Perspektif

Dalam Konflik Israel-Palestina, Sikap Dolkun Isa dan WUC Begitu Ambigu

3 Mins read

Pernyataan resmi The World Uyghur Congress (WUC) yang mengutuk serangan Hamas terhadap warga sipil di Israel adalah sangat bias, inkonsisten, dan problematik. Pernyataan WUC yang dirilis pada 9 Oktober 2023 di situs resminya tersebut justru tidak mencerminkan apa yang mereka dalihkan sebagai “bersolidaritas terhadap semua orang yang menderita akibat perang dan teror” dan “demi perdamaian yang abadi dan adil di Timur Tengah”. Dolkun Isa, Presiden WUC dan jajaran pimpinannya misalnya Perhat Muhammet bahkan secara terbuka menuliskan keberpihakannya terhadap Israel di media sosial.

Sebagai organisasi yang menyatakan diri membawa misi mulia untuk meraih hak-hak kemanusiaan bagi komunitas minoritas muslim Uyghur, apa yang WUC lakukan justru melukai makna solidaritas terhadap masyarakat global yang mengalami penindasan. Islam mengajarkan kepada para pemeluknya untuk menyeru pada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Nabi Muhammad Saw mencontohkan kepada para umatnya untuk membela orang-orang yang mengalami penindasan. Islam tidak berpihak pada kolonialisme.

Dalam konteks kolonialisme yang bersifat historis yang telah dilakukan oleh Pemerintahan Zionis Israel kepada penduduk Palestina, pernyataan WUC dan sikap personal Dolkun Isa menjadi sangat menyakitkan.

Pernyataan Resmi WUC memperlihatkan dengan sangat jelas upaya untuk menghilangkan kenyataan tentang skala konflik, secara historis dan aktual, yang tengah berlangsung di Palestina. WUC dan Dolkun Isa seolah-olah berdiri di atas “solidaritas kemanusiaan”, namun dengan mengabaikan fakta sejarah kolonialisme militeristik yang dilakukan oleh Zionis Israel. Sikap WUC tidak mencerminkan semangat pembelaan terhadap orang-orang tertindas. WUC menutup mata kekejian fasisme Zionis Israel terhadap masyarakat sipil Palestina.

Pengaruh Jerman terlihat gamblang dalam sikap WUC. Jajaran pimpinan WUC yang bertempat tinggal di Jerman sangat aktif dalam memperlihatkan keberpihakan mereka terhadap Israel atas nama “solidaritas” dan “perdamaian”. Sementara itu, mereka sama sekali tidak menaruh simpati yang serupa untuk masyarakat sipil Palestina. Sikap tersebut sejalan dan selaras dengan posisi Pemerintah Jerman yang menegaskan bahwa melindungi keamanan Israel adalah “rasionalitas nasional” (national reason) mereka.

Baca Juga  Isu RI Buka Hubungan dengan Israel, MUI: Harus Ditolak!

Akar Sejarah Konflik

Sikap WUC dan Dolkun Isa mengabaikan kenyataan sejarah. Kolonialisasi Palestina oleh Israel Zionis dapat ditelusuri pada tahun 1917 dan 1947. Tanpa bermaksud untuk tidak menariknya pada masa yang lebih lampau lagi. Sejak pemerintah kolonial Inggris menetapkan deklarasi Balfour pada 1917 untuk mendukung “rumah nasional bagi orang-orang Yahudi” di Palestina, segera setelah itu konflik tak terhindarkan. Gerakan pembebasan bekerja keras untuk melawan kolonialisasi Palestina oleh Israel dengan bantuan Pemerintah Inggris.

Namun, titik pemicu yang memaksa perlawanan adalah keputusan sepihak PBB pada tahun 1947 untuk membagi wilayah Palestina dalam mandat Inggris menjadi dua negara, yakni Yahudi dan Arab. Hal ini merupakan respons PBB atas tragedi Holocaust yang terjadi pada warga Yahudi Eropa.

Akan tetapi, kebijakan sepihak PBB dan Inggris dianggap oleh negara-negara di Timur Tengah sebagai strategi aneksasi tanah Palestina. Dalih untuk memberi keamanan pada orang-orang Yahudi hanya sebuah upaya baru untuk melegitimasi pencaplokan wilayah. PBB dan Inggris bahkan tidak mencegah pendekatan kekerasan yang ditempuh oleh organisasi-organisasi teroris Zionis selama proses pengokohan Israel sebagai negara. Penduduk Palestina, dibantu oleh Mesir, Irak, Yordania, dan Suriah, melawan balik politik aneksasi dan genosida yang dilakukan Zionis Israel.

Kekuatan militer dan teror Zionis Israel yang didukung Inggris dan PBB ternyata menjadi semakin kuat. Maka, pada tahun 1949 muncul perjanjian gencatan senjata yang menghasilkan perbatasan de facto baru. Israel mendapatkan wilayah yang lebih besar dibandingkan Palestina. Setelah itu, diperkirakan sekitar 700.000 warga Palestina diusir meninggalkan tanah airnya sendiri. Mereka bahkan hingga saat ini dilarang untuk kembali ke Palestina.

Sementara itu, orang-orang Arab yang masih tinggal di Israel berada di bawah bayang-bayang diskriminasi yang dilegalkan oleh Pemerintah Israel. Kehidupan mereka berada di bawah pengawasan ketat pemerintah. Orang-orang Arab ini tidak hanya muslim namun juga Nasrani. Hak-hak sipil mereka telah direnggut. Aparat bebas melakukan tindakan represif terhadap orang-orang Arab ini.

Baca Juga  Islam: Agama yang Tak Sekadar Hafalan Belaka!

Betulkah Karena Hamas?

Banyak orang menjadikan keberadaan Hamas sebagai dalih untuk mengatakan bahwa kekerasan dan teror yang dilakukan oleh Israel merupakan cara untuk mempertahankan diri. Sayangnya, WUC pun mengamini dalih semacam ini.

Jika dibaca dalam konteks historis, framing terhadap Hamas ini sangat mirip dengan apa yang dilakukan Israel pada tahun 1967. Pada saat itu, serangan-serangan brutal Israel terhadap penduduk Palestina mereka sebut sebagai “perang defensif dan preventif” untuk menjaga diri dari potensi ancaman tentara Yordania, Mesir, dan Suriah.

Pada hari ini, Israel melakukan hal yang sama persis. Mereka berdalih bahwa serangan dan teror Israel terhadap Palestina sebagai langkah mempertahankan diri dari Hamas. Dengan dukungan negara-negara “barat” seperti Inggris dan Jerman, serta dukungan konglomerat Yahudi Amerika, Israel berusaha mengubah persepsi publik global. WUC, disadari atau tidak, telah menjalankan fungsinya untuk melegalkan serangan dan teror Israel terhadap warga Palestina. WUC dan Dolkun Isa telah menjadi instrumen negara-negara “barat” ini dalam perang naratif.

Editor: Soleh

Avatar
50 posts

About author
Penggiat Rumah Baca Komunitas (RBK), Yogyakarta. Mahasiswa Program Doktor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *