Perspektif

Ilmu dan Peradaban Islam

4 Mins read

Umat Islam sering dibenturkan dalam berbagai isu ke agamaan. Dalam perkembangannya umat Islam bisa sejuk dalam menghadapi isu-isu tersebut.

Akan tetapi kadang pula dihadapi dengan komentar tanpa dasar keilmuan yang jelas. Padahal agama Islam adalah agama yang mencintai keilmuan. Sehingga umatnya di bentuk dalam ketaatan menuntut ilmu.

Perintah Berilmu dalam Al-Qur’an

Dalam perkembangannya, agama Islam tidak terlepas dari turunnya wahyu Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Tak terkecuali dalam hal keutamaan menuntut ilmu. Dimana ayat-ayat tersebut mampu membawa Assabiqunal Awalun (Golongan awal yang masuk Islam) meletakkan dasar awal peradaban Islam. Dalam Al-Qur’an beberapa ayat diturunkan guna menegaskan bahwa sebagai umat Islam perlu untuk menuntut ilmu.

Ayat yang pertama kali diturunkan Q.S. Al- Alaq ayat 1 yang mempunyai arti “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan“ memberikan kita sebuah pengertian bahwa tradisi keilmuan dengan membaca adalah salah satu keutamaan.

Selain itu al-Qur’an juga memberi nasehat Q.S. al-Zumar ayat 9 “Adakah sama orang-orang yang mengetahui (berilmu) dan orang yang tidak mengetahui (tidak berilmu)”, memberikan kita penjelasan bahwa kedudukan orang yang berilmu dan tidak berilmu tidaklah sama.

QS. al-A’raf ayat 179 “Mereka (yang) mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat (tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga, tapi tidak digunakan untuk mendengar.

Mereka itu seperti binatang ternak”, memberikan kita penjelasan bahwa apa yang sudah di berikan oleh Allah SWT berupa hati, mata, dan telinga untuk digunakan dengan semaksimal mungkin. Dalam penjelasan ayat yang lain, diantaranya Q.S. al-An’am: 97-98.

“Tanda kebesaran Allah hanya diberikan kepada orang yang mengetahui” dan QS. al-Baqarah: 269 “Barang siapa yang dikaruniai hikmah (ilmu) itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran”.

Baca Juga  Saatnya Negara Memenuhi Kebutuhan Seks Narapidana

Memahami Peradaban

Memahami peradaban Islam membutuhkan banyak wacana dan waktu yang lama. Ketika kita berbicara tentang masanya, maka dari peradaban awal dimulai dari Nabi Muhammad SAW dan mencapai puncak pada masa kekhalifan Bani Umayah dan Bani Abasiyyah.

Walaupun sejarah mencatat puncak peradaban lebih banyak di era bani abasiyah. Akan tetapi kita tidak melupakan kemajuan peradaban Islam di Andalusia oleh bani umayah serta kenyataan bahwa kerajaan Islam masih ada hingga tahun 1924 oleh Kerajaan Turki Ustmani.

Melihat dari substansi peradaban yang terpenting dalam teori ‘umrân Ibnu Khaldun adalah ilmu pengetahuan. Menurut pendapat Sayd Qutb peradaban bersumber dari keimanan.

Pendapat ini di dukung oleh pendapat Muhammad Abduh bahwa agama adalah asas dari segala peradaban. Arnold Toynbee juga mengakui bahwa kekuatan spiritual (batiniyah) adalah kekuatan yang memungkinkan seseorang melahirkan manifestasi lahiriyah (outward manifestation) yang kemudian disebut sebagai peradaban.

Tahapan Ilmu Pembentuk Peradaban

Munculnya Peradaban tidak serta merta terjadi begitu saja. Perlu pondasi yang kuat dan melekat pada suatu tataran masyarakat tertentu sehingga berkembang menjadi basis sebuah peradaban.

Seperti yang dijelaskan bahwa pondasi yang kuat adalah agama. Maka menurut Dr Hamid Fahmi Z. Bahwa peradaban Islam sendiri terdiri dari 2 fase. Fase pertama dari Al-Qur’an ke tradisi keilmuan dan fase kedua dari tradisi kelimuan menuju ke tradisi politik.

Masih menurut Dr Hamid bahwa peradaban berawal dari Al-Qur’an didukung dengan tahapan penurunan Al-Qur’an itu sendiri. 2 per 3 Al-Qur’an turun di makkah dan 1 per 3 di madinah. Dimakkah sendiri dibagi menjadi dua periode yaitu periode awal dan periode akhir.

Pada periode awal wahyu diturunkan umumnya mengandung konsep-konsep tentang Tuhan dan keimanan kepada-Nya, hari kebangkitan, penciptaan, akhirat, surga dan neraka, hari pembalasan, baik dan buruk, dan lain sebagainya yang kesemuanya itu merupakan elemen penting dalam struktur worldview Islam.

Baca Juga  Jangan Jadi Muhammadiyah Terserah!

Pada periode akhir Makkah, wahyu memperkenalkan konsep-konsep yang lebih luas dan abstrak, seperti konsep ‘ilm, nubuwwah,dîn, ‘ibâdah, dan lain-lain. Pada periode Madinah, wahyu yang diturunkan lebih banyak mengandung tema-tema umum yang merupakan penyempurnaan ritual peribadatan, rukun Islam, sistem hukum yang mengatur hubungan individu, keluarga, dan masyarakat; termasuk hukum- hukum tentang jihad, pernikahan, waris, hubungan Muslim dengan non-Muslim, dan sebagainya.

Jadi kurikulum yang ditawarkan oleh Al-Qur’an dalam membentuk sebuah peradaban adalah dengan membentuk basis keimanan sehingga membentuk worldview.

Setelah periode penurunan Al-Qur’an selesai dengan wafatnya Nabi Muhammad SAW maka pembangunan peradaban dilanjutkan dengan tradisi intelektual yang dilanjutkan oleh sahabat, tabi’in dan ulama. Komunitas ilmuwan yang paling awal dan berfungsi sebagai medium transformasi ilmu pengetahuan wahyu adalah Bait al-Arqam.

Namun yang lebih efektif dari itu adalah al-Suffah, yang artinya beranda atau serambi masjid dan komunitas intelektualnya disebut Ashâb al-Suffah. Di lembaga pendidikan pertama dalam Islam ini, kandungan wahyu dan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW dikaji dalam kegiatan belajar mengajar yang efektif.

***

Kegiatan ini mulai berjalan diperkirakan 10, 17, atau 19 bulan sesudah Hijrah atau 2 tahun setelah Hijrah. Tujuan utama Ashâb al-Suffah adalah belajar dan mengamalkan Islam, dari sumbernya, yaitu wahyu dan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW.

Meski materinya masih sederhana, seperti shalat, membaca al-Qur’an, memahami ayat-ayat bersama-sama, berzikir, serta belajar menulis, namun, karena objek kajiannya tetap berpusat pada wahyu, maka ia betul-betul luas dan kompleks.

Bukan sekadar membaca dan memahami, para sahabat tidak pernah melewatkan sebuah surah dari Al-Qur’an dan mempelajari surah berikutnya sebelum mereka menghafal dan mengamalkannya. Artinya mereka mempelajari ilmu dan amal.

Baca Juga  Mengapa Harus Menolak Web of Science dan Scopus?

Generasi awal ini melahirkan tokoh-tokoh di antaranya seperti Abu Hurairah, Abu Dhar Al-Ghifari, dan Salman Al Farisi. Generasi selanjutnya lahir tokoh di antaranya Umar bin Abdul Aziz dan Abu Hanifah. Generasi ini masih berfokus pada kajian Wahyu dan hadis.

Semakin meluasnya agama Islam, meluas pula ajaran dan spirit tradisi keilmuan dalam membangun peradaban. Di masa Bani Abbassyiah memberikan perhatian khusus bagi ilmu pengetahuan.

Hal ini ditunjukkan oleh khalifah al makmun dengan mendirikan perpustakaan besar yang diberi nama Bait al Hikmah. Tidak hanya itu, di andalusia Bani Umayah mendirikan peradaban keilmuan di sana.

Ada pula observatorium astronomi di Maragha dengan 400.000 buku dengan salah satu tokoh yang terkenal adalah al-Maghribi. Peradaban yang basis dan keimanan atau worldview yang sudah matang dengan sendirinya akan mentransmisikan pemikiran-pemikiran dari peradaban sebelumnya.

Seperti di Andalusia, banyak tokoh Islam yang menerjemahkan, mengkaji dan memodifikasi pemikiran yunani dengan spirit Islam.

Dengan berkembangnya dan meluasnya peradaban Islam melalui transformasi kultural maka Islam memberikan sumbangsih besar terhadap dunia barat.

Editor: Yahya FR
Avatar
3 posts

About author
Guru SMA dan SMK Muhammadiyah Mayong, Jepara, Jawa Tengah. Sekretaris Bidang Pendidikan dan kaderisasi PD Pemuda Muhammadiyah Jepara
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds