang dulunya tidak dibuat sebagai masjid, tapi madrasah.
Madrasah ini adalah salah satu madrasah yang menjadi tempat belajar fikih Imam Hanafi. Ulama yang pernah belajar disini salah satunya adalah al-Kamal ibn Himam, al-Sakhawi, dan juga ibn Tagharri, mereka semua belajar dari pendiri madrasah ini yaitu Badruddin al-‘Aini.
Berkunjung ke Madrasah Al-‘Aini
Pada bulan ini, madrasah sedang direnovasi. Saat penulis ke sana, para tukang sedang sibuk mengangkut besi-besi untuk renovasi bangunan madrasah ini. Seperti yang penulis tau, renovasi ini adalah upaya penyegaran ulang tanpa merubah bangunan khas dari madrasah tersebut, seperti mihrab ataupun ukiran-ukiran yang ada di aula madrasah tersebut.
Keberadaan madrasah ini menjadi sangat berarti bagi penulis sebagai perantau dari Indonesia, agar dapat meniti jalan yang sama dengan Syaikh Badruddin al-‘Aini. Kuat dan Tangguh meski berada jauh dari kampung halaman, yaitu Syria hingga menjadi ulama besar dan mendirikan madrasah al-‘Aini yang hingga hari ini masih berdiri megah.
Seperti istilah Indonesia “Kacang tak lupa kulitnya” Syaikh Badruddin al-‘Aini juga tetap menggunakan nisbah daerahnya yaitu Ain Tab. Ini mengajarkan pada penulis, meski telah jauh dari kampung halaman dan menjadi ulama besar, kita harus tetap mengingat asal-usul dari mana kita berasal.
Daftar Pustaka
Ibrahim Laila & O’kane Bernard, The Madrasa Of Badr al-Din Al-Ayni And Its Tiled Mihrab. Institut Francais d’archeologie orientale-Le Caire.
مساجد مصر و أوليائها الصالحون. الدكتورة سعاد ماهر محمد.
Editor: Soleh