Inspiring

Etika Cinta Kasih dr Soetomo

3 Mins read

PKU Muhammadiyah, ide brilian KH. Syuja’ yang ditertawakan namun kemudian menjadi kenyataan. KH Syuja’ merupakan satu diantara empat tokoh yang menjadi pejuang Muhammadiyah generasi awal yang lahir dari trah KH. Hasyim. Keempat tokoh tersebut yakni H. Zaini, Ki Bagus Hadikusumo, KH. Fakhruddin, dan KH. Sudja’. Di luar itu, masa-masa awal PKU tak terlepas dari peran dr Soetomo.

Di Yogyakarta, RS PKU Muhammadiyah awalnya didirikan berupa klinik sederhana pada tanggal 15 Februari 1923 di kampung Jagang Notoprajan Yogyakarta. Awalnya bernama PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) dengan maksud menyediakan pelayanan kesehatan bagi kaum dhuafa’. Didirikan atas inisiatif H.M. Syuja’ yang didukung sepenuhnya oleh K.H. Ahmad Dahlan. Seiring dengan perkembangan zaman, pada sekitar era tahun 1980-an nama PKO berubah menjadi PKU (Pembina Kesejahteraan Umat).

Pada tahun 1928 perkembangan klinik semakin bertambah besar dan berkembang menjadi poliklinik PKU Muhammadiyah. Lokasi juga harus lebih luas dan perlu dipindahkan ke tempat yang lebih memadai dengan menyewa sebuah bangunan di Jalan Ngabean No.12 B Yogyakarta (sekarang Jalan K.H. Ahmad Dahlan). Delapan tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1936 poliklinik PKU Muhammadiyah pindah lokasi lagi ke Jalan K.H. Ahmad Dahlan No. 20 Yogyakarta hingga saat ini. Dan Pada tahun 1970-an status klinik dan poliklinik berubah menjadi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta hingga saat ini.

dr Soetomo dan Pidato Peresmian PKU Muhammadiyah Surabaya

Di Surabaya, berawal dari sebuah PKU (Penolong Kesengsaraan Umum) Muhammadiyah urusan Balai Kesehatan pada Ahad pagi tanggal 14 September 1924 resmi dibuka di Jl. Sidodadi No. 57 Surabaya. Pada peresmian itu hadir Pengurus Besar Muhammadiyah antara lain : KH. Soedja’ dan H. Hadhikusumo dan juga dihadiri Direktur C.B.Z Simpang dr. Tamm. Turut hadir dr Soetomo dan KH. Mas Mansyur selaku tuan rumah.

Baca Juga  Abbas Ibn Firnas: Sang Penerbang Pertama dari Andalusia

Di dalam sambutan pidato yang disampaikan oleh dr. Soetomo, beliau dan kawan-kawannya menyatakan kesanggupan untuk memberikan bantuan tenaga kepada PKU Muhammadiyah dalam hal ini Balai Kesehatan dengan sukarela. Dokter-dokter tersebut antara lain : dr. Soetopo, dr. Sardjono, dr. Heerdjan, dr. Soewarno, dr. Soeratman, dr. Soehardjo, dr. Soerjatin, dr. Soekardi, dr. Irsan, dr. Muwaladi, dr. Saleh, dr. Djojohusodo, dr. J.W. Grootings, dr. Aziz, dr. P.H.F. Neynhoff, dr. A.J.F. Tilung dan dr. Rabain.

Para dokter tersebut memberikan bantuan tenaga menurut giliran waktu dan keahliannya. Kemudian dr. Soedjono lah yang sehari-harinya menjadi dokter tetap di PKU Muhammadiyah sesuai kesepakatan para dokter tersebut. Tak berselang lama setelah pembukaan klinik PKU Muhammadiyah, kira-kira 31,2 bulan setelah berdiri, PKU Muhammadiyah telah memberikan pertolongan pengobatan kira-kira 3.975 orang pasien.

dr Soetomo, adalah salah satu pendiri organisasi Boedi Oetomo. Bersama koleganya, mengelola Poliklinik Muhammadiyah, tentu saja tanpa gaji. Poliklinik ini sendiri merupakan cikal bakal Rumah Sakit Muhammadiyah Surabaya yang sekarang berlokasi di Jl KH Mas Mansyur 180-182.

Etika Cinta Kasih

Cinta-kasih sebagai dasar pembelaan kaum tertindas itu menarik elite priayi Jawa, dr Soetomo, hingga bersedia menjadi penasihat Muhammadiyah bidang kesehatan. Bersama dokter Belanda, Soetomo mengelola rumah sakit Muhammadiyah tanpa gaji, karena didasari dengan etos kesukarelawanan.

Semangat etika cinta kasih dapat kita lihat dari cuplikan pidato dr Soetomo sebagai berikut:

… Lagi pula, boleh dikatakan akan timbangan atau perlawan pengajaran Darwin. Bukankah pengajaran Darwin itu berasaskan kepuasan hidup? Sudah tentu saja kejadiannya pengajaran ini menindas dan memusnahkan yang bersifat lembek. Karena bermaksud untuk diri sendiri, supaya dalam dunia ini mendapat tempat yang baik. Sedang pikiran baru itu timbul dari asas lain, yakni asas cinta-kasih. Asas cinta-kasih ini sudah barang tentu tiada mengizinkan, tiada memberi kesempatan, beberapa untuk keperluan diri sendiri. Akan tetapi, mewajibkan berkurban untuk mencapai hidup mulia bagi umum.

Dan kalau begitu, apakah yang disebut cinta-kasih pada orang tua, pada istri dan anak atau lainnya? Tiada lain hanyalah mengorbankan diri untuk keselamatan dan kebahagiaan orang lain. Begitu juga perserikatan kami ini kemasukan pikiran cinta-kasih, yang akan kita curahkan kepada sesama manusia, supaya dengan cinta-kasih dan korban dapatlah tercapai hidup mulia,…

Besuk pagi kita buka poliklinik ini. Siapa juga, baik orang Eropa, baik orang Jawa (orang pribumi), baik Cina atau bangsa Arab, boleh datang kemari, akan ditolong cuma-cuma, asalkan betul miskin. (Mulkhan, Kiai Ahmad Dahlan: Jejak Pembaruan, 83–84).

Baca Juga  Gus Pur: Seorang Muslim Penyongsong Peradaban Saintek

Kebenaran dan Kebaikan Tanpa Batas Bangsa dan Agama

Semangat kemanusiaan berbasis cinta-kasih telah mempersatukan orang-orang yang berbeda bangsa dan agama tersebut. Kerja sosial Kiai Dahlan didasari atas pandangan bahwa kebenaran dan kebaikan Islam tanpa memandang batas bangsa dan agama. Al-Qur’an dipahami dengan akal dan hati suci serta diamalkan dengan welas asih (cinta-kasih). Dari sini kemajuan peradaban dikembangkan, keselamatan dunia dan kemanusiaan dicapai. (Robert W Hefner, Sukidi Mulyadi, Abdul Munir Mulkhan, op. cit., hlm. 107)

Etos welas asih Kiai Dahlan didasari pandangan bahwa kebenaran al-Qur’an harus dipahami dengan akal dan hati suci serta diamalkan dengan welas asih (cinta kasih). Karena Islam adalah agama kasih dan damai. Dari sini kemajuan peradaban  dikembangkan, keselamatan dunia dan kemanusiaan universal dicapai.

Etos inilah yang menggerakkan hati, didorong oleh kegelisahan dan keprihatinan yang diperdalam pemikiran dan renungan akal pikiran yang suci, dengan penuh kehati-hatian berpijak pada al-Qur’an dan sunah sebagai sumber ajaran autentik, Kiai Dahlan menebar misi tentang perlunya gagasan yang ia sebut “Perkumpulan Islam Muhammadiyah”. (Azaki Khoirudin, 2015).

Hal ini senada dengan Asas PKU Muhammadiyah bahwa aktivitas dan kegiatan Muhammadiyah dalam bidang kesehatan ini dilandasi kemanusiaan universal. Tidak memandang agama, suku dan budaya, serta bukan bertujuan untuk mengislaman atau Memuhammadiyahkan orang atau sekelompok orang, melainkan otentik untuk kemanusiaan.

Editor: Nabhan

Avatar
2 posts

About author
Dokter Muhammadiyah. Alumni IMM Pondok Internasional KH Mas Mansur Universitas Muhammadiyah Surakarta
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *