Inspiring

Ketika Buya Syafii Membela Ibnu Khaldun

4 Mins read

Ibnu Khaldun Buya Syafii | Ibnu Khaldun pengarang kitab Muqaddimah yang menjadi magnum opusnya telah banyak dikaji oleh para cendekiawan. Azis Al-Azmeh dalam penelitiannya di tahun 1970-an menyatakan setidaknya terdapat 854 buku, artikel, disertasi dan tulisan lainnya yang berkaitan dengan Ibnu Khaldun dadn pemikirannya.

Tentu saja angka itu akan nterus bertambah di waktu sekarang ini. Dengan Muqaddimahnya, Ibnu Khaldun mencatatkan namanya menjadi seorang sosiolog dan sejarawan yang terkenal di dunia Barat dan Timur.

Muqaddimah seolah menjadi pembeda antara era penulisan sejarah yang bercampur dengan khayal dan khurafat dan era sejarah sebagai sebuah disiplin ilmu yang memiliki metodologi dalam mengkaji dan menulisnya. Sehingga tidak heran jika dalam Muqaddimah, beliau mengkritik habis sejarawan sebelumnya seperti Al-Mas’udi dan Al-Bakri.

Menurut Ibnu Khaldun, terdapat setidaknya tujuh kesalahan sejarawan arab masa lalu pada umumnya seperti sikap keberpihakan pada mazhab, terlalu percaya pada penukil berita, kegagalan menangkap maksud yang dilihat dan didengar, perkiraan yang tak punya dasar, kebodohan dalam mencocokan kenyataan dengan kejadian sebenarnya, penjilat kekuasaan dan ketidaktahuan akan kultur sebuah masyarakat.

***

Terhadap tujuh kesalahan para sejarawan ini Ibnu Khaldun akhirnya memformulasi sebuah ilmu yang disebut sebagai ilmu al-‘umran dimana berkat tesis ini, beliau mendapatkan penghargaan sebagai sejarawan sekaligus sosiolog. Sejarah bagi Ibnu Khaldun dikaji dengan berbagai macam disiplin ilmu seperti geografi, politik hingga ekonomi.

Walaupun demikian bukan berarti pemikiran Ibnu Khaldun sepi dari polemik. Ilmuwan Timur maupun Barat yang mengkaji tentang Ibnu Khaldun dan pemikirannya terbagi menjadi dua kelompok yang pro dan kontra. Ilmuwan yang memberikan kritik pada Ibnu Khaldun seperti Nakamura Kojiro dan Hyden W White.

Baca Juga  Berpolitik dengan Luwes ala Gus Dur

Mereka berpendapat bahwa Ibnu Khaldun adalah seorang ilmuwan yang terbelenggu pada pesimisme dan fatalisme. Bagi Ibnu Khaldun, teori perputaran peradaban sebuah negara adalah kemutlakan. Bagaimana negara berdiri, masa kejayaannya hingga masa surut dan akhirnya tenggelam sebelum digantikan dengan negara yang lain.

Hukum sosial ini menurut Ibnu Khaldun tak bisa dielakkan dan akan terjadi. Sekali puncak telah dijangkau, tidak ada jalan lain kecuali turun ke bawah. White berpendapat bahwa Muqaddimah berisikan pandangan pesimisme yang kuat dan konsisten.

Pandangan Buya Syafii Maarif terhadap Ibnu Khaldun

Buya syafii Ma’arif pernah melakukan penelitian tentang Ibnu Khaldun dengan memanfaatkan bahan dari Perpustakaan Institut Kajian Islam MC. Gill Kanada. Dalam penelitiannya, Buya mengambil sikap membela Ibnu Khaldun dari para pengkritiknya.

Selain itu, beliau meletakkan Ibnu Khaldun dalam posisi yang tinggi sebagai ilmuwan sosial dalam Islam yang telah memperkenalkan sosiologi modern 4 abad sebelum ilmuwan sosial eropa muncul.

Memang Buya Syafii tidak mengelak bahwa ada ilmuwan yang mengkritik namun ia juga menghadirkan para ilmuwan sosial seperti Toynbee, Sorokin, Baali dan Mahdi yang memberikan apresiasi pada pemikiran Ibnu Khaldun.

Kisah hidup Ibnu Khaldun yang penuh dengan petualangan politik dan menjadi saksi mata atas jatuh bangunnya kekuasaan Islam di Afrika Utara dan Spanyol membuat ia memiliki pengalaman yang mumpuni untuk menuliskan sebuah karya ilmiah.

Dalam hal ini, Buya sempat memotret kegundahan hati Ibnu Khaldun yang memiliki dua dunia yang sama–sama ia geluti. Pertama adalah dunia politik praktis yang melambungkan namanya di jagat perpolitikan dinasti Islam pada masa itu, bahkan kisah Ibnu Khaldun dan Timur Lane dikupas secara agak panjang oleh Buya Syafii dan memberikan catatan pertemuan ini sebagai peristiwa sejarah yang sangat penting.

Baca Juga  KH Hisyam, Pembaharu Sistem Pendidikan Muhammadiyah

Kedua, adalah Ibnu Khaldun sebagai sosok akademisi, yang ditengah pergulatan batinnya akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari dunia politik dan aktif mengajar, menulis dan menjadi qadhi dari mazhab Maliki di beberapa wilayah.

Kisah hidupnya yang penuh dengan dinamika menjadikan Ibnu Khaldun dianggap sebagai tokoh filsafat, teologi, fiqh, sejarawan, sosiolog dan lain sebagainya. Hal ini memunculkan sebuah gugatan bahwa sebagaimana lazimnya seorang ensiklopedis pengetahuan, sifat pengetahuannya meluas tapi tidak mendalam.

Buya menjawab semua kritikan pada Ibnu Khaldun tersebut. Ia tidak menafikan tuduhan White dan Kojiro yang menyatakan bahwa Ibnu Khaldun terjebak dalam pemikiran pesimisme dan fatalistik.

***

Buya memberikan tafsiran yang berbeda dengan dua ilmuwan tersebut  bahwa pesimisme dan fatalime yang disematkan oleh Kojiro dan white harus dibaca sebagi bentuk moral. Kesimpulan Ibnu Khaldun bahwa kekuasaan sebuah dinasti tidak lebih dari 120 tahun berangkat dari pengalamannya di Afrika utara dan tentu ini tidak berlaku untuk semua dinasti di dunia.

Titik tekannya adalah pada moral kekuasaan. Ketika kemewahan sudah merajalela kaum atas dan perjuangan serta tindakan tokoh pendiri negara sudah dilupakan, maka Muqaddimah memberi “warning” akan terperosoknya sebuah negara pada jurang yang dalam.

Selain itu Buya Syafii menyorot hal yang lebih menarik dari Ibu Khaldun. Muqaddimah adalah kitab yang membahas masalah kemasyarakatan dan perubahan sosial secara empiris dan historis. Mengutip sejarawan India, Budha Prakash, bahwa kitab Muqaddimah tidak mengutip sumber–sumber Yunani dan Romawi dan tidak ada bukti bahwa beliau berkenalan dengan karya para sejarawan Romawi.

Lebih jauh Buya beranggapan bahwa Ibnu Khaldun lah yang memulai kajian sejarah secara ilmiah. Hal ini menandakan bahwa karya Ibnu Khaldun Muqaddimah dan Al Ibar adalah benar–benar produk genuine ilmuwan muslim.

Baca Juga  Idris, Rektor UMP, Gembleng Dosen Demi Tingkatkan Mutu Kampus

Ilmu al-‘umran yang digagas Ibnu Khaldun juga menurut Buya merupakan “pelayan”sejarah dalam membantu filsafat politik untuk mencapai tujuan, yaitu keteraturan negara dan ketenangan kehidupan bermasyarakat. Akhirnya Buya mengutip sejarawan dunia, Toynbee bahwa Ibnu Khaldun adalah penafsir yang cemerlang terhadap morfologi sejarah yang mungkinsejauh ini pernah muncul di dunia.

Pengaruh Ibnu Khaldun pada Diri Buya Syafii Ma’arif

Buya Syafii dituduh sebagai cendikiawan liberal oleh berbagai pihak. Padahal, beliau setuju dengan pandangan Ibnu Khaldun bahwa ilmu sosial tidak bebas nilai sebagaimana yang diyakini oleh para cendikiawan liberal lainnya. Ada nilai moral dari setiap peristiwa sejarah yang dibaca oleh Buya.

Bangkitnya negara–negara Arab dengan segala kemewahannya mengalahkan negeri adikuasa Amerika adalah hal yang justru dikhawatirkan oleh Buya Syafii. Dalam teiori Ibnu Khaldun ketika negara sudah berada di puncak, maka tinggal tunggu saja waktu terjun bebasnya. Bahkan teori Ibnu Khaldun menjadi batu pijak penelitian Buya dalam studi magisternya.

Sejarawan yang mandul secara moral tidak memiliki keberanian secara intelektual. Dan prinsip inilah yang dipegang oleh Buya hingga wafatnya sehingga ia berani memilih sikap berbeda dari arus utama bahkan konon memarahi presiden lewat telpon dari pos ronda.

Buya Syafii Maarif telah tiada, namun jejak–jejak moral dalam karyanya masih dapat kita baca. Buya alih–alih sebagai sejarawan, ia justru menjadi moralis yang menggunakan ilmu yang ia kuasai sebagai alat menyuarakan nilai–nilai kebajikan. Ia telah wafat, lalu siapa yang akan menggantikannya?

Avatar
8 posts

About author
Direktur Sekolah Langit Biru. Anggota Muhammadiyah Bengkulu.
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *