Lima tahun pasca berdirinya groep Muhammadiyah Sariak Malai Pariaman, Buya Oedin, terus melakukan terobosan. Ia ingin melebarkan sayap Islam Berkemajuan di kantong-kantong tarekat Syattariyah.
Bertambahnya jumlah groep dan amal usaha dari Cabang Muhammadiyah Pariaman, tidak membuat pengurus persyarikatan berpuas diri. Sampai awal Januari 1936, beberapa pemuda yang berasal dari Hizbul Wathan dan Pemuda Muhammadiyah membicarakan pers.
Ya, pers –yang bisa menyampaikan pesan-pesan dari kalangan terdidik pada golongan tidak terdidik, tentu menjadi tujuan utama mereka. Adalah Kasim Munafy, yang kali pertama melempar ide kepada Aburahym Raschid, Nurdin PC, dan beberapa pemuda lainnya.
Setelah melaksanakan salat Isya di belakang bengkel Apar Besi pada Januari 1936, kembali para pemuda ini berkumpul untuk merumuskan apa nama pers yang ingin mereka dirikan.
Kasim memberi ide, agar majalah itu diberi nama Bahtera Masa. Suatu penamaan yang unik. Dan, barangkali ini merupakan pers pertama di Sumatra yang digagas oleh sekelas Cabang Muhammadiyah.
***
Penamaan Bahtera Masa pun menarik untuk dimaknai. Kata yang bisa saja merujuk pada moda transportasi yang membawa mereka ke masa depan, ataupun bisa dimaknai sebagai harapan menuju arah yang lebih baik.
Di tengah rapat yang beranjak malam itu, Kasim meminta kesediaan Thaher menjadi pimpinan redaksi Bahtera Masa. Anggota rapat rerata menyatakan setuju dengan ide Kasim Munafy. Lalu, siapa yang membiayai penerbitan? Tentu saja tidak terlalu sulit bagi mereka.
Sebagian aktivitas dan amal usaha persyarikatan, telah disupport dananya dari saudagar kaya. Sebut saja nama Haji Mangan, seorang saudagar kopra –yang banyak mewakafkan tanahnya untuk Muhammadiyah.
Tanah yang diwakafkan diperuntukan bagi pembangunan rumah yatim Muhammadiyah dan gedung Madrasah Tsanawiyah, yang terletak di tengah sawah. Sebelum pembangunan gedung, pada tahun 1930 atas prakarsa pimpinan persyarikatan, melaksanakan Shalat Idul Fitri kali pertama di tanah wakaf Haji Mangan.
Selain memanfaatkan tanah wakaf, Haji Mangan juga menyerahkan rumah eks pemilik pabrik minyak kelapa. Rumah itu awalnya adalah milik seorang Controleur Belanda.
Rumah inilah nantinya yang dipakai sebagai kantor Muhammadiyah Groep Kurai Taji, sekaligus menampung puluhan anak-anak yatim. Sehingga rumah ini dikenal sebagai internaat Yatim Muhammadiyah Kurai Taji.
Selain Haji Mangan, ada beberapa orang saudagar kaya asal Kurai Taji yang menyuplai dana untuk edisi perdana Bahtera Masa. Edisi awal majalah yang dicetak di Drukkerij Padang Panjang, tercatat pada bulan Februari 1936.
Bahtera Masa mengusung slogan “Bahagia Tergantung Atas Masyarakat Sendi Agama”. Slogan yang tentunya menginginkan masyarakat berbahagia dalam Islam Berkemajuan.
***
Di halaman depan majalah, terpampang susunan redaksi, yang terdiri dari: redaksi dipimpin oleh Thaher Rahmad, M. Louth Hasan ditunjuk sebagai Wakil Pemimpin Redaksi, dan Aburahym Rachid,Sulaiman Munafy, dan Kasim Munafy didaulat sebagai anggota redaksi Bahtera Massa.
Pada edisi perdana Wakil Pemred Bahtera Masa M. Louth Hasan menulis sebuah artikel berjudul Islam dan Perdamaian. Dalam artikelnya Louth Hasan mengingatkan agar perpecahan yang terjadi di antara bangsa-bangsa Islam di dunia, harus secepatnya diatasi.
“Satu bangsa dengan bangsa sama-sama bermain mata ibarat kucing dan tikus.
Di saat kucing telah pandai berjalan di atas peran, tikus berdaya upaya berjalan di atas tali.” Demikian Louth Hasan membahasakan artikelnya.
Selain M. Louth Hasan, Kasim Munafy ikut menulis Surat-surat R.A Kartini di Bahtera Masa. Ia mengalihbahasakan tulisan Kartini yang awalnya berjudul Door Duisternis Tot Licht, atau dalam di-Indonesiakan artinya, Dari Gelap Terbitlah Terang.
Namun penerbitan Bahtera Masa hanya berjalan selama bulan Februari dan Maret saja. Ketika menginjak April 1936 majalah Bahtera Masa tiba-tiba dibredel oleh Asisten Residen Afdeling Padang Panjang.
Sebelum dinyatakan ‘dilarang’ Asisten Residen Padang Panjang, Hoofd PID memanggil Saalah Yusuf Sutan Mangkuto. Masa itu, Saalah merupakan pimpinan untuk Konsul Muhammadiyah Minangkabau. Ia diminta untuk menyaksikan pembakaran Bahtera Masa –yang dituduh merusak rust en orde.
Setelah mendengar tuduhan Hoofd PID, edisi ketiga Bahtera Masa pun dibakar di depan Saalah Yusuf. Dua hari setelah pembredelan Bahtera Masa, pimpinan Muhammadiyah Konsul Minangkabau memanggil Wakil Pemred M. Louth Hasan.
Saalah mengisahkan, bahwa ada satu artikel yang dituduh menghasut masyarakat, agar memusuhi pemerintah Kolonial Belanda. Selain itu, Saalah mengatakan, tuduhan Hoofd PID berasal dari Vice Controleur Padang Panjang yang tidak senang dengan content berita Bahtera Masa.
Editor: Arif