Perspektif

Catatan Pemilu 2024: Masih Belum Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

3 Mins read

Pemungutan suara pada Pemilu 2024 telah berlalu, namun catatan dari berbagai lembaga pemantau menunjukkan bahwa proses tersebut jauh dari kata inklusif bagi penyandang disabilitas. Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas seharusnya memberikan jaminan akan hak politik mereka, namun kenyataannya masih banyak hambatan yang menghalangi partisipasi mereka dalam pemilihan umum.

Pemantauan yang dilakukan oleh berbagai lembaga seperti Sassana Inklusi, SIGAB Indonesia, FORMASI Disabilitas, dan Pusat Rehabilitasi YAKKUM mengungkapkan sejumlah fakta yang menyoroti kurangnya aksesibilitas dan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas. Meskipun undang-undang telah menetapkan kewajiban untuk memberikan aksesibilitas dan akomodasi yang layak, implementasinya masih jauh dari sempurna.

Lokasi TPS yang Tidak Mudah Diakses Difabel

Salah satu permasalahan utama yang terungkap adalah lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tidak mudah diakses bagi difabel. Gedung atau bangunan tempat TPS berada seringkali tidak dilengkapi dengan akses tangga yang memadai, menyulitkan akses bagi penyandang disabilitas. Hal ini mengakibatkan banyak pemilih difabel harus mengandalkan bantuan petugas untuk melakukan pencoblosan. Bahkan, ada kasus di mana pemilih difabel terpaksa harus memilih di luar bilik suara dan di luar TPS karena kesulitan akses, yang tentunya melanggar prinsip-prinsip demokrasi.

Masalah lainnya adalah ketiadaan alat bantu pencoblosan yang sesuai bagi pemilih difabel sensorik penglihatan/tunanetra. Meskipun ada template braille untuk beberapa jenis kertas suara, namun kurangnya persiapan dalam desain kertas suara membuat pemilih dengan hambatan penglihatan tetap membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukan pencoblosan. Kasus di mana petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) hanya memperbolehkan pemilih difabel sensorik netra untuk mencoblos dua surat suara saja, dengan alasan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak mengizinkannya, juga menunjukkan ketidakramahan terhadap penyandang disabilitas.

Baca Juga  Kiai Pesantren Mengajarkan Santri Politik yang Bermartabat

Selain itu, kurangnya pembekalan bagi petugas KPPS terhadap kelompok pemilih rentan, termasuk difabel, juga menjadi masalah serius. Banyak petugas KPPS yang tidak mampu memberikan pelayanan yang memadai bagi pemilih difabel, bahkan enggan memberikan pelayanan kepada mereka. Ini tercermin dari temuan di beberapa tempat di Nusa Tenggara Timur dan Kota Kupang, di mana petugas KPPS menunjukkan sikap yang tidak ramah terhadap pemilih difabel.

Di sisi lain, meskipun ada upaya untuk mengakomodir pemilih difabel mental psikososial dengan melakukan pemungutan suara di panti rehabilitasi terpisah, namun kerahasiaan pilihan dari para pemilih tidak dapat terjamin. Ini menunjukkan bahwa masih ada pekerjaan rumah yang harus dilakukan dalam memastikan hak politik difabel terjamin sepenuhnya.

Mengatasi Pemilu yang Tak Ramah Terhadap Penyandang Disabilitas

Mengatasi ketidakramahan terhadap penyandang disabilitas dalam pemilu bukanlah tugas yang mudah, tetapi hal ini sangat penting untuk memastikan setiap warga negara dapat menikmati hak-haknya dengan sepenuhnya. Untuk itu, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk menghadapi tantangan ini.

Pertama, diperlukan kesadaran yang lebih luas tentang hak-hak dan kebutuhan penyandang disabilitas di masyarakat. Pendidikan dan sosialisasi yang lebih intensif tentang inklusi dan kesetaraan harus dilakukan, baik di sekolah maupun melalui kampanye publik. Dengan meningkatkan kesadaran ini, diharapkan masyarakat akan lebih terbuka dan peduli terhadap isu-isu yang dihadapi oleh penyandang disabilitas.

Kedua, perlu adanya perubahan dalam desain dan aksesibilitas fisik tempat pemungutan suara. Gedung atau bangunan tempat TPS berada haruslah mudah diakses bagi semua orang, termasuk penyandang disabilitas. Fasilitas seperti ram dan lift harus tersedia di semua lokasi TPS, dan petunjuk yang jelas dan mudah dipahami harus dipasang untuk memandu pemilih difabel menuju lokasi pencoblosan.

Baca Juga  Demokrasi Indonesia Merindukan Buya Syafii

Ketiga, pemberian alat bantu pencoblosan yang memadai juga sangat penting. Template braille untuk semua jenis kertas suara harus tersedia di setiap TPS, dan desain kertas suara harus dipersiapkan sedemikian rupa sehingga memudahkan pemilih difabel dalam membedakan posisi dan letak kertas suara terhadap template yang disediakan. Selain itu, petugas KPPS harus dipersiapkan untuk memberikan bantuan yang diperlukan tanpa mengganggu kerahasiaan pemilih.

Keempat, perlu adanya peran yang lebih proaktif dari Bawaslu dalam memastikan terpenuhinya hak-hak pemilih difabel. Bawaslu harus lebih aktif dalam memantau pelaksanaan pemilu dan menindaklanjuti setiap pelanggaran yang terjadi. Mereka harus bekerja sama dengan organisasi dan lembaga masyarakat sipil yang peduli terhadap hak-hak penyandang disabilitas untuk memastikan bahwa setiap pelanggaran dilaporkan dan ditindaklanjuti dengan tegas.

Membangun Masa Depan yang Lebih Inklusif

Pemilu 2024 telah menyoroti pentingnya untuk terus berjuang menuju masyarakat yang lebih inklusif dan ramah terhadap penyandang disabilitas. Setiap kekurangan dan kegagalan dalam proses pemilu harus dijadikan momentum untuk melakukan perbaikan yang lebih baik di masa mendatang.

Kita semua bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap warga negara, tanpa terkecuali, dapat menikmati hak-haknya dengan sepenuhnya dan merasa diakui dan dihargai dalam masyarakat yang kita bangun bersama. Inklusi bukanlah pilihan, tetapi suatu keharusan untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi semua.

Editor: Soleh

Avatar
6 posts

About author
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum UNAIR
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *