Insight

Benarkah IMM tidak Religius?

4 Mins read

Ikatan Mahasiwa Muhammadiyah (IMM) ialah eksponen mahasiswa yang menjelma sebagai suatu wadah pergerakan mahasiswa dalam tubuh persyarikatan Muhammadiyah, organisasi Islam Modernis terbesar di Indonesia. Organisasi kemahasiswaan yang tumbuh subur di Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) ini juga mengemban misi bapak kandungnya, Muhammadiyah, untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. 

Trologi IMM yang selama ini menjadi ruh pergerakan sekaligus lokus perjuangan kader IMM mengandung dimensi-dimensi sentral yang saling terkoneksi satu sama lain. Yaitu dimensi ”Keagamaan”, “Kemahasiswaan” dan “Kemasyarakatan”. Ketiga dimensi tersebut menjelma menjadi komponen kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap kader IMM yang lumrah disebut Tri Kompetensi Dasar yaitu Religiusitas, Intelektualitas , dan Humanitas. 

Terma “Keagamaan/Religiusitas” yang termaktub dalam Trilogi dan Tri Kompetensi Dasar IMM ini, Pada umumnya menimbulkan stigma tersendiri. Stigma tersebut berupa kesan “Agamis” yang lazim melekat kuat dan mencerminkan kepribadian Kader IMM baik secara penampilan dan karakteristik. Tak jarang, beberapa Mahasiswa ingin menjadi bagian dari IMM karena ingin belajar islam yang akan dikaji dalam IMM. Serta, ingin memiliki teman-teman baik nan agamis sehingga pergaulan mereka bisa terjaga, buntut dari aspek religiusitas IMM. 

Namun, setelah mareka resmi menjadi kader IMM, beberapa (untuk tidak mengatakan semuanya) kader sedikit-demi sedikit kecewa setelah mengetahui realitas yang terjadi dalam tubuh IMM. Kesan agamis yang mereka harapkan ada dalam IMM seketika sirna setelah mengetahui banyaknya agenda-agenda di IMM, yang (menurut mereka), jauh dari kesan agamis. Seperti banyaknya diskusi filsafat yang membahas pemikiran filsuf kafir-liberal, diskusi tentang tokoh feminis yang berideologi komunis, pembahasan tentang issu-issu politik, dan bedah buku tokoh-tokoh sosialis dunia.

Porsi diskusi tentang kajian keislaman sangat minim diselenggarakan, sepi peminat, bahkan terkesan ditiadakan. Belum lagi setelah melihat watak pemikiran anak-anak IMM yang (menurut mereka) liberal, sebagai dampak keterlibatan mereka pada diskusi-diskusi tersebut. Selain itu, beberapa kader IMM yang mengenakan pakaian yang tidak Syar’ie, tidak rapi, acak-acakan dan kurang memiliki marwah dan wibawa, memperkuat asumsi apriori bahwa kader IMM tidak Religius. 

Baca Juga  Wajah Ekonomi dan Politik Kini

Setelah mengetahui realitas tersebut, timbul berbagai macam pola sikap kader dalam menyikapi fenomena ini. Ada yang keluar dari IMM, baik bergabung ke organisasi lain yang dianggap lebih islami atau memilih untuk non-aktif organisasi. Dan ada juga yang bertahan di IMM, baik bersikap acuh tak acuh terhadap agenda IMM yang dirasa tidak Islami atau memberikan respon kepada penyelenggaraan agenda tersebut. Dengan teguran ataupun menyelenggarakan agenda tandingan yang lebih bernuansa Islami. 

Anggapan IMM tidak Islami tidak hanya muncul dari kader, pihak luar pun juga setali tiga uang. Salah satunya dosen. Beberapa dosen (kususnya dosen di dalam PTM) menganggap beberapa agenda IMM mengandung kecambah pemikiran liberal. Tuduhan IMM kekiri-kirian plus komunis pun juga tidak sedikit difatwakan. Anak IMM yang tidak cakap mengaji dan sedikit hafal ayat al-Qur’an juga dijadikan dalil legitimasi guna menjastifikasi bahwa IMM memang sudah tidak religius lagi.

Bagaimana Mengukur Religiusitas IMM?

Anggapan IMM tidak Religius sangat lumrah terjadi. Karena tafsiran tentang “religiusitas” IMM hanya berhenti pada kompetensi menjalankan ritus keagamaan. seperti sholat, membaca dan menghafal Al-Qur’an, adzan, bercelana cingkrang, bercadar, hadir di pengajian dan ikut seminar ustadz pakar nikah dini. Begitulah religiusitas prematur, religiusitas yang dilihat hanya lewat satu aspek. Maka  konsekuensinya, kegiatan selain itu tidak dikategorikan sebagai suatu amalan Religius, begitulah kiranya keadaan IMM kini.

Betapa sempitnya jika Religiusitas hanya diukur oleh intensitas menjalankan ritus keagamaan, sebagaimana yang disebut di atas. Religiusitas itu mencakup beberapa aspek, baik berbentuk amalan mahdhah, ghairu mahdhah, dan amal-amal dunia lain yang mengandung manfaat yang sejalan dengan maqashid asy-syari’ah.

Nampaknya makna religius ini masih banyak yang belum memahami. Segala simbol yang dijelaskan di atas baru mencerminkan salah satu sisi Islam yang belum substantif. Seseorang bisa dikatakan religius jika amal perbuatannya berujung pada tercapainya maqashid as-syari’ah yang menjadi poin inti religiusitas seseorang. 

Baca Juga  Kekerasan dalam Pacaran: Penyebab dan Solusi

Konsep maqashid syari’ah diformulasikan Al-Ghazali dalam karyanya al-Mustasyfa min ‘Ilm al-Ushul, yang kemudian disempurnakan dengan lebih sistematis oleh Asy-Syatibi dalam karyanya al-Muwafaqat fi Ushul Syari’ah. mereka berkontribusi terhadap lahirnya lima prinsip syari’ah (ad-dlaruriyyaat al-khams) klasik sebagaimana yang kita semua ketahui yaitu menjaga agama (ad-Din) , jiwa (an-Nafs), akal (al-‘Aql), keturunan (an-Nasl), dan harta (al-Mal). Teori ini dapat dijadikan indikator serta prinsip-prinsip atau ciri-ciri religiusitas paripurna kader IMM. 

Pertama, menjaga Agama (ad-Din). Kader IMM harus patuh menjalankan syari’at-syari’at agama secara istiqomah dan konsisten menjaga kemurnian tauhid. Semangat memperdalam ilmu-ilmu agama dan memaksimalkan segala potensinya guna mendapat nilai-nilai keagamaan yang adaptif dengan kehidupan kontemporer. Serta tidak bersikap menang sendiri dan paling benar.

Kedua, menjaga jiwa (al-Nafs). Kader IMM harus berupaya menjaga jiwanya agar selalu sehat dan terhindar dari berbagai macam mafsadat. Menjauhi minuman keras, narkoba, rokok, dan rajin berolahraga. Hal tersebut dilakukan agar kader IMM selalu sehat dan bisa beristiqomah dalam mengemban amanah perjuangan dakwah ikatan. 

Ketiga, menjaga akal (al-‘aql). KHA Dahlan sering kali berucap bahwa setiap manusia harus menggunakan akal untuk memperbaharui keyakinan, usaha, tujuan hidup, serta memahami kebenarannya. Kader IMM harus memkasimalkan potensi akalnya dengan memperbanyak membaca, diskusi dan menulis. Tidak hanya membaca satu disiplin ilmu, namun memperkaya diri dengan berbagai macam disiplin ilmu sebagai bekal melakukan transformasi sosial dan upaya mensyukuri akal sehat. 

Keempat. Menjaga keturunan (an-Nasl). Para kader IMM harus berupaya memberikan bekal yang cukup kepada anggota-anggotanya, sehingga mereka mempunyai kompetensi yang mumpuni untuk melanjutkan estafet perjuangan ikatan, itu dalam konteks perkaderan. Dalam konteks relasi hubungan, para kader IMM harus menjauhi segala sesuatu yang mengarah kepada timbulnya perzinaan seperti chat sex, pornografi dan pornoaksi sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. 

Baca Juga  Politisasi Isu Agama dan Minoritas Uyghur

Kelima, menjaga harta (al-maal). Kader IMM harus cakap dalam mengatur administrasi keuangan ikatan. Kader tidak boleh menyalahgunakan keuangan dalam ikatan untuk kepentingan primordial pribadi atau untuk hal-hal di luar kepentingan ikatan. Kader IMM harus menjauhi tindakan manipulasi keuangan dan korupsi. Agar sirkulasi keuangan ikatan bisa tetap stabil. Juga melakukan gerakan kemandirian ekonomi sejak mahasiswa.

Apakah IMM sudah sesuai dengan indikator religiusitas paripurna di atas? Jika dikatakan sesuai secara sempurna, pasti jawabannya belum. Namun kader IMM tetap berupaya untuk memenuhi kriteria religiusitas di atas dengan melakukan perbaikan dan pembenahan setiap waktu. Jadi, ditilik dari indikator di atas, segala kegiatan yang dilakukan IMM mengandung unsur religius. Sehingga tidak bisa dikatakan bahwa IMM tidak religius karena hanya terdapat satu aspek religiusitas IMM yang masih lemah. Billahi fi sabilil haqq, wassalam. 

Yahya Fathur Rozy
38 posts

About author
Peminat studi-studi keislaman
Articles
Related posts
Insight

Kesalehan Hibrid: Berislam Gado-Gado ala Milenial

4 Mins read
Revolusi industri 4.0 telah mendorong percepatan inovasi teknologi yang mengakibatkan perubahan dahsyat (disrupsi) terhadap kehidupan masyarakat. Masifnya internet tak hanya menghubungkan jutaan…
InsightPerspektif

Bonus Demografi: Berkah atau Musibah?

3 Mins read
Berdasarkan hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh lembaga pemerhati pertumbuhan beragama dunia yang berpusat di Amerika, yakni Pew Research Center Religious and…
InsightPerspektif

Wajah Ekonomi dan Politik Kini

4 Mins read
*Diambil dan diolah dari berbagai sumber

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *