Baiklah, lagi-lagi saya akan mengawali tulisan ini dengan pembahasan covid19 terlebih dahulu. Karena sekarang ini adalah momen terbaik untuk membicarakan covid19 dari berbagai sudut pandang. Karena isunya masih hangat, masih kekinian, dan sedang viral-viralnya. Hampir semua tulisan khususnya di media massa, entah itu online maupun cetak, sedikit banyak menyelipkan kata covid19, covid19, dan covid19 lagi. Saudara mau covid, eh kopi?…
Covid19 dan Sikap Sembrono.
Beberapa hari terakhir semenjak wabah covid19 meluas dan mengganas, edukasi terkait dengan covid19 bermunculan di berbagai media massa dan sosial media. Tidak cukup sampai di situ, himbauan dan peringatan juga datang bertubi-tubi dari berbagai kalangan.
Poin-poin himbaun yang disampaikan di antaranya adalah: selalu menjaga kebersihan, menghindari dan menjaga jarak dari kerumunan orang, tetap tinggal di rumah, dan lain-lain. Edukasi dan himbauan ini bertujuan agar warga selalu waspada dan terhindar dari wabah covid19. Meskipun demikian masih ada beberapa orang yang menjalankan rutinitas dengan beraktivitas di luar rumah seperti biasanya.
Aktivitas rutinan tersebut dilakukan warga bukan tanpa alasan, alasan yang paling banyak muncul adalah karena persoalan perkerjaan yang tidak bisa ditinggal, ditunda, didaringkan, dan tidak bergaji tetap. Namun itu tidak semua, sebab ada pula yang beraktivitas di luar rumah hanya sekedar mengisi waktu luang sambil duduk-duduk berkerumun dipinggir jalan.
Lewat tulisan ini, saya hanya ingin berbagi pengalaman lapangan tentang bagaimana sebagian masyarakat kita menyikapi wabah covid19. Berdasarkan obrolan saya dengan beberapa orang yang kebetulan ketemu dengan tidak sengaja dua minggu lalu, ada dua poin yang bisa saya catat dari obrolan-obrolan tersebut. Yang khusus saya tujukan kepada mereka yang masih beraktivitas di luar rumah tanpa alasan yang jelas disaat wabah covid19 melanda.
Poin pertama adalah, ternyata hal itu lebih disebabkan karena beberapa dari mereka tidak mengikuti perkembangan informasi terkait dengan penyebaran covid19 secara intensif. Sehingga informasi tentang wabah covid19 yang mereka miliki benar-benar minim sekali.
Lantaran minimnya informasi yang diperoleh, minim pula pengetahuan tentang covid19 yang dimilikinya. Minimnya pengetahuan tentang covid19 itulah yang menjadi faktor utama kenapa beberapa dari mereka tetap percaya diri melakukan kegiatan di luar rumah secara bebas, tanpa ada rasa khawatir terinfeksi covid19.
Poin kedua adalah, implikasi dari minimnya pengetahuan tentang covid19 yang mereka miliki, membawanya pada kecenderungan untuk bertindak secara sembrono, ngawur, dan abai. Serta menganggap segalanya berjalan seperti biasa-biasa saja. Sikap-sikap seperti itu bisa mengancam keselamatan orang lain, karena berpotensi memudahkan penyebaran wabah covid19.
Sebab hanya ada dua cara wabah ini bisa menyebar luas, yaitu kita tertular atau kita menularkan. Jangan karena kebodohan yang tidak kita sadari, orang lain terjerumus menjadi korban dan akhirnya sengsara.
Fakta di atas tentu berbeda dengan mereka yang selalu meng-update berita tentang pandemi covid19 dari berbagai sumber informasi yang kredibel dan terpecaya, serta terus-menerus mengkomunikasikannya dengan para ahli. Mereka yang selalu memperbaharui informasi langsung dari sumber aslinya, otomatis memiliki pengetahuan secara komprehensif tentang covid19 yang bisa dipertanggung jawabkan.
Beberapa orang dengan model seperti ini akan bersikap lebih waspada dan memilih untuk lebih berhati-hati terhadap keadaan lingkungan sekitar, serta tidak sembrono dan ngawur dalam bertindak. Walaupun disatu sisi ada beberapa orang dengan banyaknya informasi yang diterimanya, justru malah membuatnya selalu merasa diselimuti oleh rasa wa-was secara berlebihan.
Sehingga mereka takut untuk melakukan kegiatan karena khawatir ini dan itu. Keadaan semacam itu bisa terjadi apabila semua informasi yang datang diterima begitu saja, tanpa ada penyaringan informasi secara kritis terlebih dahulu dan tidak dikonsultasikan dengan ahlinya. Akibatnya, yang terjadi justru overdosis informasi dan berujung pada sikap paranoid dalam menghadapi pandemi covid19.
Dari ulasan singkat di atas, apa yang bisa disimpulkan adalah: 1). Semakin minim informasi yang diterima oleh seseorang, maka semakin sedikit pula pengetahuan yang dimilikinya. 2). Semakin sedikit pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang, maka semakin besar peluang membahayakan orang lain. 3). Semakin banyak informasi yang diterima oleh seseorang, maka semakin banyak pula pengetahuan dan pemahaman yang dimilikinya. 4). Semakin banyak pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki oleh seseorang, maka semakin kecil peluang menjerumuskan orang lain. 5). Informasi yang tidak disaring secara kritis akan membahayakan bagi penerimanya.
Covid19 dan Sikap Keberagamaan Umat
Bagaimana jika sikap sembrono dan ngawur sebagian masyarakat kita dalam menghadapi wabah covid19 di atas kita tarik pada ranah kehidupan beragama. Maka dalam beberapa kasus, akan kita jumpai pola yang sama, yaitu mereka yang cenderung bertindak sembrono dan ngawur dalam kehidupan beragama, lebih disebabkan karena minimnya pengetahuan tentang agama yang dimilikinya.
Sebut saja misalnya pada kasus cocokologi atau otak-atik mathuk yang baru saja terjadi kemarin. Di mana ada sebuah tulisan yang berusaha mencocok-cocokan kata corona dengan salah satu ayat yang ada di dalam Al-Qur’an. Kasus cocokologi atau otak-atik mathuk tersebut muncul dan menyebar di bebebrapa gruop whatsapp yang kebetulan saya ikuti.
Untungnya nalar cocokologi yang ngawur tersebut segera mendapatkan tanggapan kritis dari beberapa kalangan yang memang memiliki kapasitas dan kualitas pengetahuan tentang Al-Qur’an, sehingga umat kembali tercerahkan.
Salah satu sanggahan yang muncul berasal dari Ust. Wawan Gunawan A.W, yang menganggap bahwa tulisan tersebut menyesatkan dan tidak akan muncul jika penulisnya pernah berlajar ilmu tashrif. Dari anggapan ini bisa saya simpulkan, bahwa tulisan yang berusaha mencocok-cocokan salah satu ayat Al-Qur’an dengan kata corona itu bisa muncul karena di dalamnya ada persoalan terkait dengan kapasitas dan kualitas pengetahuan yang dimilki oleh si penulis.
Kasus ini polanya sama dengan kasus yang ada dalam cerita covid19 di atas, dan dua-duanya memiliki dampak yang sama pula, yaitu sama-sama membahayakan bagi umat. Apabila kejadian seperti itu dibiarkan berlarut-larut tanpa ada counter dari orang-orang yang ahli dalam bidangnya. Apa lagi sudah ada beberapa orang yang secara sembrono juga menyebar luaskan tulisan tersebut tanpa menelaah secara kritis terlebih dahulu.
Adil Sejak Dalam Pikiran.
Dalam subuah buku Filsafat Ilmu karya Jujun S Sumantri, beliau menuliskan sebuah ungkapan menarik dari cerita seorang filsuf tentang empat tipe manusia: Pertama, ada orang yang tahu di tahunya. Kedua, ada orang yang tahu di tidaktahunya. Ketiga, ada orang yang tidak tahu di tahunya. Keempat, ada orang yang tidak tahu di tidaktahunya. Tipe orang nomor empat inilah barangkali gambaran dari tipologi orang-orang yang ada pada ketiga kasus di atas.
Nah, Supaya kita tidak masuk dalam golongan kategori orang nomor empat, maka yang bisa kita lakukan adalah banyak-banyak menggali informasi dari berbagai sumber yang ada. Tentunya sumber yang berkualitas, kridibel, dapat dipercaya, dan bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Sedangkan untuk menghindari sumber-sumber yang tidak akurat, maka lakukanlah penyaringan secara kritis dan mengkonfirmasikan langsung kepada ahlinya, agar kita tidak bertindak sembrono dan ngawur yang pada akhirnya membahayakan orang lain.
Selanjutnya saya ingin mengutip tulisan dari Pramoedya Ananta Toer dalam novel Bumi Manusia, beliau menyatakan “sebagai seorang terpelajar harus berlaku adil sudah sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan”. Melalui kalimat ini, pada dasarnya Pramoedya Ananta Toer ingin mengajak kita semua untuk selalu berbuat adil baik dalam berpikir maupun berbuat, supaya kita tidak masuk dalam kategori tipe orang nomor empat.
Ungkapan Pram di atas juga berlaku dalam keadaan seperti sekarang ini, dalam konteks wabah covid19. Orang-orang yang masuk dalam aktegori “adil sejak dalam pikiran” dalam konteks wabah covid19, adalah mereka yang selalu mengupdate informasi-informasi akurat dan berkualitas terkait covid19.
Sehingga mereka memiliki pengetahuan komprehensif tentang wabah ini, dengan demikian mereka akan tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana harus berbuat atau bertindak selama wabah ini berlangsung.
Patuh dengan himbauan dari pemerintah dan para agamawan untuk tetap tinggal di rumah (stay at home), menjaga jarak (physical / social distancing) dan lainya sebagainya, juga merupakan pengejawantahan dari kata “adil dalam perbuatan”. Kepatuhan ini dalam rangkan menjaga keselamatan dan kemaslahatan bersama.
Sekaligus bertujuan untuk memutus penyebaran wabah covid19. Karena menjaga keselematan diri sendiri serta orang lain dari bencana merupakan bentuk perbuatan adil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian nasehat Pram menjadi sangat relevan dalam kasus pandemi covid19 ini.
Terakhir, sekali lagi dalam mengumpulkan informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber, hendaknya dilakukan penyaringan secara kritis terlebih dahulu supaya kita tahu mana sari mana ampas, kalau bukan substansi silahkan dilepas. Terimakasih.