Review

Film Buya Hamka Vol. I: Sosok yang Romantis, Pejuang yang Tulus

4 Mins read

Bagi kalian yang suka belajar sejarah namun mager untuk membaca buku yang tebal? Menonton film mungkin jadi salah satu solusinya. Film bertema sejarah yang direkomendasikan untuk kamu tonton pada lebaran kali ini adalah film Buya Hamka Vol. I (2023). Film ini sudah tayang di bioskop kesayangan kita sejak 20 April 2023.

Film ini disutradarai oleh Fajar Bustomi. Fajar Bustomi sendiri sudah dikenal sukses mensutradarai film favorite anak muda, antara lain Dilan 1990, Dilan 1991 dan Milea : Suara dari Dilan. Selain itu, proses color grading  film ini digarap langsung oleh Debora Huen. Debora Huen adalah senior digital colorist dari film IP Man 2 (2010). Selain itu, film ini digarap oleh perusahaan produksi Falcon Pictures dan StarVision Plus. Tentunya, dalam segi produksi ini, sudah tidak bisa diragukan lagi kualitasnya.

Selain itu, Film ini juga dipenuhi deretan aktor ternama seperti Vino G. Bastian berperan sebagai Hamka, Laudya Chintya Bella sebagai Siti Raham (Istri Hamka). Bukan hanya itu, ada juga Mawar de Jongh, Anjasmara, Desy Ratnasari serta beberapa pemain film ternama di Indonesia. 

For your Information, sebelum tanggal perilisannya, film Buya Hamka Vol. I sudah melakukan pemutaran perdana dan  Gala premiere yang dilaksanakan di 18 Kota dengan antusiasme hingga 12.700 penonton. Wakil presiden K.H. Ma’ruf Amin beserta istri juga turut menyaksikan pemutaran perdana film ini. Bahkan, K.H. Ma’ruf Amin mengajak masyarakat terkhusus anak muda untuk menonton film ini, agar dapat meneladani ketokohan buya hamka.

Ulasan Singkat Film Buya Hamka

Film ini bercerita tentang kehidupan pribadi seorang ulama sekaligus penulis dan penyair terkenal, yakni Abdul Malik Karim Amrullah atau Hamka (Vino G. Bastian). Lebih lanjut, film ini menceritakan tentang peran Buya Hamka saat aktif sebagai pengurus Muhammadiyah di Makassar, dan Pemimpin Majalah Pedoman Masyarakat di Medan. Dalam menjalankan perannya, Buya Hamka bertemu dengan berbagai macam konflik dan permasalahan, antara lain permasalahan keluarga, ekonomi hingga permasalah sosial-politik ketika itu.  

Baca Juga  Mohammad Hatta: Menggabungkan Sosialisme dan Islam

Film ini berlatar pada tahun 1925 an di kota Padang Panjang, Makassar dan Medan. Nuansa budaya masyarakat Minang tergambarkan dengan cukup baik dalam film ini. Selain itu, pada film ini lebih dominan menggunakan bahasa Minang, sehingga menjadikan nilai budayanya tinggi.

Film ini dikemas dengan penuh pesona, dramatis namun tidak mengabaikan ketepatan sejarahnya. Pesona dan drama yang tersaji cukup menarik, didukung oleh Falcon Production serta StarVision Plus.

Dalam segi cerita, film ini berhasil membangun chemistry antara Buya Hamka (Vino G. Bastian)  dengan istrinya Siti Raham (Laudya Chintya Bella). Kedua tokoh ini, berhasil membawa penonton masuk kedalam nuansa keluarga yang hangat dan sederhana.

Seorang Pujangga yang Romantis Kepada Istrinya

Seperti yang tadi dijelaskan di awal, karakter Buya Hamka lebih dominan dikenalkan sebagai orang yang romantis kepada istrinya. Kisah sentimental hubungan antara Buya Hamka (Vino G. Bastian) dan Siti Raham (Laudya C. Bella) memang menjadi salah satu daya tarik di film ini. Banyak sekali scene haru yang melibatkan keduanya, membuat penonton agak meneteskan air mata. Hehehe, apakah kamu termasuk?.

Pada film ini menampilkan banyak scene yang menunjukan sosok Buya Hamka yang romantis dan setia di dalam kehidupan keluarganya. Termasuk scene saat dia menolak untuk berpoligami dan memilih setia untuk terus membangun keluarga kecilnya bersama Siti Raham. Ini merupakan elemen penting dalam film. Scene tersebut seakan-akan membawa pesan pentingnya tingginya nilai tanggungjawab dan keadilan.

Karakter Buya Hamka sebagai seorang yang romantis juga diperlihatkan saat dia merintis Majalah Pedoman Masyarakat di Medan. Terdapat salah satu scene yang memperlihatkan beberapa anak gadis menangis haru ketika membaca karya romansa Hamka yang berjudul “Tenggelamnya Kapal Van Der Wick” pada Majalah Pedoman Masyarakat.

Baca Juga  Islam dan Kemanusiaan di Mata Bung Karno

Selain itu, Pada film ini sering diperlihatkan bahwa Hamka suka memuji istinya dengan kata-kata romatis. Pemilihan kata-kata pujian untuk istrinya didalam kisah sentimental ini tidak cringe ataupun menye-menye. Pemilihan kata sangat tepat, sederhana namun syarat makna.

Salah satu pesan yang didapatkan dari film ini adalah “dakwah tidak melulu dilakukan di mimbar-mimbar ataupun di masjid-masjid. Dakwah bisa dilakukan dimanapun, termasuk dakwah melalui kisah romansa” hal itu diungkapkan oleh Siti Raham (istri Buya Hamka).

Pejuang yang Tulus

Ketika di dalam rumah Hamka lebih dikenal sebagai sosok yang romantis nan hangat. Berdasarkan karyanya, Ia dikenal sebagai sosok yang lembut menyentuh hati. Hal tersebut tidak membuat Hamka menjadi pribadi pesakitan sebagai pengemis cinta. Ia seorang yang teguh pendirian dan dewasa dalam bersikap. Hal ini membuat Hamka menjadi salah satu tokoh besar di daerahnya.

Sosoknya yang terlihat sangat tulus dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Hamka termasuk orang yang sangat keras dalam menolak segala macam penjajahan dari dalam bentuk apapun.

Pada film ini juga menyajikan berbagai macam konflik dan permasalahan, salah satunya ekonomi. Terdapat suatu waktu, dimana istri Hamka menjual emasnya untuk menyambung hidup dan Hamka menukarkan buku-buku karyanya.

Selain itu, tersaji juga permasalahan sosial-politik. Buya Hamka diterror, dimusuhi, dan difitnah karena dianggap sebagai antek antek Jepang yang ketika itu sedang menjajah Indonesia. Akibatnya, Hamka hampir putus asa. Sebab mulai dari akses dakwah yang susah didapatkan hingga ia diberhentikan paksa sebagai pemimpin Muhammadiyah di Sumatera Timur. Sehingga Hamka dan Istrinya, serta anak-anaknya terpaksa kembali ke Padang Panjang.

Kritik Kecil dan Kesimpulan Film Buya Hamka

Salah satu hal yang disayangkan dari film ini, yakni pengenalan tokoh Buya Hamka yang cenderung terburu-buru. Bagi kamu yang masih asing dengan sosok Buya Hamka, menonton film ini tidak membuat kamu mengenal Buya Hamka secara utuh, karena dalam film ini sosok Buya Hamka tidak diceritakan secara lengkap, mengenai latar belakangnya, prinsipnya dan lain sebagainya. Wajar jika nantinya, akan timbul banyak pertanyaan.

Baca Juga  Kisah Gerakan Muhammadiyah Menerobos Lokus Syattariyah

Bagi sebagian penonton, hal ini diwajarkan karena akan ada seri film lanjutan yakni Buya Hamka Vol. II dan Buya Hamka Vol. III, yang sepertinya lebih menarik dan menjadi jawaban dari film Buya Hamka Vol. I ini. Sehingga menarik untuk ditunggu.

Lantas, apakah film ini sangat direkomendasikan untuk ditonton? Jawabannya tentu saja!!. Apalagi jika kamu seorang penikmat film sejarah sekaligus aktivis darah biru (a.k.a MU). Kapan lagi melihat film yang disajikan dengan sangat ciamik dalam segi visual dan penuh pesona dalam segi cerita. Yuk gaskeeun!

Editor: Soleh

Eri Nugroho
3 posts

About author
Pengajar di Sekolah Dasar UMP (Universitas Muh Purwokerto)
Articles
Related posts
Review

Madzahibut Tafsir: Meneliti Madzhab Tafsir dari Klasik hingga Kontemporer

4 Mins read
Prof. Abdul Mustaqim menulis buku berjudul “Madzahibut Tafsir, Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga Modern”. Buku ini terbit cetakan pertama pada…
Review

Debat Bergengsi Epikureanisme vs Stoikisme Tentang Tuhan

3 Mins read
Wacana mengenai ketuhanan bukanlah persoalan yang baru muncul pada zaman kontemporer ini. Jauh sebelum Islam dan Kristen lahir di dunia ini, manusia…
Review

Pasang Surut Politik Islam dalam Gelanggang Sejarah Bangsa Indonesia

5 Mins read
Islam sebagai sumber moralitas dan idealitas tidak mungkin dipisahkan dari wawasan kekuasaan. Kekuasaan tanpa didasari moralitas hanya akan melahirkan banalitas sebagaimana yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *