Inspiring

K.H. Mas Mansoer: Pahlawan Nasional dan Tokoh Muhammadiyah

3 Mins read

Kiai Haji Mas Mansoer mungkin tidak sepopuler tokoh Muhammadiyah lainnya di kalangan beberapa orang. Mas Mansoer merupakan murid dari Kiai Haji Ahmad Dahlan, ia juga dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah dan Empat Serangkai.

Biografi KH Mas Mansoer

Mas Mansoer lahir pada 25 Juni 1896 di Surabaya, Hindia Belanda. Keluarganya berasal dari keturunan bangsawan Astatinggi Sumenep, Madura. Ayahnya bernama KH Mas Achmad Marzoeqi, seorang pionir Islam dan ahli agama yang terkenal pada masanya. Sedangkan ibunya bernama Raudhah, seorang wanita kaya yang berasal dari keluarga Pesantren Sidoresmo Wonokromo Surabaya.

Menurut M. Yunan Yusuf (2005: 223), ayahanda Mansoer masih keturunan keraton Sumenep di Madura atau termasuk golongan bangswan Astatinggi.

Masa kecilnya, ia belajar agama dengan ayahnya sendiri. Ia juga belajar di Pesantren Sidoresmo, dengan Kiai Muhammad Thaha. Pada tahun 1906, ketika berusia sepuluh tahun ia dikirim oleh ayahnya ke Pondok Pesantren Demangan, Bangkalan, Madura. Di sana, Mas Mansoer mempelajari Al-Quran dan mendalami kitab Alfiyah Ibnu Malik dengan Kiai Khalil.

Ayah Mas Mansoer dikenal sebagai ulama terpandang yang mengampu tugas terhormat sebagai imam tetap sekaligus khatib Masjid Ampel di Surabaya. Pada 1908, sang Ayah ingin memberangkatkan Mas Mansoer ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan belajar. Saat itu, usia Mas Mansoer tergolong masih dini.

Setelah menimba ilmu di Mekkah kurang lebih empat tahun pada Kiai Mahfudz, situasi politik di Saudi memaksanya untuk pindah ke Mesir. Awalnya sang Ayah tidak mengizinkan Mas Mansoer ke Mesir, karena citra Mesir saat itu kurang baik. Meskipun demikian, Mas Mansoer tetap pada keinginannya walaupun kurang lebih satu tahun ia hidup tanpa mendapat kiriman dana dari orang tuanya.

Baca Juga  Inilah Alasan Dibentuknya Partai Islam Indonesia

Saat itu, suasana Mesir sedang membangun dan menumbuhkan semangat kebangkitan nasionalisme dan pembaruan. Di sana, Mas Mansoer belajar pada Syaikh Ahmad Maskawih di Perguruan Tinggi Al-Azhar. Mas Mansoer memanfaatkan kondisi tersebut dengan membaca tulisan di media massa dan mendengarkan pidato-pidato.

Perjalanan Revolusioner KH Mas Mansoer

Pada tahun 1915, Mas Mansoer pulang ke Indonesia. Setelah belajar di luar negeri, ia bergabung dalam Sarekat Islam yang dipimpin oleh Oemar Said Tjokroaminoto. Organisasi tesebut terkenal radikal dan revolusioner. Mas Mansoer lalu dipercaya sebagai Penasihat Pengurus Besar SI (Sarekat Islam).

Sepulang dari Mesir dan Mekkah, ia menikah dengan puteri Haji Arif yang bernama Siti Zakijah. Dari hasil pernikahannya, mereka dikaruniai enam orang anak. Lalu ia juga menikah dengan Halimah, namun dengan istri keduanya tidak berlangsung lama. Karena pada tahun 1939, Halimah meninggal dunia.

Di Surabaya, Mas Mansoer dan beberapa tokoh lainnya membentuk Taswir Al-Afkar, suatu majelis diskusi di kalangan kaum muda Islam. Masalah yang dibahas berkaitan dengan sifat keagamaan murni hingga masalah politik perjuangan melawan penjajah.

Taswir Al-Afkar merupakan sebuah wadah diskusi. Permasalahan yang mereka diskusikan berujung pada masalah khilafiyah, ijtihad, dan mazhab. Karena terjadi perbedaan pendapat antara Mas Mansoer dan Abdoel Wahab Hasboellah mengenai masalah tersebut, menyebabkan Mas Mansoer keluar dari Taswir Al-Afkar.

Selain itu, Mas Mansoer juga bergerak bersama Muhammadiyah. Sepulang dari luar negeri, ia tidak menuju Surabaya terlebih dahulu, melainkan menuju Yogyakarta untuk menemui sang pendiri Muhammadiyah, yaitu Kiai Haji Ahmad Dahlan. Mas Mansoer mengagumi sosok dan pemikiran KH Ahmad Dahlan yang ternyata merupakan sahabat ayahnya.

Di Muhammadiyah, Mansoer menapaki jenjang karier dengan mulus. Dari Ketua Cabang Muhammadiyah Surabaya, Konsul Muhammadiyah wilayah Jawa Timur, hingga terpilih sebagai Ketua Umum Muhammadiyah dalam kongres di Yogyakarta pada tahun 1937 (Departemen Sosial RI, Wajah dan Perjuangan Pahlawan Nasional, 2008: 156).

Baca Juga  Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

KH Mas Mansoer beserta Ki Bagoes Hadikoesoemo dan tokoh muda lainnya, menjadi bagian pembaru dalam kepengurusan Muhammadiyah masa itu yang didominasi generasi tua, sepeninggal Ahmad Dahlan yang wafat pada 1923. Pengurus besar Muhammadiyah pada saat periode Mas Mansoer, banyak didominasi oleh angkatan muda Muhammadiyah yang cerdas, tangkas, dan progresif.

Tokoh Muhammadiyah yang Diangkat sebagai Pahlawan Nasional

Mas Mansoer juga turut memprakarsai terbentuknya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) bersama pimpinan organisasi lainnya, termasuk Hasyim Asyari dan Wahab Hasboellah yang merupakan tokoh Nahdatul Ulama (NU). Partai Islam Indonesia (PII) juga diprakarsai Mas Mansoer bersama Dr. Soekiman Wirjosandjojo sebagai perimbangan atas sikap non-kooperatif dari Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). 

Lantaran berbeda pandangan dengan orang-orang pusat, Mansoer terpaksa hengkang. Ia kemudian mendukung Soekiman Wirjosandjojo membentuk Partai Islam Indonesia, (Kesadaran Nasional, Kolonialisme sampai Kemerdekaan, 2008: 160).

Ketika Jepang berkuasa di Indonesia, nama KH Mas Mansoer semakin melambung. Bersama tokoh lainnya seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Hadjar Dewantara, mereka termasuk tokoh nasional yang diperhitungkan pemerintah militer Jepang. Kemudian mereka dijuluki dengan Empat Serangkai.

Keterlibatannya dalam Empat Serangkai membuat Mas Mansoer harus pindah ke Jakarta. Sehingga posisi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah diserahkan kepada Ki Bagoes Hadikoesoemo. Menjelang kekalahan Jepang dari Sekutu, membuat Mas Mansoer terpilih menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Hingga suatu hari ketika pecah perang kemerdekaan, Mas Mansoer belum pulih dari sakitnya. Namun ia tetap berjuang dengan memberikan semangat kepada barisan pemuda untuk melawan kedatangan tentara Belanda (NICA).

Pada akhirnya ia ditangkap oleh tentara NICA lalu dipenjarakan di Kalisosok. Pada tanggal 25 April 1946 Mas Mansoer wafat di dalam tahanan, di tengah pecahnya perang kemerdekaan. Jenazahnya dimakamkan di Gipo Surabaya. Atas jasanya, Pemerintah Republik Indonesia mengangkat Mas Mansoer sebagai Pahlawan Nasional.

Baca Juga  Kuntowijoyo: Masjid Tak Jauh Beda dengan Terminal

Editor: Zahra

Anggita Larassati
2 posts

About author
Mahasiswi Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta.
Articles
Related posts
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…
Inspiring

Sosialisme Islam Menurut H.O.S. Tjokroaminoto

2 Mins read
H.O.S Tjokroaminoto, seorang tokoh yang dihormati dalam sejarah Indonesia, tidak hanya dikenal sebagai seorang aktivis politik yang gigih, tetapi juga sebagai seorang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *