Perspektif

Cadar Bukan Hanya Urusan Perempuan

3 Mins read

Tulisan berjudul “Serahkan Soal Cadar Pada Perempuan, Laki-laki Diam Saja!” yang ditulis oleh Arif Saifudin Yudistira menarik untuk ditanggapi. Dalam tulisan tersebut, menyebutkan bahwa seolah soal cadar hanya menjadi kepedulian laki-laki, perempuan tidak!!

Menyerahkan soal cadar kepada perempuan sementara laki-laki diam saja, menurut penulis itu adalah pandangan yang keliru. Terlalu sempit jika wacana cadar ini hanya menjadi isu kaum perempuan dan harus diselesaikan oleh kaum perempuan. Padahal, laki-laki juga memiliki peran dan kewajiban bagaimana seharusnya memberikan pencerahan serta membentuk perempuan cerdas.

Cadar Sebagai Fenomena Sosial

Polemik wacana cadar tentu bukan kali ini saja ramai diperbincangkan. Belum lama ini, pernah menjadi perbincangan Menteri Agama, Fachrur Razi yang mewacanakan larangan tentang pemakaian cadar pada instansi pemerintah. Kini, wacana itu kembali mencuat di kalangan masyarakat.

Perlu dipahami, bahwa cadar adalah sebuah fenomena. Dalam ilmu sosial, setiap fenomena mempunyai makna, yang setiap orang tentu saja bisa memaknai (Mustaqim, 2019). Pemaknaan dalam konteks ini bisa saja kita sebut sebagai sebuah tafsir. Tafsir tentang cadar tentu sudah banyak dilakukan, mulai dari yang bergaya ekstrem sampai yang moderat.

Bagaimanapun, bercadar atau tidak seorang perempuan, itu adalah sebuah pilihan personalitasnya dan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Artinya, tidak ada sebuah keharusan ataupun paksaan.

Tiga Alasan Perempuan Bercadar

Terdapat tiga alasan mengapa perempuan memilih untuk mengenakan cadar.

Pertama, tipe perempuan pengguna cadar karena sudah terpapar informasi tentang syariat melalui halaqoh dan pengajian-pengajian. Mau tidak mau, tipe perempuan ini harus mengikuti apa yang diperintahkan oleh pembimbing rohaninya.

Pengguna cadar tipe pertama ini biasanya dianggap mengkhawatirkan sebab dapat menyeret pada tindakan radikalisme dan terorisme. Barangkali hal ini yang kemudian menjadi salah satu penyebab mengapa pemerintah  melarang pegawai perempuan untuk mengenakan cadar di instansi pemerintah.

Baca Juga  Ancaman Penyakit Masa Lalu dalam Penanganan Covid-19

Kedua, perempuan yang mengenakan cadar atas perintah suami atau keluarganya. Di atas, penulis sudah mengulas bahwa wacana cadar jangan hanya menjadi urusan perempuan adalah karena faktor ini. Laki-laki sebagai pemimpin keluarga tentu memiliki peran untuk mengarahkan keluarganya termasuk dalam hal berbusana. Namun, yang miris terjadi ketika laki-laki memaksa kepada istri dan anak perempuannya untuk bercadar. Hal ini tentunya sangat menyakitkan bagi seorang perempuan.

Ketiga, perempuan menggunakan cadar karena memang sudah nyaman dengan style berbusana yang dikenakan. Baginya, berpakaian seperti itu dapat melindungi dirinya dari segala hal yang tidak baik. Mengingat di zaman sekarang ini, pelecehan seksual terhadap kaum perempuan eskalasinya semakin meningkat.

Maka, bercadar menjadi solusi konkrit untuk terhindar dari fitnah dan marabahaya lainnya. Bercadar dapat membuat hati tenang. Tidak hanya untuk dirinya. Tetapi juga perempuan lain dan teman – teman dekatnya. Laki – laki akan menjaga jarak dalam pergaulan dan komunikasi terhadap perempuan bercadar.

Fatwa Tarjih Muhammadiyah Terkait Cadar

Terlepas dari apapun alasan perempuan bercadar, dalam Fatwa Tarjih Muhammadiyah disebutkan bahwa tidak ada perintah dalam Al-Qur’an dan Sunnah untuk mengenakan cadar. Sebagaimana dalil hadis Nabi diriwayatkan Aisyah: Aisyah r.a berkata: Ya Asma,  Sesungguhnya wanita apabila sudah datang bulan, maka ida tidak pantas tampak anggota badannya kecuali ini dan ini (Aisyah menunjukkan wajah dan telapak tangannya).

Namun, jika melihat dari sisi kebudayaan, cadar bukan merupakan ciri pakaian penutup aurat masyarakat Indonesia, melainkan bagian dari budaya timur tengah. Bahkan, bukan merupakan perintah agama, melainkan sekadar budaya. Karena perintah agama yang terpenting adalah menutup aurat.

Perempuan Cerdas

Hal yang terpenting dalam menghadapi berbagai isu yang selalu menyudutkan perempuan adalah tidak lain bahwa perempuan itu sendiri harus cerdas. Ini menjadi kunci agar perempuan tidak terus-terusan dianggap lemah dan tak bisa apa-apa selain dari mengurus pekerjaan domestik.

Baca Juga  Ketika Hari Santri Dipersoalkan

Laki-laki seringkali mencari perlindungan sebagai sebuah pembenaran dengan melakukan legitimasi pada Al-Qur’an dan Sunnah. Perempuan kerap dijadikan sebagai objek. Padahal, Al-Qur’an itu selalu memuliakan kaum perempuan, bukan penindasan.

Kini, perempuan harus menjadi sosok yang paling berpengaruh terutama dalam pemahaman agama. Pahami secara utuh agar terhindar dari ajaran yang tidak diinginkan. Jika kaum perempuan memiliki pondasi keagamaan yang kuat, maka ketika kaum perempuan hendak mengambil suatu keputusan akan sesuatu hal, tidak perlu bergantung kepada pandangan laki-laki atas pemahamannya.

Hal ini juga menjadi PR besar bagi organisasi yang bergerak di bidang perempuan bagaimana melakukan ikhtiar nyata untuk mendidik kaum perempuan agar cerdas dalam keilmuan Islam dan ilmu dunia, sehingga mereka berdaya dalam pemahaman dan pengamalan ilmu, menjadi cendekia yang mandiri dan bahagia.

Apabila terdapat isu-isu yang terkait perempuan, maka organisasi perempuan inilah yang harus berada di garda terdepan dalam menyuarakan keadilan dan kebenaran. Menjadi wadah diskusi dan menentukan sikap, agar hasilnya bisa menjadi acuan bagi perempuan lainnya.

Harapannya, organisasi seperti ‘Aisyiyah, Nasyiatul ‘Aisyiyah dengan mengajak IMMawati dan IPMawati ketika muncul tentang wacana cadar ataupun wacana lain, dapat mengkaji lebih mendalam dengan para pakar. Ini menjadi penting karena gerakan perempuan akan jauh bermanfaat ketika dapat dirasakan secara konkrit keberadaannya.

Editor: Yahya FR
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *