Inspiring

Belajar dari Keberanian Abbas Mahmud al-Aqqad

2 Mins read

Banyak orang di dunia ini yang sukses tanpa selesai bersekolah, namun boleh jadi hanya sedikit yang pernah dan akan menyamai capaian Abbas Mahmud al-Aqqad.

Bagaimana tidak, berbekal ijazah SD saja, dari tangan raksasa sastra Mesir ini, lahir begitu banyak bacaan serius; dari mulai filsafat Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd, sampai biografi Hitler dan Shakespeare.

Membaca karya- karya Aqqad agaknya memang memaksa kita mengangguk setuju; ya ijazah hanyalah tanda kita pernah bersekolah, namun belum tentu jadi tanda kita pernah berpikir.

Begitulah, hari ini kita mengenal Abbas Mahmud al-Aqqad sebagai pemikir besar dari Mesir yang namanya diabadikan jadi nama jalan di Nasr City, Kairo. Tapi pernahkah kita bertanya: apa sih yang menjadikannya besar walau pun dengan riwayat pendidikan formal yang singkat?

Ya, Aqqad adalah pembaca yang giat. Teman- teman masa kecilnya menghabiskan liburan dengan bermain, sedangkan Aqqad membaca apa saja dari buku- buku yang dibelinya dari hasil menabung uang jajannya.

Aqqad kecil membaca buku- buku agama, sejarah, geografi, sampai karya- karya sastra berbahasa Perancis, Inggris dan Jerman secara khusus.

Saking gilanya membaca, Aqqad sampai menulis buku khusus berjudul Saat baina al- Kutub alias “waktu- waktu bersama buku”. Kalau Goenawan Mohamad menulis Catatan Pinggir di tengah geliatnya akses media elektronik. Namun sosok Aqqad mengulas literatur dunia di masa radio butut di suatu negeri di Afrika sana, ajaib bukan? 

Dari Aqqad kita belajar jadi pembaca yang berani. Inilah boleh jadi ajarannya yang paling relavan di masa kini. Dimana rezim pengetahuan berada di mana- mana, sehingga ada keangganan untuk sekedar meragukan ide- ide yang selama ini kita yakini beroleh alternatif, atau ide itu kurang sempurna sehingga bisa kita paripurnakan. Darimana semua itu kita dapatkan kalau bukan dari membaca sesuatu yang tidak kita sukai, sesuatu yang tidak kita setujui?

Baca Juga  Belajar Mencintai Islam dan Indonesia dari KH Hasyim Muzadi

Ya, maka bacalah apa saja. Kita mungkin sering dengar motivator- motivator literasi  bilang: “Bacalah yang bermanfaat saja untukmu,” ya dan Aqqad tidak setuju itu, kata Aqqad yang bijak adalah: “Ambillah manfaat dari apa saja yang kamu baca.”

Betul, toh dari membaca spanduk “Kepak Sayap Kebhinekaan” di lokasi bencana kita bisa belajar tentang etika politik, maka adalah hal tak masuk akal untuk membatasi bacaan pada yang tertentu itu.

Lantas bagaimana agar aktivitas membaca kita selalu bermanfaat?

Adalah dengan meyakini bahwa buku—apapun alirannya itu: rangkaian huruf, tanda baca, angka yang tergubah di dalamnya, memang selalu berpulang pada dua laci di lemari plastik dalam kepala kita manusia.

Dua laci itu adalah laci informasi dan laci ideologi. Bagi mereka yang sudah memiliki kedua laci itu, tidak akan ada lagi rasa takut untuk membaca apapun.

Yang menambah keyakinan, masuk ke dalam laci ideologi. Yang menyalahi keyakinan, akan masuk ke dalam tumpukan berkas informasi. Maka siapa pun yang membaca, sejatinya tidak pernah merugi.

Semua buku terlihat sama saja: dari yang paling kanan, sampai yang paling kiri. Pembaca yang sudah punya laci, tahu pasti di mana mereka harus menempatkan gagasan di bukunya.

Seperti pakaian— entah itu jaket, kaos, kemeja, batik sampai celana dalam. Mereka yang punya lemari, tahu pasti: mana laci untuk pakaian yang sering dipakai, mana laci pakaian yang untuk koleksi saja.

Editor: Soleh

Faris Ibrahim
13 posts

About author
Alumni Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir I Mahasiswa Magister Studi Islam Universitas Islam Internasional Indonesia
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *