Perspektif

Generasi Pembenci Ponsel

3 Mins read

Membahas tentang ponsel, saya teringat masa kecil sebagai anak dalam sebuah keluarga kelas menengah ke bawah. Bapak baru memiliki ponsel saat saya berusia 4 tahun. Sedangkan Ibu satu tahun setelahnya. HP pertama Bapak adalah merek Siemens, HP pertama Ibu merek Nokia. Kedua jenama ponsel tersebut saat ini sudah punah.

Bagi generasi seusia saya yang sempat berjumpa dengan ponsel berlayar monokrom, era 2010-an adalah keajaiban. Saat itu hadir ponsel-ponsel terkenal seperti Blackberry, disusul dengan iPhone dan ponsel-ponsel Android.

Sekarang makin canggih lagi, di mana ponsel bisa melakukan berbagai fungsi yang di masa lalu dibutuhkan puluhan perangkat untuk melakukannya. Mulai dari membuka medsos dan e-mail, mengakses peta, transfer uang, belanja, membaca Al-Quran, sampai top-up kartu tol dan mencari jodoh semua bisa dilakukan menggunakan satu perangkat. “Mesin” ponsel saat ini bahkan ratusan kali lebih cepat dan canggih dibanding perangkat yang menerbangkan wahana Apollo 11 ke bulan pada tahun 1969.

Ponsel begitu penting dan hari ini manusia tidak bisa hidup tanpa ponsel. Dengan logika sederhana, kita bisa menarik kesimpulan bahwa dari waktu ke waktu ponsel akan makin krusial bagi kehidupan manusia. Tapi tulisan ini justru menawarkan alternatif sebaliknya, dengan membaca fenomena yang ada sekarang mungkin ponsel dihindari di masa depan. Mungkin generasi pembenci ponsel akan terus muncul seiring berjalannya waktu.

Kecanduan Bagi Siapa Saja

Sekitar 15 tahun lalu, konsol video game (terutama Playstation, Xbox, Nintendo) dan komputer selalu menjadi tersangka saat anak-anak malas belajar maupun mengalami penurunan nilai di sekolah. Orang tua selalu mengeluhkan anak-anak kecanduan game. Muncul juga pelarangan beberapa game yang dianggap tidak sesuai dengan norma dan nilai sosial, paling terkenal tentu saja game GTA.

Baca Juga  Fahruddin Faiz: Tiga Tingkatan Toleransi Manusia

Saat ini, ponsel khususnya ponsel pintar juga menjadi candu. Tapi berbeda dengan video game di konsol dan komputer, ponsel pintar menjadi candu bagi siapapun. Laki-perempuan, tua-muda, semua kecanduan menggunakan ponsel. Di rumah, di sekolah, di kampus, di ruang-ruang rapat, di mobil, di terminal, di kapal, di pesawat, di manapun dan kapanpun.

Bahkan, bisa dibilang orang dewasa-lah yang lebih terdampak kecanduan ponsel. Siapa yang paling berisik di medsos dan WA? Orang dewasa. Siapa yang paling mudah terpapar dan menyebarkan hoaks? Orang dewasa. Siapa yang terdampak polarisasi politik paling parah yang tersebar melalui beragam aplikasi di ponsel? Orang dewasa.

Di medsos pun, banyak kritik dilakukan oleh generasi milenial dan generasi Z diarahkan pada generasi tua. Contoh dari kritik-kritik ini berlaku di dunia pekerjaan yang tidak memenuhi hak pekerja. Selain itu, juga pemerintah yang banyak diisi generasi tua (boomers hingga generasi X) sering kali menjadi sasaran tembak karena kebijakan dan pelayanan yang dirasa tidak maksimal, maupun komunikasi publik yang dianggap buruk.

Ponsel sebagai Distraksi dan Stressor

Selain menimbulkan kecanduan, ponsel bagi manusia khususnya generasi muda adalah distraksi. Karena ponsel, fokus terpecah dan aktivitas sehari-hari terabaikan. Pekerjaan, tugas sekolah dan kuliah, sampai mengurus anak semua terabaikan karena asyik berselancar di ponsel yang terhubung 24 jam ke jaringan internet.

Bagaimana tidak, saat ini rata-rata pemilik ponsel mengaktifkan ponsel lebih dari 5 jam dalam sehari. Durasi ini nyaris seperempat hidup manusia. Jika dikurangi dengan waktu tidur, maka nyaris sepertiga hidup manusia dihabiskan untuk membuka ponsel.

Memang, ada orang-orang yang pekerjaannya tergantung pada ponsel, tetapi itu hanya pengecualian. Yang jelas lebih banyak orang menghabiskan waktu berselancar di ponsel pintar sebatas menjadi pengguna Facebook, Instagram, TikTok, Twitter, WhatsApp, sampai Netflix. Pembaca sekalian bisa mengecek penggunaan aplikasi pada ponsel pintar harian lewat fitur kesehatan digital di menu Pengaturan/Setting.

Baca Juga  Anak-anak Smartphone

Kembali pada ponsel sebagai distraksi, aplikasi-aplikasi dalam ponsel membuat kita betah berselancar. Hal ini disebabkan brain hack yang berhasil dikembangkan para pengembang aplikasi menciptakan banjir dopamin dalam otak. Pada gilirannya, hal ini membuat kita betah berjam-jam menyaksikan beragam konten dan video di media sosial. Selain gambar dan video, notifikasi juga mengusik kita untuk membuka ponsel lagi dan lagi.

Selain memberi kebahagiaan, ternyata membuka ponsel juga memberi tekanan bagi mental kita. Medsos membuat kita terlalu sering mengomentari hal-hal yang tidak perlu. Tidak jarang postingan di medsos juga membuat kita membandingkan kehidupan dengan orang-orang yang lebih sukses padahal mereka memiliki latar belakang dan perjuangan berbeda dengan kita. Tidak ketinggalan, aplikasi pesan instan membuat kita tertekan lewat daftar pekerjaan yang masuk tanpa kenal waktu.

Generasi Pembenci Ponsel

Fenomena di atas membuat sebagian orang, terutama anak muda saat ini mulai sadar buruknya dampak ponsel. Sebagian melakukan puasa medsos atau sengaja menonaktifkan ponsel di luar jam kerja. Sebagian yang lain menonaktifkan akun medsos dan mematikan foto profil untuk menghindari distraksi dan mengurangi tekanan.

Jika tren ini terus berlanjut, ponsel makin dijauhi. Meski menjadi alat ajaib yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, ponsel juga dianggap menjadi pengganggu yang berpengaruh negatif pada produktivitas dan konsentrasi. Mungkin akan semakin banyak anak-anak dan generasi muda di masa mendatang yang bukannya bergantung pada ponsel justru meminimalisasi interaksi dengan ponsel, atau bahkan menjadi generasi pembenci ponsel.

Sebagai penutup, ponsel pintar yang ada saat ini adalah gambaran tren alat dan teknologi. Namun, tren terus berganti karena perubahan dan disrupsi selalu terjadi. Contoh yang dekat dengan kehidupan kita adalah televisi (TV). Dahulu, TV begitu digandrungi, TV menjadi tolak ukur kelas ekonomi hingga pemilik TV di desa begitu dihormati. Seiring berjalannya waktu, setiap rumah memiliki TV. Tidak lama kemudian, ponsel dan gawai canggih lebih menarik dibanding TV hingga makin banyak keluarga memilih untuk tidak membeli TV.

Baca Juga  Going Wireless With Your Headphones

Lantas, apakah generasi pembenci ponsel akan makin bertambah? Apakah di masa depan tren ponsel pintar akan mengikuti nasib TV?

Editor: Yusuf

Avatar
20 posts

About author
Mahasiswa UGM. CEO IBTimes.ID
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *