Perspektif

Berkurban untuk Kepentingan Politik: Ketika Kampanye Politik Berkedok Agama

4 Mins read

Setiap tahun, umat Muslim di seluruh dunia merayakan Idul Adha, juga dikenal sebagai Hari Raya Kurban. Perayaan ini merupakan momen penting dalam agama Islam, dimana umat Muslim yang mampu dianjurkan untuk menyembelih hewan kurban dan berbagi dagingnya dengan sesama. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, tradisi berkurban sering dimanfaatkan untuk kepentingan kampanye politik.

Di dalam artikel ini, saya akan mengulas tentang hukum berkurban dalam Islam serta mengingatkan bahwa penggunaan tradisi agama untuk kepentingan politik harus dilakukan dengan bijak dan menghormati nilai-nilai agama.

Hukum Berkurban dalam Islam

Idul Adha adalah salah satu perayaan penting dalam Islam yang merayakan kesediaan Nabi Ibrahim (Abraham) untuk mengorbankan putranya, Ismail (Ishmael), sebagai bentuk penghormatan kepada Allah. Namun, dalam ujian tersebut, Allah menggantikan Ismail dengan seekor domba sebagai kurban. 

Berdasarkan kisah ini, umat Muslim yang mampu dianjurkan untuk menyembelih hewan kurban, seperti domba, sapi, atau kambing, setiap tahun pada hari raya Idul Adha.

Hukum berkurban di dalam Islam memiliki tujuan mulia, yaitu untuk mengingatkan kita tentang pentingnya kesediaan untuk mengorbankan sesuatu yang berharga dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.

Selain itu, berkurban juga memiliki dimensi sosial yang kuat, dimana daging hewan kurban dibagikan kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Hal ini mencerminkan nilai-nilai kepedulian sosial, saling berbagi, dan empati yang diajarkan oleh agama Islam.

Penggunaan Berkurban untuk Kampanye Politik

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, tradisi berkurban sering dieksploitasi untuk kepentingan politik. Kampanye politik menggunakan momen Idul Adha sebagai ajang untuk menarik simpati dan mendapatkan dukungan politik.

Para politisi sering kali menyembelih hewan kurban di tempat-tempat umum, diiringi dengan pemberitaan media yang luas. Tindakan ini seringkali menjadi alat untuk memperoleh popularitas dan meningkatkan citra politik. Penggunaan tradisi agama untuk kepentingan politik, termasuk dalam konteks berkurban, sebenarnya melanggar prinsip-prinsip yang seharusnya dijunjung tinggi dalam politik.

Baca Juga  Empat Imam Mazhab Bolehkan Shalat Iduladha di Rumah

Politik seharusnya bertujuan untuk pelayanan publik, pengabdian kepada masyarakat, dan peningkatan kualitas hidup bersama. Memanfaatkan momen agama untuk kepentingan pribadi atau politik dapat menimbulkan kesan bahwa agama dijadikan alat untuk mencapai tujuan-tujuan politik tertentu.

Pentingnya Menghormati Tradisi Agama

Sebagai masyarakat yang bijak, kita harus menjaga integritas dan keaslian tradisi berkurban. Menghormati tradisi agama berarti menghargai dan menghormati nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Tradisi berkurban tidak boleh dijadikan sarana politik yang bertujuan untuk kepentingan pribadi atau politik semata.

Dalam Islam, berkurban memiliki tujuan yang mulia, yaitu mendekatkan diri kepada Allah, mengingatkan kita tentang pentingnya kesediaan untuk mengorbankan sesuatu yang berharga, dan melibatkan dimensi sosial yang kuat melalui berbagi daging kepada yang membutuhkan. Penggunaan tradisi berkurban untuk kepentingan politik dapat mengaburkan esensi dan makna sejati dari berkurban itu sendiri.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

“Allah tidak menerima darah dan daging hewan kurban itu, tetapi yang diterima-Nya dari kamu adalah ketaqwaan dari kamu. Demikianlah Allah memelihara hukum-hukum-Nya. Maka bertakwalah kepada Allah, dan berilah khabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Hajj: 37)

Rasulullah Saw juga bersabda:

“Sebaik-baik hari untuk berkurban adalah hari Nahr (Hari Raya Idul Adha).” (HR. Tirmidzi)

Dari Anas bin Malik ra bahwasanya Rasulullah Saw bersabda, “Sungguh tidaklah seorang anak Adam melakukan suatu amalan yang lebih dicintai oleh Allah pada hari-hari sepuluh Dzulhijjah daripada memasukkan kepalanya ke dalam potongan rambut kurban. Bahkan setiap helai rambut itu akan mendapatkan pahala dari Allah. ” (HR. At-Tirmidzi)

***

Ayat-ayat dan hadis-hadis ini menggarisbawahi bahwa berkurban adalah amalan yang ditujukan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai bentuk pengorbanan yang diterima-Nya. Penggunaan tradisi berkurban untuk kepentingan politik seharusnya tidak dilakukan, karena itu dapat mengurangi nilai-nilai suci dan mungkin menyalahgunakan tradisi agama.

Baca Juga  Suarakan Muhammadiyah, Jangan Cuma Cari Suara di Muhammadiyah!

Sebagai politisi atau calon pemimpin, penting bagi mereka untuk memahami bahwa agama adalah urusan pribadi dan memiliki tempat yang khusus dalam kehidupan masyarakat. 

Menggunakan tradisi agama untuk kepentingan politik dapat memicu kontroversi dan memecah-belah masyarakat. Sebagai gantinya, politisi seharusnya fokus pada penyampaian visi, program, dan solusi nyata untuk kesejahteraan masyarakat, bukan mengandalkan tradisi agama sebagai alat untuk mendapatkan popularitas dan dukungan politik.

Dalam Islam, integritas dan kejujuran adalah nilai-nilai yang sangat dijunjung tinggi. Para politisi seharusnya menunjukkan integritas dengan memisahkan tradisi berkurban dari kampanye politik mereka. Jika mereka ingin berkurban, mereka dapat melakukannya secara pribadi atau melalui lembaga amal yang terpercaya, tanpa mengaitkannya dengan agenda politik.

Langkah-langkah Menghormati Tradisi Agama

Demikian pula, masyarakat juga berperan penting dalam memastikan bahwa tradisi agama tidak disalahgunakan untuk kepentingan politik. Kita harus cerdas dan kritis terhadap praktik politik yang memanfaatkan momen agama, termasuk berkurban, untuk keuntungan politik semata. Kita harus mendorong politisi untuk fokus pada upaya nyata dalam melayani masyarakat dan meningkatkan kualitas hidup bersama, tanpa melibatkan tradisi agama sebagai alat kampanye.

Dalam menghormati tradisi agama dan menjaga integritasnya, ada beberapa langkah yang dapat kita ambil:

1. Memahami Makna Berkurban: Pelajari dan pahami dengan baik makna berkurban dalam Islam. Ketahui tujuan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Ini akan membantu kita menghargai dan menjaga keaslian tradisi tersebut.

2. Tegakkan Prinsip-Prinsip Agama: Jaga agar tradisi berkurban tidak disalahgunakan untuk kepentingan politik. Politisi dan calon pemimpin seharusnya memisahkan agenda politik dari praktik keagamaan. Mereka harus fokus pada pelayanan publik dan kualitas kepemimpinan, bukan memanfaatkan tradisi agama sebagai alat kampanye.

Baca Juga  Menunggu Fatwa Haram Plastik Sekali Pakai

3. Kritis terhadap Praktik Politik yang Salah: Jadilah masyarakat yang kritis dan cerdas dalam menilai tindakan politik yang memanfaatkan momen agama. Jangan mudah terpengaruh oleh taktik-taktik politik yang mengaitkan tradisi agama dengan agenda politik. Tinjau program dan komitmen nyata para politisi dalam memajukan masyarakat.

4. Promosikan Kedermawanan dan Kepedulian Sosial: Selain berkurban, promosikan juga nilai-nilai kedermawanan dan kepedulian sosial dalam masyarakat. Ajak masyarakat untuk berbagi dan membantu sesama yang membutuhkan, tidak hanya pada hari raya Idul Adha, tetapi juga sepanjang tahun.

Dengan menghormati tradisi agama dan menjaga integritasnya, kita dapat memastikan bahwa nilai-nilai suci dalam berkurban tetap terjaga. Penggunaan tradisi agama untuk kepentingan politik dapat merusak nilai-nilai tersebut dan mengurangi makna sejati dari berkurban. Mari kita bersama-sama menjaga keaslian tradisi berkurban dan menghormati nilai-nilai agama dengan bijak.

Editor: Soleh

Syahrian
1 posts

About author
Aktivis Muda Muhammadiyah
Articles
Related posts
Perspektif

Serangan Iran ke Israel Bisa Menghapus Sentimen Sunni-Syiah

4 Mins read
Jelang penghujung tahun 2022 lalu, media dihebohkan dengan kasus kematian Mahsa Amini, gadis belia 22 tahun di Iran. Pro-Kontra muncul terkait aturan…
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *