Feature

Belajar dari Ato’

3 Mins read

Pada era 90-an sampai dengan awal tahun 2000-an, seiring dengan maraknya pergerakan aktivis dakwah di kampus-kampus, nasyid menjadi salah satu aliran musik yang cukup berjaya.  Grup-grup nasyid yang terkenal saat itu tak hanya dari dalam negeri seperti Snada dan Suara Persaudaraan, tapi juga dari Malasyia seperti Raihan dan Brothers.

Tema yang mereka usung pun beragam. Dari puji-pujian kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW, romansa cinta ikhwan-akhwat, hingga yang bernuansa haroki macam yang diusung Izzatul Islam dan Ruhul Jadid. Banyak acara keislaman yang menghadirkan mereka sebagai pengisi acaranya, bahkan sampai ada juga konsernya.

Satu-satunya konser nasyid yang saya datangi itu diadakan di Sabuga ITB, 16 Oktober 2001. Saya lupa judul acara itu. Yang jelas banyak grup nasyid beken yang datang. Dari Bimbo sampai Raihan. Banyak juga ustaz yang hadir memberikan taushiyah. Dari Aa Gym sampai Aam Amiruddin.

Namun, dari semua penampil tersebut, ada satu orang yang sangat istimewa. Ia bukan nasyider, bukan pula ustaz. Ia jamaah biasa yang dalam setiap pengajian di pesantren Daarut Tauhiid (DT) hampir bisa dipastikan ia selalu hadir.

Jika ia orang biasa seperti saya dan Anda, tentu saya tak akan terheran-heran seperti ini. Yang membuat ia istimewa adalah keadaan fisiknya yang tak seperti umumnya orang normal. Ya, orang istimewa ini bernama Ato’. Separuh tubuhnya kaku entah karena penyakit atau apa.

***

Setiap kali mengaji di DT, Ato’ memerlukan biaya sekitar Rp40 ribu untuk ongkos taksi. Pada masa itu, uang segitu lumayan juga nilainya karena jatah hidup saya dari orangtua selama sebulan sebagai mahasiswa di Bandung saja cuma 300 ribu-an.

Baca Juga  Sarang Building dan Peluang Seni-Budaya di Muhammadiyah

Belum cukup dengan perjalanan yang panjang dan mahal itu, untuk “memindahkan” Ato’ dari taksi ke lokasi pengajian, diperlukan orang lain untuk menggendong tubuhnya. Meski terlihat sulit dan berat, Ato’ tak tanggung-tanggung dalam memenuhi kehausannya akan ilmu agama. Duduknya selalu
di baris terdepan dan karenanya, pantaslah jika Aa Gym mengenalnya.

Dengan profesi sebagai penjual makanan burung, biaya perjalanan sebesar Rp40 ribu itu tentulah terlihat sangat memberatkan untuknya. Nyatanya Ato’ sendiri tak merasa berat. Boleh jadi karena keyakinannya yang satu itulah Ato’ sering mendapat pertolongan dari Allah. Setidaknya, sampai hari itu rejeki yang ia dapat masih cukup untuk memenuhi biaya perjalanannya menuntut ilmu ke pesantren
dan menghidupi ibunya. Ato’ memang istiqomah.

Cita-citanya tinggi dan mulia. Menjadi ulama. Toh Ato’ tetap realistis, jika tak kesampaian ia ingin keturunannya nanti yang menjadi ulama. Hal ini pernah disampaikannya ketika pengajian minggu pagi di DT. Dan Subhanallah, Allah begitu menyayangi orang ini.

Dalam kesempatan konser itu Aa Gym memberitahukan pada Ato’ bahwa ada 2 atau 3 orang akhwat yang bersedia menjadi istrinya untuk bersama-sama mewujudkan mimpi Ato’ melahirkan dan mendidik calon ulama. Ditawari begitu, Ato’ cuma menjawab pendek, “Saya pikir-pikir dulu, A’,” katanya sambil tersipu-sipu. Karuan saja suasana dalam gedung itu jadi berubah haru sekaligus geli melihat sikap ‘malu-malu tapi mau’ yang ditunjukkan Ato’.

Tak cukup sampai di situ, Ato’ dan Ummi Maktum Voice –grup nasyid yang beranggotakan para tunanetra mendapat anugerah luar biasa ketika itu. Mereka mendapat hadiah ongkos naik haji (ONH) dari salah satu bank terkemuka. Subhanallah.

***

Saya tercengang melihat Ato’ di panggung, seolah baru melihat keajaiban. Dan sesudahnya saya malu luar biasa. Malu pada semangatnya mencari ilmu agama, malu pada cita-citanya yang begitu mulia.

Baca Juga  Setelah Mendapat Beasiswa Luar Negeri, What’s Next?

Sementara ketika saya tengok pada diri saya, yang tampak adalah manusia sehat yang bisa ke mana-mana sendirian –tak harus digendong-gendong seperti Ato’ tapi tak terlalu rajin menuntut ilmu. Yang punya sisa uang yang sebenarnya cukup untuk dijadikan ongkos menuntut ilmu tapi lebih banyak habis
untuk hal-hal yang tak jelas manfaatnya.

Ya, Ato’ telah memberikan pelajaran berharga bahwa kesehatan, kesempatan, waktu, dan biaya yang ada saat ini harus dimanfaatkan benar untuk mencari ridho Allah. Bahwa cinta Allah hanya akan datang pada mereka yang benar-benar berusaha dan istiqomah. Dan kalau cinta Allah sudah di tangan, berbagai kemudahan bahkan keajaiban akan datang dengan sendirinya.

Dan Ato’ menjadi saksinya. Istri yang sholehah dan hadiah ongkos naik haji (ONH) cuma contoh kecil yang bisa kita lihat secara kasat mata. Lainnya? Tentu hanya Ato’ yang dapat merasakannya dan mungkin itu jauh lebih indah dan nikmat daripada apa yang sanggup kita bayangkan.

Saya mengerjap-ngerjapkan mata saya yang basah. Sebentuk tekad baru telah muncul dalam dada, bahwa saya juga ingin mendapat cinta yang agung itu. Cinta Allah. Dan Ato’, meski ke mana-mana
harus digendong, kau telah melangkah begitu jauh di depan. Ibarat berjalan kau telah sampai, sementara saya masih dalam tahap merangkak. Terengah-engah.

 Editor: Yahya FR
Avatar
3 posts

About author
ASN di Pemkab Magetan Jawa Timur. Seorang ibu yang senang bercerita lewat tulisan.
Articles
Related posts
Feature

Belajar dari Kosmopolitan Kesultanan Malaka Pertengahan Abad ke15

2 Mins read
Pada pertengahan abad ke-15, Selat Malaka muncul sebagai pusat perdagangan internasional. Malaka terletak di pantai barat Semenanjung Malaysia, dengan luas wilayah 1.657…
Feature

Jembatan Perdamaian Muslim-Yahudi di Era Krisis Timur Tengah

7 Mins read
Dalam pandangan Islam sesungguhnya terdapat jembatan perdamaian, yakni melalui dialog antar pemeluk agama bukan hal baru dan asing. Dialog antar pemeluk agama…
Feature

Kritik Keras Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi atas Tarekat

3 Mins read
Pada akhir abad ke-19 Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, seorang ulama Minangkabau dan pemimpin Muslim terpelajar, Imam Besar di Masjidil Haram, Mekah, meluncurkan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds