Review

Hijrah, Memaknai Islam yang Ramah

3 Mins read

Bagaimana orang non muslim melihat ajaran Islam? Mereka tidak akan sempat membaca dan mencari tahu tentang rukun Islam, rukun iman, atau pun makna dalam taat Al-Qur’an. Sebab, mereka melihat bagaimana cara kita beragama. Jika kita menampilkan pribadi yang keras dan angkuh, lalu membungkusnya dengan agama, maka orang lain akan melihat agama kita mengajarkan demikian. Padahal, seyogianya Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan sedikit pun, apalagi sampai melukai sesamanya.

Islam Menjadi Angin Segar

Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin seyogianya menjadi angin segar bagi alam semesta dengan ajaran-ajarannya yang damai. Berbagai hal yang dibawa oleh Rasulullah tidak pernah menampilkan Islam sebagai ajaran yang kaku, atau pun ajaran yang keras. Maka, selayaknya kita sebagai pengikut Rasulullah menampilkan Islam yang demikian.

Begitulah buku ini ditulis sebagai ejawantah berbagai problem yang terjadi pada masyarakat kita yang selama ini dilema dengan berbagai view ajaran Islam yang membelenggu para umatnya. Banyak sekali fenomena yang ditulis di dalamnya, di antaranya fernome hijrah.

“Berapa banyak orang salat tapi salatnya justru mencelakakan dirinya. Ia hanya rukuk dan sujud tanpa kehadiran hatinya. Tak ada kesadaran dalam hatinya seolah kita melihat Tuhan atau Tuhan melihat kita” (hlm. 13). Kalimat pendek yang syarat akan makna tersebut menjadi pembuka tulisan menarik dari penulis yang memiliki girah pengetahuan agama yang begitu luar biasa dengan sikap arifnya dalam memaknai berbagai problematika sosial yang terjadi akhir-akhir ini.

Sebagai tokoh agamawan muda yang aktif di berbagai media sosial, mulai dari twitter, facebook, instagram, hingga youtube, tulisan ini menjadi bacaan renyah bagi pembaca, utamanya milenial yang haus akan informasi pengetahuan keagamaan dengan gaya bahasa santai, lugas, dan mudah dipahami. Penulis mencoba memaparkan secara gamblang persoalan kita pada hari ini tentang substansi dalam setiap masalah yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Baca Juga  Wahyudi Akmaliah: Kata Hijrah Kini menjadi Gaya Hidup Anak Muda

Empat Aspek yang Harus Dilakukan Ketika Berkomitmen untuk Hijrah

Setidak-tidaknya, ada 4 aspek yang harus dilakukan oleh umat Islam ketika berkomitmen untuk hijrah. Pertama, aspek sufistik tasawauf. Dalam aspek ini, sejatinya hijrah dilakukan senantiasa atas penghambaan dirinya menuju Allah. Aspek batin adalah aspek paling utama dalam mendekatkan diri kepada Allah.

Idealnya, hijrah dimulai dari spiritualitas yang simpulnya berada di hati. Karena rumusnya adalah tubuh mengikuti hati, bukan hati mengikuti tubuh. Berkerudung misalnya harus dari komitmen hati. Bukan asal mengerudungi kepala saja agar tak dipandang tak religius atau aneh-aneh oleh keluarga, teman, dan orang-orang, tapi hatinya tak punya komitmen sama sekali pada kerudung (hlm. 22).

Pada fase ini, tidak salah ketika banyak terjadi pada orang-orang yang berjilbab tapi masih melakukan perbuatan yang bisa merusak citra kerudung. Padahal, tujuan berkerudung untuk memperbaiki diri. Maka ketika sudah berkerudung jangan sampai mengolok-olok teman yang masih belum mengenakan kerudung.

Kedua, aspek kultural. Hijrah berarti mengakulturasi Islam yang datang dari Arab sesuai dengan nilai setempat. Selama nilai-nilai tak bertentangan dengan aspek substansi ajaran Islam.

Ketiga, aspek filosofis, bahwa hijrah membawa umat Islam dari keterbelakangan menuju kemajuan. Maka, menjadi sesuatu yang kurang benar apabila kita hijrah justru mengenyampingkan persoalan keilmuan. Padahal, langkah kita di masa depan adalah bagaimana menjadi muslim yang bisa sejalan dengan kemajuan teknologi para ilmuwan Barat, sehingga umat Islam tidak terbelakang akibat kebodohan yang belum ada obatnya.

Keempat, aspek sosial. Dalam hal ini, hijrah bukan hanya sekadar hubungan vertikal dengan Allah Swt., tetapi lebih dari itu, aspek sosial yakni hubungan sesama manusia juga harus dijaga. Jangan sampai ketika hijrah, kita bermusuhan dengan teman yang tidak memakai kerudung, merasa diri paling benar di antara yang lain.

Baca Juga  Persoalan Identitas dan Akar Tindakan Kekerasan

Beragama Islam Bukan Menjadi Sosok yang Kaku

Pada bab pertama yang dimunculkan, pembaca melihat kekhasan pembahasan yang populer di kalangan masyarakat untuk dipahami secara utuh. Sehingga, beragama Islam sejatinya bukanlah menjadi sosok yang kaku, tanpa melihat konteks sosial yang terjadi. Bahkan, secara fleksibel penulis memaparkan secara rinci bagaimana Islam datang menjadi sebuah rahmat bagi seluruh umat. Ajaran Islam seharusnya tidak dipahami hanya pada bentuk relasi kepada Sang Pencipta semata, melainkan relasi antarmanusia.

Begitu kompleksnya persoalan kita pada hari ini dengan berbagai konten yang bersebaran di media sosial. Apalagi konten yang erat hubungannya dengan ajaran Islam, disertai dengan berita bohong yang tidak bisa dielakkan, tidak heran ketika muncul pemahaman beragam dari ajaran Islam itu sendiri, bahkan muncul permasalahan yang mengakibat perpecahan di antara umat sesama muslim yang tidak jelas permasalahannya.

Akibatnya, terjadi gesekan antar satu dengan yang lain serta menganggap bahwa Islam adalah biang masalah. Sehingga, kita perlu memiliki pengetahuan yang mumpuni, baik pengetahuan agama, sains, pengetahuan teknologi agar bisa berjalan bersama dan bergandengan dengan beragam perbedaan yang ada.

Sebagai pamungkas tulisan. Pada masa silam, hal yang paling awal dilakukan oleh Rasulullah mempersatukan kaum muhajirin dan kaum anshar. Begitu pun dalam piagam Madinah, beliau mempersatukan muslim dan non muslim tanpa memandang agamanya. Seharusnya, ini sebagai bentuk welas asih bagi para umatnya, untuk menarasikan agama sebagai ajaran yang santun, penuh kasih sayang, tanpa caci maki kepada siapa pun itu.

Judul buku : Tuhan Ada di Hatimu
Penulis : Husein Ja’far Al-Hadar
Penerbit : Naura Books
ISBN : 9786232421479
Tahun Cetak : 2020
Jumlah Halaman : 203 halaman
Peresensi : Muallifah

Baca Juga  Respon Film TILIK: yang Mengkritik dan Dikritik

Editor: Lely N

Muallifah
7 posts

About author
Mahasiswi Universitas Gadjah Mada
Articles
Related posts
Review

Madzahibut Tafsir: Meneliti Madzhab Tafsir dari Klasik hingga Kontemporer

4 Mins read
Prof. Abdul Mustaqim menulis buku berjudul “Madzahibut Tafsir, Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga Modern”. Buku ini terbit cetakan pertama pada…
Review

Debat Bergengsi Epikureanisme vs Stoikisme Tentang Tuhan

3 Mins read
Wacana mengenai ketuhanan bukanlah persoalan yang baru muncul pada zaman kontemporer ini. Jauh sebelum Islam dan Kristen lahir di dunia ini, manusia…
Review

Pasang Surut Politik Islam dalam Gelanggang Sejarah Bangsa Indonesia

5 Mins read
Islam sebagai sumber moralitas dan idealitas tidak mungkin dipisahkan dari wawasan kekuasaan. Kekuasaan tanpa didasari moralitas hanya akan melahirkan banalitas sebagaimana yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *