Hasil perhitungan Hisab Hakiki Wujudul Hilal, tahun baru hijriyah 1 Muharram 1445 H bertepatan Rabu, 19 Juli 2023 M. Muharam merupakan bulan pertama dalam kalender Islam. Muharam merupakan empat “bulan haram”. Tiga bulan lainnya yaitu: Zulqaidah, Zulhijah, dan Rajab.
Pada bulan ini, adalah bulan berpulangnya jamaah haji seluruh di dunia.
Haji dan Hijrah
Haji berkaitan erat dengan semangat hijrah. Secara antropologis, Clifort Geert mengaitkan haji dengan titik balik kehidupan manusia dan membaginya dalam tiga kategori: haji anak muda, haji usia lanjut, dan haji pensiunan.
Pertama, bagi anak muda, ibadah haji menjadi penutup ideal setelah pendidikan di pesantren dan sekaligus akhir masa remaja. Jika seorang remaja sudah berhaji berarti ia telah memasuki status baru, dan dipertegas dengan nama baru yang diperoleh dari tanah suci Makkah plus segala atribut yang disandangnya.
Kedua, bagi orang berusia lanjut, ibadah haji dianggap sebagai akhir dari perjalanan hidup untuk mengabdikan diri pada kehidupan agama dan menutup kurun waktu kehidupan yang penting.
Ketiga, bagi pensiunan, melaksanakan ibadah haji setelah pensiun dari pegawai negeri atau pekerjaan. Bagi mereka, ibadah haji pun dianggap sebagai akhir suatu kurun waktu dan awal tahap kehidupan baru.
Secara filosofis, haji juga erat dengan semangat hijrah. Secara simbolik, ritual haji diakhiri dengan tahalul. Dalam manasik, tahalul adalah keadaan seseorang yang telah dihalalkan melakukan perbuatan yang sebelumnya dilarang selama ihram (Kemenag, 2020).
Secara hakikat, tahalul bermakna kembali ke kehidupan nyata dimulai dengan cukur rambut. Kehidupan nyata yang dimaksud adalah kembali ke kehidupan masyarakat di tanah air. Bercukur sampai gundul merupakan simbol hamba Allah yang tercerahkan (rausyanfikr).
Kemudian mencukur rambut bermakna membuang pikiran dan kebiasaan lama yang buruk, sedangkan tumbuhnya rambut merupakan simbol dari pola pikir, kesadaran, dan kebiasaan baru sepulang dari tanah suci ke tanah air. Setelah mengalami pencerahan ruhani, seorang hamba pulang ke tanah air dengan habitus baru.
Pesan moralnya, sepulang haji seorang telah mengalami pencerahan ruhani: terbuka nalar dan mata hatinya (tanwirul uqul wal qulub), membawa kesadaran dan pola pikir baru dalam beragama: cara berpikir dan kebiasaan lama yang buruk diganti yang baru.
Jangan kembali ke tanah air, jika rambut belum dicukur, maksudnya jangan membawa kesadaran lama, pikiran lama, sikap lama, dan kebiasaan lama saat kembali ke tanah air. Sepulang haji, memiliki kesadaran baru dan mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka mewujudkan haji mabrur
Makna Hijrah
Tahun baru Hijriah adalah tahun baru Islam yang dimulai dari Hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah. Saat itu, hijrah identik dengan migrasi, pindah dari satu daerah ke daerah lain.
Jika dimaknai hijrah tempat, maka untuk bisa migrasi eksternal, orang harus memenuhi persyaratan tertentu yang dibuktikan dengan dokumen yang ketat, bahkan juga untuk sekedar masuk ke negara lain. Apabila seorang nekat masuk dan tinggal di negara lain tanpa memenuhi persyaratan sesuai ketentuan hukum yang berlaku, maka dia diperlakukan sebagai kriminal.
Lalu, apa pengertian lain hijrah selain hijrah geografis? Hijrah ketika itu pada pokoknya dilakukan oleh Nabi dan para sahabat dengan harapan untuk mendapatkan keamanan, sehingga mereka dapat menjalani kehidupan dalam semua bidangnya, tidak terbatas bidang agama, tanpa gangguan.
Pada zaman sekarang mewujudkan keamanan dan ketahanan eksistensi masyarakat sudah menjadi tanggung jawab negara. Hanya saja negara tidak dapat mewujudkannya tanpa partisipasi warga. Karena itu sebagai warga negara umat berkewajiban untuk berpartisipasi mewujudkan keamanan masyarakat.
Umat Islam dapat berpartisipasi dengan melakukan hijrah, namun sudah barang tentu tidak dalam pengertian geografis.
Hijrah Sepulang Haji
Sepulang haji harus bertahalul secara hakikat. Sikap buruk lama dibuang, lalu tumbuhkan sikap baru yang baik. Segala sikap lama, yang biasa menyakiti orang lain, menghina, berbohong, menipu, menindas, sombong, zalim dan segala bentuk perbuatan buruk lainnya harus ditinggalkan.
Sebaliknya, berusaha berakhlak baik seperti menepati janji, menyantuni fakir miskin dan anak-anak yatim, menolong orang yang sedang kesusahan, menebar kebaikan, bicaranya tidak menyakiti orang lain, dan seterusnya harus diwujudkan dalam kehidupan seorang haji mabrur. Jika tidak ada perubahan sikap, itu namanya ‘haji mabur’ (Jawa: terbang), karena naik pesawat terbang.
Haji harus ditransformasikan dari ritual ke aktual. Sepulang dari tanah suci, segala ritual ihram, tawaf, sai, wukuf, dan lempar jumrah supaya aktual ke dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, tahalul itu kembali ke dunia nyata, membawa kesadaran baru menjadi haji mabrur. Jadi haji mabrur itu diukur dari sikap, akhlak, moral, dan budi pekerti sepanjang hidup sepulang haji.
Dengan demikian, haji dan tahun baru hijriyah dapat menjadi momentum untuk memiliki komitmen baru untuk mewujudkan tujuan risalah Islam, yakni mewujudkan rahmat Tuhan berupa hidup baik dengan segala kesejahteraan, kedamaian dan kebahagian, bagi diri mereka sendiri pada khususnya dan bagi masyarakat dunia, bahkan bagi seluruh makhluk-Nya pada umumnya.
Editor: Soleh