Perspektif

Ketika Islam Menjawab Tegas Teori Absurditas

3 Mins read

Teori Absurditas I Era Postmodern sebagai ciri dari kelanjutan atas era modern yang belum terselesaikan, ternyata telah melahirkan cerita dan pengalaman yang cukup banyak tentang kehidupan manusia. Tentu dengan adanya kemajuan perkembangan teknologi semakin canggih, merupakan tanda atas lanjutnya modernitas memiliki konsekuensi logis.

Dalam konteks kali ini, penulis menekankan pada pemaknaan hidup manusia modern yang berkaitan dengan konsep-konsep keyakinan pada agama sebagai prinsip dasar pedoman berkehidupan dan pengatur moral manusia sebagai mahkluk sosial.

Seperti halnya tentang pemaknaan hidup saat ini yang semakin absurd, karena harus mengikuti arus yang tersedia dan tidak otentik. Ini merupakan dampak dari adanya distribusi informasi yang semakin cepat, yang membuat manusia tidak bisa menjadi dirinya sendiri. Sehingga diperlukan instrument sebagai fungsi kontrol atas hidup manusia, yaitu agama.

Sebuah Konsep Absurditas

Tentang absurditas yang merupakan sebuah konsep filosofis yang menyatakan bahwa kehidupan tidak memiliki makna yang inheren atau tujuan yang jelas sampai pada detik zaman digitalisasi sekarang ini. Dalam konteks ini, hidup dianggap sebagai suatu yang tidak masuk akal, dan manusia hidup dalam keadaan yang absurd.

Teori ini dicetuskan oleh beberapa filsuf, termasuk Albert Camus, yang mengatakan bahwa manusia terjebak dalam ketidakpastian dan ketidakpastian tentang arti hidup. Sementara kehidupan terus berjalan tanpa tujuan yang jelas, apalagi digempur dengan banjir informasi yang banyak hoax alias palsunya.

Sementara itu, agama adalah suatu kepercayaan atau praktik spiritual yang biasanya melibatkan keyakinan pada adanya Tuhan atau kekuatan ilahi. Secara subjektif, penulis menganggap jika pandangan umum mengenai agama-agama yang ada. Manusia dianggap memiliki tujuan hidup tertentu, yaitu untuk menghormati dan melayani Tuhan atau kekuatan ilahi tersebut.  Maka dapat dikatakan manusia memiliki makna dan tujuan hidup yang jelas.

Baca Juga  Empat Ayat Terkait Filsafat dalam Al-Qur'an

Oleh karena itu, ada sebuah pertanyaan filosofis. Apakah mungkin untuk memadukan konsep absurditas dengan agama, yang meyakini adanya tujuan atau makna dalam hidup? Beberapa filsuf dan teolog berpendapat bahwa kehidupan manusia masih bisa absurd, bahkan jika ada Tuhan atau makna yang diberikan oleh agama.

Mereka berargumen bahwa manusia masih terjebak dalam keadaan ketidakpastian. Terlebih bahwa Tuhan atau makna yang diberikan oleh agama tidak menghilangkan absurditas tersebut. Namun, pandangan ini masih menjadi topik perdebatan dan kajian dalam filsafat dan teologi sampai saat ini.

Paham Agama dan Teori Absurditas

Tidak semua orang sepakat tentang adanya titik temu antara absurditas dan agama. Sebab kedua konsep ini memiliki pandangan yang berbeda tentang makna hidup. Namun, ada beberapa argumen yang mengatakan bahwa agama dapat memberikan jawaban atau makna dalam kehidupan yang dianggap absurd.

Beberapa agama mengajarkan bahwa manusia harus menerima ketidakpastian hidup dan menghadapinya dengan iman dan keyakinan pada kekuatan ilahi. Dalam konteks ini, agama bisa dianggap sebagai suatu cara untuk mengatasi ketidakpastian dan kecemasan hidup yang mungkin muncul dalam keadaan absurd.

Selain itu, beberapa teolog dan filsuf berpendapat bahwa agama dapat membantu manusia menemukan makna dalam kehidupan yang absurd dengan memberikan panduan moral dan spiritual yang berguna.

Agama dapat membantu manusia mencari kebahagiaan dan tujuan hidup dalam keadaan yang absurd, dengan memberikan pedoman tentang cara hidup yang benar dan berarti.

Tetapi, penting untuk dicatat bahwa tidak semua orang setuju dengan pandangan ini. Beberapa filsuf dan kritikus agama mengatakan bahwa agama juga dapat menyebabkan atau memperburuk keadaan absurditas. Mereka percaya bahwa keyakinan agama kadang-kadang dapat menyebabkan manusia merasa terjebak dalam pemikiran dogmatis atau fanatik yang bisa membatasi kemampuan untuk mengembangkan pandangan yang lebih luas dan terbuka tentang kehidupan.

Baca Juga  Siapakah Mereka yang Pantas Disebut Santri?

Sementara itu, ada beberapa argumen yang mengatakan bahwa agama dapat menawarkan titik temu dengan absurditas. Ini masih menjadi topik debat dan penelitian yang terus berlanjut di dalam filsafat dan teologi.

Jawaban Islam untuk Kehidupan yang Absurd

Dalam Islam, konsep makna hidup dikaitkan dengan akhirat atau kehidupan setelah kematian. Islam mengajarkan bahwa kehidupan di dunia ini adalah sementara. Pada dasarnya manusia hidup di dunia untuk mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah kematian.

Makna hidup manusia dianggap terletak pada kepatuhan dan pengabdian kepada Allah, serta kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.

Agama Islam memberikan panduan moral dan spiritual yang kuat bagi umatnya. Tak terkecuali dalam hal etika, keadilan, kerja keras, kasih sayang, dan pemenuhan kewajiban sosial.

Dalam kehidupan yang absurd, Islam mengajarkan bahwa manusia harus menerima takdir Allah dan menghadapi tantangan hidup dengan kesabaran, keyakinan, dan ketakwaan. Tantangan dan kesulitan dalam hidup dianggap sebagai ujian dari Allah, dan manusia harus mengambil hikmah dan pelajaran dari setiap pengalaman tersebut.

Islam juga mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan dalam hidup, antara aktivitas dunia dan kegiatan spiritual. Manusia harus memperhatikan kebutuhan fisik dan psikologisnya, serta menghargai lingkungan sekitarnya, sambil tetap memprioritaskan ketaatan dan pengabdian kepada Allah.

Maka makna hidup bukanlah sekadar pencapaian kebahagiaan atau kesuksesan dalam hidup ini. Namun juga pencapaian keselamatan dan kebahagiaan abadi di akhirat. Oleh karena itu, agama Islam mengajarkan manusia untuk hidup dengan berpegang pada nilai-nilai moral dan spiritual. Kemudian mempersiapkan diri untuk menghadapi akhirat dengan amal kebaikan yang dilakukan selama hidup di dunia ini.

Penulis sedikit menegaskan bahwa, setiap keyakinan atau praktik dalam Islam yang bertentangan dengan logika atau nalar manusia dapat dipertanyakan dan dikritik. Namun, kritik yang konstruktif harus didasarkan pada pemahaman yang akurat dan mendalam tentang agama tersebut. Pun kritikan itu dilakukan dengan cara yang menghormati keyakinan orang lain.

Baca Juga  Sebenarnya, Siapakah Musuh Islam itu?

Editor: Soleh

Avatar
5 posts

About author
Bukan penikmat senja maupun pencinta kopi
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *