Dalam menjalani hidup tak lepas dari lika liku kehidupan. Ekonomi surut, lapangan pekerjaan yang sulit, dan beberapa hal lainnya yang menyebabkan seseorang kelelahan dalam mengais rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan beberapa dari mereka ada yang sampai terpikirkan dan membuat mereka mengistirahatkan diri dengan tidur.
Urgensi Salat Wajib
Namun apa yang terjadi ketika seseorang yang ketiduran sampai meninggalkan salat? Apakah salatnya perlu diganti? Apakah hanya perlu berdoa dan meminta taubat kepada Allah ta’ala agar mengampuni kita dari dosa lalai kita terhadap pelaksanaan salat.
Berbicara tentang urgensi salat, salat merupakan ibadah terpenting. Selain dari tiang agama, salat juga merupakan ibadah yang pertama kali dihisab tatkala di hari kiamat. Sebagai sabda Rasulullah Saw:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ صَلَاتُهُ فَإِنْ كَانَ أَكْمَلَهَا وَإِلَّا قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ وُجِدَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ أَكْمِلُوا بِهِ الْفَرِيضَةَ. رواه النساعي
Dari Abu Hurairah dari Rasulullah ﷺ beliau bersabda, “Yang pertama kali yang dihisab (dihitung) dari perbuatan seorang hamba pada hari kiamat adalah salatnya, jika sempurna (ia beruntung) dan jika tidak (sempurna) maka Allah ‘Azza wa Jalla berkata, ‘Lihatlah apakah hamba-Ku mempunyai amalan salat sunnah?.’ Bila didapati ia memiliki amalan salat sunnah maka Dia berkata ‘Lengkapilah salat wajibnya (yang kurang) dengan salat sunnahnya”. (HR. Nasa’i No.463)
Bagaimana Hukum Meninggalkan Salat?
Lantas bagaimana hukum meninggalkan salat? Dikutip dari Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu karya Syaikh Wahbah Zuhaily terbagi menjadi dua pendapat:
وأجمع المسلمون على أن من جحد وجوب الصلاة، فهو كافر مرتد، لثبوت فرضيتها بالأدلة القطعية من القرآن والسنة والإجماع، ومن تركها تكاسلاً وتهاوناً فهو فاسق عاص.
“Ijma’ ulama bagi orang-orang yang menyangkal/mengingkari kewajiban salat maka dia termasuk kafir dan murtad. Karena ditetapkannya dalil-dalil Qath’iy dari Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’. Barangsiapa yang meninggalkannya karena malas, dan mengabaikan maka dia termasuk orang yang fasik nan bermaksiat”. (Zuhaili, 758)
Sehingga ketika seseorang meninggalkan salat karena ada udzur atau tidak ada, baik sengaja atau tidak sengaja seperti ketiduran dan pingsan, maka seseorang tersebut wajib mengqadha’nya. Berkaitan dengan pembahasan ini dituliskan didalam beberapa literatur. Salah satunya terdapat di dalam kitab Fiqh ‘ala Madzahib Al-‘Arba’ah karya Syaikh Abdurrahman Al-Jaziri dengan redaksi sebagai berikut:
يجب أداء الصلاة المفروضة في أوقاتها، فمن أخرها عن وقتها بغير عذر كان آثماً إثماً عظيماً،أما من أخرها لعذر فلا إثم عليه، وتارة يكون العذر مسقطاً للصلاة رأساً، وتارة يكون غير مسقط بحيث يجب على من فاتته صلاة لعذر أن يقتضيها عند زوال العذر،
“Wajib mengqadha’ (mengganti) salat wajib pada waktu-waktunya. Maka barangsiapa yang mengakhirkan dari waktunya tanpa adanya udzur, maka dia berdosa dengan sebenar-benarnya dosa besar. Adapun yang mengakhirkannya karena udzur maka tidak berdosa baginya. Maka terkadang udzur itu menggugurkan kewajiban salat dan terkadang udzur itu tidak menggugurkan kewajiban salat bagi siapa saja yang meninggalkan salat karena udzur dan wajib menggantinya ketika sudah tidak uzur”. (Al-Jaziri, 443)
Hukum Meninggalkan Salat
Berdasarkan pembahasan di atas, maka ketika seseorang mengakhirkan salat atau bahkan meninggalkannya tanpa adanya udzur, maka dia berdosa besar dan wajib menggantinya. Namun apabila memiliki udzur, terjadi perbedaan udzur yang menyebabkan gugurnya kewajiban salat sehingga tidak perlu mengqadha’nya, dan ada udzur yang tidak bisa mengugurkan kewajiban salat. Bahkan terjadi perbedaan pendapat ulama berkaitan pembahasan ini:
تسقط الصلاة رأساً عن الحائض والنفساء، فلا يجب عليهما قضاء ما فاتهما أثناء الحيض والنفاس بعد زوالهما، وكذلك تسقط عن المجنون والمغمى عليه، والمرتد إذا رجع إلى الإسلام، فهو كالكافر الأصلي لا يجب عليه قضاء ما فاته من الصلاة،
“Gugurlah kewajiban salat dari orang-orang yang mengalami haid dan nifas, maka tidak wajib bagi keduanya untuk mengqadha’ salat yang ditinggalkan semasa haid dan nifas ketika selesai (haid dan nifasnya). Begitupula gugurnya kewajiban salat dari orang gila, pingsan, dan orang yang murtad jika dia Kembali ke agama Islam. Maka dia seperti orang kafir asli yang tidak wajib mengqadha’ salatnya selama dia meninggalkan salat”. (Al-Jaziri, 443)
Sejatinya terjadi perbedaan pendapat berkaitan dengan udzur yang dianggap menggugurkan salat seperti Syafi’iyyah yang tidak menggugurkan kewajiban salat bagi orang yang murtad, dan Hanabilah yang tidak menggugurkan kewajiban salat bagi orang yang pingsan dan selainnya. Lantas, udzur apa yang tidak menggugurkan kewajiban salat? Di antara lain sebagai berikut:
Jika diuraikan tentang udzur, maka udzur terbagi menjadi dua:
- Uzur yang menggugurkan kewajiban salat
- Uzur yang tidak menggugurkan kewajiban salat.
Adapun uzur yang menggugurkan kewajiban salat secara menyeluruh terbagi menjadi tiga:
- Haid
- Nifas
- Gila/ Majnun
Sedangkan dua point lainnya masih diperselisihkan, yaitu:
- Pingsan
- Murtad yang Kembali Islam.
Adapun udzur yang tidak menggugurkan salat adalah tidur, maka bagi orang yang ketiduran dan lupa wajib baginya mengqadha’ salat. Lantas bagaimana hukum mengqadha’ salat? Apakah kita harus mengqadha’ salat? Adapun perinciannya sebagai berikut:
Hukum Mengqadha’ Salat Wajib
قضاء الصلاة المفروضة التي فاتت واجب على الفور، سواء فاتت بعذر غير مسقط لها، أو فاتت بغير عذر أصلاً، باتفاق ثلاثة من الأئمة (١) . ولا يجوز تأخير القضاء إلا لعذر. ولا يرتفع الإثم بمجرد القضاء، بل لا بد من التوبة، كما لا ترتفع الصلاة بالتوبة، بل لا بد من القضاء لأن من شروط التوبة الإقلاع عن الذنب، والتائب بدون قضاء غير مقلع عن ذنبه،
“Mengqadha’ salat wajib yang luput/telah ditinggalkan itu wajib disegerakan, baik itu disebabkan uzur yang dianggap ataupun luput/ meninggalkannya tanpa uzur. Hal ini telah oleh tiga Imam Madzhab. Maka tidak boleh mengakhirkan qadha’ salat kecuali karena udzur. Dan tidak terhapus suatu dosa dengan semata-mata qadha’ (mengganti). Akan tetapi wajib bertaubat sebagaimana tidak terangkatnya salat hanya dengan taubat, akan tetapi wajib dengan menggantinya karena sesungguhnya syarat taubat adalah terlepas dari dosa. Dan orang yang bertaubat tanpa menqadha’ tidak melepaskan dirinya dari dosa.” (Al-Jaziri, 446)
Berdasarkan matan di atas, maka wajib bagi setiap mukallaf untuk mengqadha’ salatnya baik itu karena udzur yang tidak menggugurkan kewajiban qadha’, ataupun tanpa udzur sekalipun. Lebih-lebih lagi bagi orang yang tanpa uzur dan sengaja meninggalkan salat. Selain itu juga bagi orang-orang yang mengqadha’ salat wajib bertaubat kepada Allah ta’ala sebagai bentuk penyesalan seorang hamba kepada Rabbnya dan meyakini untuk tidak mengulanginya lagi sebagai bentuk keseriusan dalam menjalani syari’at Islam. Kemudian pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana tata cara mengqadha’ salat? Adapun penjelasannya sebagai berikut:
Tata Cara Qadha’ Salat Wajib
من فاتته صلاة قضاها على الصفة التي فاتت عليها، فإن كان مسافراً سفر قصر وفاتته صلاة رباعية قضاها ركعتين ولو كان القضاء في الحضر، عند الحنفية، والمالكية؛ وخالف الشافعية، والحنابلة، فانظر مذهبيهما، تحت الخط (١) وإذا فاتته صلاة سرية، كالظهر مثلاً، فإنه يقرأ في قضائها سراً ولو كان القضاء ليلاً، وإذا فاتته جهرية كالمغرب مثلاً، فإنه يقرأ في قضائها جهراً ولو كان القضاء نهاراً، عند الحنفية، والمالكية؛ وخالف الشافعية، والحنابلة، فانظر مذهبيهما تحت الخط (٢) .
“Bagi siapa saja yang luput/meninggalkan salat wajib mengqadha’ sesuai sifat salatnya. Maka ketika musafir dan ketika sadar sudah niat menqashar dan salat yang ditinggalkan adalah salat empat raka’at, maka mengqadha’nya dua rakaat meskipun dalam kondisi hadir menurut Malikiyah dan Hanafiyah. Adapun Syafi’iyyah dan hanabilah menyelisihinya. Maka jika meninggalkan salat Sirr seperti Zuhur misalnya, maka membaca bacaan ketika mengqadha’nya secara Sirr meskipun Qadha’nya di malam hari. Dan jika meninggalkan salat Jahr seperti maghrib contohnya, maka wajib membaca bacaan ketika mengqadha’ dengan jahr meskipun di siang hari menurut Hanafiyah dan Malikiyyah dan Syafi’iyyah dan Hanabilah menyelisihinya maka lihat pendapat madzhab mereka dibawah ini.” (Al-Jaziri, 447)
Dengan demikian maka selayaknya seorang muslim melaksanakan salat tepat pada waktunya. Adapun di antara kita ada yang luput dari salat baik karena ketiduran, pingsan, maka seyogyanya kita melaksanakan qadha’ sesuai dengan anjuran yang telah dipaparkan di atas. Dengan demikian, maka tidak perlu keliru ataupun bingung lagi tentang Qadha’ salat wajib apakah kita perlu atau tidaknya. Karena taubat saja tidak cukup menggugurkan manusia dari dosa, melainkan juga qadha’ untuk membebaskan dari dosa. Begitupula jika hanya qadha’ tidak cukup untuk membebaskan manusia dari dosanya meninggalkan salat, akan tetapi dengan bertaubat, niscaya Allah akan mengampuni dosa kita.
Editor: Soleh