Secara geografis, luas Minangkabau sekitar 42.000 km persegi. Luasnya kira-kira 11 % dari luas Pulau Sumatera. Ranah Minangkabau termasuk dalam wilayah Propinsi Sumatra Barat. Dalam garis besarnya, Alam Minang terdiri atas dua kawasan, Darek dan Rantau.
Darek adalah kawasan inti yang berada di pedalaman atau di dataran tinggi. Tepatnya di sekitar gunung Merapi. Oleh karena itu, kawasan di pedalaman ini disebut darek (darat). Sedangkan daerah yang mengelilingi di sekitar kawasan inti disebut rantau (Sjafnir Aboe Nain Kando Marajo, hlm. 13-14).
Di dalam tambo diungkapkan secara simbolis letak geografis Alam Minangkabau: “Dari Riak nan Badabua, Siluluak Punai Maif, Sirangkak nan Badangkuang, Buayo Putiah Daguak, Taratak Aie Hitam, Sikilang Aie Bangih, Hingga Durian Ditakuak Rajo” (Dari Riak nan Berdebur, Siluluk Punai Maif, Sirangkak nan Berdengkung, Buaya Putih Daguk, Teratak Air Hitam, Sikilang Air Bangis, Hingga Durian Ditekuk Raja). Demikian menurut Sjafnir Aboe Nain Datuk Kando Marajo dalam Sirih Pinang Adat Minangkabau (2006).
Darek
Kawasan inti yang diyakini sebagai daerah asal Suku Minang terdiri dari tiga luhak: Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, dan Luhak Lima Puluh Kota. Kawasan ini kemudian dikenal dengan nama Luhak Nan Tigo.
Luhak Nan Tigo terletak di kawasan pedalaman. Dalam tradisi masyarakat Minang, ketiga kawasan yang berada di pedalaman ini dikenal dengan sebutan darek (darat). Ketiga kawasan inilah yang kemudian menjadi inti atau pusat dari Alam Minangkabau.
Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, dan Luhak Lima Puluh Kota terletak di dataran tinggi yang membentang di Bukit Barisan. Letaknya membujur dari utara ke selatan. Luhak Tanah Datar berpusat di Batusangkar. Luhak Agam berpusat di Bukitinggi. Luhak Lima Puluh Kota berpusat di Payakumbuh.
Sebagian besar dari nagari-nagari di kawasan inti Alam Minang berada di dataran tinggi. Dikelilingi tiga gunung yang amat masyhur bagi masyarakat setempat, yaitu gunung Merapi, Singgalang, dan Sago. Kawasan ini berada di ketinggian sekitar 300 sampai 900 meter di atas permukaan laut.
Kawasan-kawasan inti di Luhak Nan Tigo (Tanah Datar, Agam, dan Lima Puluh) dikelilingi oleh nagari-nagari satelit yang dikenal dengan nagari Rantau.
Rantau
Suku Minang menyebar ke wilayah pinggiran di luar kawasan inti Alam Minangkabau. Kawasan-kawasan di pinggiran inti Alam Minang inilah yang kemudian disebut nagari Rantau.
Pada mulanya, nagari Rantau merupakan tempat pemukiman orang-orang Minang. Lambat laun, Rantau menjadi wilayah kedua Alam Minangkabau yang terpisah dari daerah asalnya. Namun, masyarakat di nagari-nagari Rantau tetap menghubungkan diri dengan kebudayaan nagari asalnya. Masyarakat Rantau selalu mengikatkan diri secara etnik dan kultural dengan Minangkabau.
Secara geografis, daerah Rantau dibagi menjadi: Rantau Timur, Rantau Pesisir, Rantau Pasaman, dan Rantau Selatan. Daerah di sepanjang aliran sungai yang mengalir ke pantai timur disebut Rantau Timur. Daerah dataran rendah yang sempit dan membujur sepanjang pantai barat Sumatera Barat disebut Rantau Pesisir, terdiri atas kawasan Tiku, Pariaman, Padang, Painan, dan Indrapura.
Di sebelah utara Luhak Agam terletak Rantau Pasaman, terdiri dari Rao, Lubuk Sikaping, Portibi, dan Air Bangis. Di daerah rantau bagian selatan berbatasan dengan Kerinci, terletak di Alahan Panjang, Sungai Pagu, dan Muara Labuh (Sjafnir Aboe Nain Datuk Kando Marajo, hlm. 14).
Alam Minangkabau
Dengan demikian, konsep “Alam Minangkabau” merupakan simbol yang menghubungkan antara kawasan inti Minangkabau dengan kawasan Rantau. Sekalipun nagari-nagari di kawasan rantau menjadi wilayah kedua dalam Alam Minangkabau, tetapi masing-masing mengikatkan diri dengan wilayah intinya.
Yang perlu dicatat di sini, menurut Sjafnir Aboe Nain Kando Marajo (2008), pengertian Alam Minangkabau dapat dipahami melalui tiga aspek yang saling berkaitan. Pertama, aspek geografis. Kawasan Luhak Nan Tigo dan kawasan Rantau berada dalam kesatuan Alam Minangkabau.
Kedua, aspek kultural. Sekalipun kawasan Rantau menjadi menjadi wilayah kedua dalam struktur Alam Minangkabau, tetapi masing-masing mengikatkan diri secara etnik dan kultural dalam kesatuan budaya asalnya. Orang-orang rantau tetap dipandang sebagai bagian dari Suku Minangkabau.
Ketiga, aspek sosiologis. Dua kawasan Alam Minangkabau ini tumbuh dan berkembang dalam dinamika sejarah yang sama. Artinya, pola interaksi orang-orang Rantau dan Luhak Nan Tigo berada dalam kesatuan sosiologis. Mereka tetap berada dalam kesatuan ikatan budaya Minangkabau. (Bersambung)
Editor: Yahya