Tajdida

Cara Melacak Geneologi Pembaruan Islam di Muhammadiyah

3 Mins read

Jika anda mengulik catatan biografi tokoh-tokoh Muhammadiyah generasi awal, ada satu hal sepele yang ternyata menarik untuk ditelusuri. Ini seperti orang menemukan fakta di masa lalu dengan cara mengintip dari sudut sempit sejarah. Namun hal sepele ini dapat mengungkap banyak hal, seperti pola jaringan epistemologi keilmuan, corak, dan afiliasi paham keagamaan, dan model lembaga pendidikan di Makkah tempat para tokoh tersebut menimba ilmu agama.

Hal yang menarik dari catatan biografi para tokoh Muhammadiyah generasi awal adalah tentang fenomena “ganti nama” lewat momentum perjalanan ibadah haji. Namun demikian, dari sekian banyak tokoh Muhammadiyah generasi awal yang telah menunaikan ibadah haji, tidak semuanya melakukan prosesi ganti nama baru.

Di antara para tokoh Muhammadiyah generasi awal yang ganti nama seperti KH Ahmad Dahlan (nama kecil Muhammad Darwis) dan Haji Fachrodin (nama kecil Muhammad Jazuli). Adapun salah satu tokoh Muhammadiyah yang tidak ganti nama adalah Muhammad Anis—dikenal dengan panggilan Haji Anis.

Dari sekian banyak kawan dan murid-murid KH Ahmad Dahlan yang berhasil merintis gerakan pembaruan Islam di Kauman pada awal abad ke-20, sosok ini dikenal sebagai pengusaha sekaligus berstatus sebagai abdi dalem Kraton Yogyakarta. Ia turut andil dalam menyokong logistik dan finansial gerakan Muhammadiyah periode awal. Dalam statuten Muhammadiyah 1912 namanya tercantum sebagai commissaris Hoofdbestuur (HB) Muhammadiyah pertama. 

Beda Model Lembaga Pendidikan, Beda Juga Alumninya

Dalam usia 19 tahun, Anis telah menunaikan rukun Islam kelima, yaitu ibadah haji ke tanah suci, pada tahun 1901. Seperti halnya tradisi masyarakat Kauman pada waktu itu, setiap kali mereka naik haji, pada saat itu juga mereka sekaligus menetap di tanah suci selama beberapa bulan untuk menuntut ilmu. Demikian juga Anis ketika selesai menunaikan ibadah haji, ia tidak lantas pulang ke tanah air. Anis memutuskan untuk melanjutkan belajar Ilmu Faraidl kepada Sayid Sa’id Husin di Masjidil Haram (MH Djamaluddin Anis, Riwayat H.M. Anis, t.t.).  

Baca Juga  Kalender Uhadi dan Kalender Tawlifi: Sebuah Pilihan Menuju Penyatuan

Sayid Sa’id Husin menyelenggarakan pendidikan Islam secara non-formal di Makkah. Pemikirannya berafiliasi dengan mazhab fikih Syafii, bukan Hanbali. Berbeda dengan beberapa tokoh Islam lainnya yang secara formal menyelenggarakan pendidikan agama Islam di tanah suci. Misalnya, Sayid Bakri Syatta yang menyelenggarakan pendidikan Islam secara formal di Makkah dengan mazhab fikih Syafii. Dalam catatan Kiai Sujak (2010), diketahui ketika selesai menunaikan ibadah haji yang pertama (1889), Muhammad Darwis belajar agama Islam di lembaga pendidikan milik Sayid Bakri Syatta ini.

Nah, perbedaan model lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh kedua ulama inilah yang menyebabkan perbedaan para alumninya ketika kembali ke tanah air masing-masing. Ada yang berganti nama baru dan ada yang tetap pada nama kecil masing-masing. Sebab, lembaga pendidikan yang bersifat formal seperti yang dikelola Sayyid Bakri Syatta mengeluarkan ijazah dan para muridnya berhak mengganti nama mereka dengan nama baru. Muhammad Darwis kemudian mengganti namanya menjadi Ahmad Dahlan. Muhammad Djazuli mengganti namanya menjadi Fachrodin.

Karena lembaga pendidikan di tempat Sayid Sa’id Husin bersifat non-formal, maka para lulusannya tidak mendapat ijazah, sehingga rata-rata mereka tidak mengganti nama mereka dengan nama baru. Begitu juga dengan Anis ketika selesai belajar Ilmu Faraidl kepada Sayid Sa’id Husin, ia pulang ke tanah air dengan namanya semula.

Melacak Geneologi Pembaruan Islam di Muhammadiyah

Nah, jejak-jejak arkeologis pemikiran pembaruan di Muhammadiyah memang masih perlu digali lebih lanjut agar dapat diketahui ke mana afiliasi paham keagamaan yang dirintis oleh KH Ahmad Dahlan dan kawan-kawannya di Yogyakarta pada awal abad ke-20 M. Langkah ini penting setidak-tidaknya untuk menjawab keraguan beberapa penulis dan aktivis ormas lain di tanah air yang selama ini menempatkan Muhammadiyah satu gerbong dengan Gerakan Wahabi.  

Baca Juga  Di Timur Fajar Cerah Gemerlapan , Mengusir Kabut Hitam

Salah satu cara untuk melacak geneologi pembaruan Islam di Muhammadiyah adalah dengan pendekatan sosiologi keilmuan masing-masing tokoh perintis Muhammadiyah. Pendekatan ini bertujuan untuk mengungkap jaringan epistemologi keilmuan dari beberapa tokoh Muhammadiyah periode awal sehingga dapat diketahui corak dan sekaligus afiliasi paham keagamaannya.

Dengan cara mempelajari riwayat hidup masing-masing tokoh perintis Muhammadiyah, kita dapat memahami seperti apa corak paham keagamaan—terutama corak fikih dan teologi/kalam—yang telah menopang gerakan Islam modernis yang berpusat di Kampung Kauman pada awal abad ke-20 M. Memang tidak mudah menyusun serpihan-serpihan fakta (fragmen) dari jejak biografi para tokoh Muhammadiyah periode awal. Seperti yang penulis sampaikan di awal tulisan ini bahwa cara seperti ini layaknya orang mengintip dari sudut sempit sejarah.

Editor: Yahya FR

Avatar
157 posts

About author
Pengkaji sejarah Muhammadiyah-Aisyiyah, Anggota Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah.
Articles
Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *