Perspektif

Jangan Takut Traveling di Masa Pandemi

4 Mins read

Traveling merupakan sebuah aktivitas yang disukai banyak kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang tua. Konon, traveling mampu membuat mood seseorang meningkat, karena traveling dapat merefresh kembali otak yang penat dan menenangkan hati yang sakit.  Pandemi membuat para pecinta dunia traveling tidak bisa merealisasikan fantasi berlibur di pusat hiburan ataupun tempat terselubung yang menjadi objek wisata.

Masa pandemi menjadikan dunia pariwisata mengalami kemerosotan yang luar biasa. Hampir semua tempat wisata ditutup oleh pengelolanya, atas dasar perintah pemimpin negeri. Pemerintah RI membuat kebijakan yang ditujukan kepada seluruh masyarakat di Indonesia agar diam di rumah. Semua akses dibatasi dengan peraturan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), sektor ekonomi (sandang, papan, dan wisata) ditutup sementara. Beberapa tempat wisata tak terurus karena para pekerja diliburkan. Bahkan, ada perusahaan yang melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) kepada para karyawan, karena sudah tidak sanggup memberikan gaji akibat anjloknya omset perusahaan tersebut.

Bak burung dalam sangkar, masyarakat hanya mampu berdiam diri di rumah. Jika ingin melihat dunia luar, mereka hanya bisa melakukannya dengan mengintip dari media televisi atau smartphone. Mereka harus bersabar menunggu keadaan kembali normal untuk melanjutkan estafet kehidupan. Dengan keadaan seperti ini, jangan sampai kita larut dalam kesedihan dan keterpurukan atas ketidakberdayaan kita untuk mengexplore dunia lebih jauh.

Sudah Siap untuk Traveling?

Apa sih sebenarnya makna traveling? Jalan-jalan ke pusat hiburan kah? Bermain ke alam bebas kah? Atau mungkin sekadar berputar-putar menggunakan motor atau sepeda mengelilingi kota atau desa bersama teman-teman? Setiap orang pasti punya cara tersendiri dalam mengartikan traveling, dan semua orang pun berhak atas pemaknannya sendiri, terlepas dari pemaknaan itu benar atau salah.

Baca Juga  Perayaan Tahun Baru: di Negara Teluk Euforia, di Indonesia Haram!

Ada pula yang mengartikan bahwa traveling merupakan sebuah kegiatan yang sudah menjadi hobi, bahkan sampai pada gaya hidup. Maka, orang seperti itu akan mempersiapkan dengan baik bekal untuk merealisasikan hobinya. Namun, ada juga tipe orang yang langsung ‘tancap gas’ tanpa perlu persiapan.

Dapat dikatakan hampir semua kalangan sangat menyukai dunia traveling. Selain dapat menghibur diri dari kesibukan rutinitas, ternyata ada alasan lain mengapa hampir semua kalangan menyukai dunia traveling.

Mengapa Hampir Semua Kalangan Menyukai Traveling?

Pertama, baik untuk kesehatan mental dan fisik. Pernah nggak sih kita menemui seseorang yang sedang terlihat suntuk atau pucat wajahnya akibat persoalan tugas dan pekerjaan? Kemudian, kita temukan seseorang di dekatnya mengatakan “kurang piknik lu”. Di sinilah ‘point’ inti bahwa traveling mampu mengurangi stres dan mampu mengembalikan mood seseorang, serta mengistirahatkan badan (fisik) dari kejenuhan dalam bekerja.

Kedua, menambah wawasan baru. Sebagian orang beranggapan bahwa traveling itu membosankan dan menghabiskan waktu saja. Tapi, lebih dari itu, walaupun traveling membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit, namun dari kegiatan traveling kita dapat menambah wawasan baru tentang tempat dan budaya sekitar, serta dapat mengenal orang-orang baru yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda, sehingga kita dapat menambah wawasan keilmuan dan kebudayaan dari mereka.

Ketiga, lebih memaknai kebersamaan. Dalam menjalani rutinitas sehari-hari, mungkin karena terlalu sibuknya kita dengan bermacam-macam tugas dan pekerjaan yang ada, terkadang kita lupa dengan keluarga, teman dekat, dan orang-orang di sekeliling kita. Dengan traveling bersama-sama, kita dapat meningkatkan kepekaan kita terhadap orang-orang di sekeliling kita untuk saling bercerita dan berbagi kebahagiaan.

Keempat, traveling adalah tentang cara, bukan tujuan. Sejauh mana kita mampu memaknai traveling, di situlah kita akan paham bagaimana traveling menjadi arti dari sebuah perjalanan penting. Bagi seorang pendaki, tujuan (puncak) adalah bonus. Hal yang paling penting adalah bagaimana cara kita mempersiapkan dan menjalani proses perjalanan untuk menuju puncak. Maka, sudah menjadi sebuah keharusan bagi seorang traveler untuk mempersiapkan dengan matang setiap perjalanannya.

Baca Juga  Bagaimana Keluarga yang Ideal Menurut Islam?

Kelima, menemukan cerminan diri. Traveling memang lebih seru ketika dilakukan bersama-sama, baik bersama keluarga maupun teman dekat.  Karena, di sana kita dapat bercermin untuk mengenali kembali diri kita. Seberapa besar ambisi kita untuk mencapai tempat yang kita inginkan, seberapa kuat kita untuk melangkah ke sana. Akhirnya kita tersadar kapasitas diri kita di sana.

Traveling di Masa Pandemi

Banyak sekali manfaat dari traveling, lantas mengapa kita tidak maksimalkan waktu luang ini untuk traveling? Bukankah di masa pandemi ini kita lebih banyak memiliki waktu luang?

Eits.. tapi tunggu dulu. Di sini penulis tidak mengajak, bahkan menganjurkan para pembaca untuk traveling keluar rumah, karena itu amat berbahaya bagi kita. Di tengah pandemi ini, penulis mengajak para pembaca untuk mentransformasikan makna traveling, dengan mengubah objek traveling kita, yakni menjadi traveling ilmu. Traveling semacam ini tetap bisa kita lakukan meski di rumah saja, tanpa mengeluarkan banyak tenaga dan biaya, sekaligus kita masih bisa merasakan kelima manfaat traveling di atas. Berikut transformasi manfaat dari traveling ilmu:

Pertama, baik untuk kesehatan mental dan fisik, terutama kesehatan akal kita. Karena, kita juga akan stres jika selama diam di rumah, di dalam pikiran, kita hanya memikirkan nasib saja, tetapi otak kita tak diberikan haknya untuk menyerap ilmu dan informasi terbaru.

Kedua, menambah wawasan baru. Traveling ilmu menjadi alternatif dari traveling yang kita ketahui sebelumnya. Saat ini sudah sangat mudah kita mendapatkan sumber ilmu dan informasi. Maka, ada baiknya jika kita optimalkan fasilitas media tersebut dengan baik untuk menyelam lebih dalam ke samudra ilmu.

Ketiga, lebih memaknai kebersamaan, terutama memaknai kebersamaan bersama buku-buku, artikel, maupun jurnal, yang nikmatnya mungkin tidak kita dapatkan ketika kita menjalani kesibukan rutinitas.

Baca Juga  Muhammadiyah dan NU Hanya Kurang Tepo Sliro: Tanggapan untuk Arif Maftuhin

Keempat, traveling adalah tentang cara, bukan tujuan. Kita lah yang lebih mengenal diri kita sendiri, maka kita dapat menemukan cara-cara terbaik dalam diri kita untuk mengarungi luasnya samudra ilmu.

Kelima, menemukan cerminan diri. Masa pandemi seperti ini merupakan momentum untuk kita bercermin lagi. Sejauh mana kita mengenal diri kita, sedalam apa ilmu yang sudah kita pahami selama ini. Apakah kita sudah merasa cukup dengan apa yang kita dapat selama ini?

Sekarang adalah momen yang tepat untuk kita bersama-sama mengoptimalkan waktu luang kita di rumah. Bertamasya, mengarungi luasnya samudra ilmu yang belum sempat kita jelajahi.

Editor: Lely N

Avatar
1 posts

About author
ketua PK IMM Rasyid Ridha Sekolah Tinggi Agama Islam Masjid Syuhada (STAIMS) Yogyakarta
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *