Umat Islam Bali dan warga Muhammadiyah seluruh Indonesia kembali kehilangan tokoh dan teladan dalam berdakwah pada Ahad, 6 Ramadan 1442 Hijriah. KH Hasan Ali wafat di RS Kasih Ibu Denpasar, Bali dalam usia 89 tahun setelah beberapa hari sakit. Beberapa waktu lalu kita juga kehilangan Tokoh Muhammadiyah Jawa Barat KH. Haetami dan KH Najib Hamid, tokoh Muhammadiyah Jawa Timur.
Kabar sakit dan wafatnya KH Hasan Ali saya peroleh langsung dari menantu beliau, dr. Budi Achmad Karyon, yang sehari-hari berperan sebagai Direktur RS PKU Muhammadiyah Cepu, Ketua MPKU PDM Blora, dan juga Direktur Utama BUMM Syirkah Amanah Mulia yang mengelola dua buah SPBU milik Muhammadiyah Bojonegoro.
KH Hasan Ali
Hasan Ali lahir di Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatra Selatan pada tanggal 19 Februari 1933. Hasan Ali lahir dari ayah bernama Muhammad Ali dan ibundanya bernama Siti Aisyah. Dari nama kedua orang tuanya dan nama yang diberikan pada dirinya terlihat bahwa Hasan Ali sejak kecil lahir dan tumbuh dalam lingkungan yang agamis. Oleh sebab itu, ketika Hasan Ali kecil sekolah di sekolah umum pada masa pendudukan Jepang, yaitu Koto Syogatko, Hasan Ali merangkap sekolah agama di Ma’hadul Ilmi Sekayu. Dirinya tamat dari sekolah agama ini tahun 1942.
Setelah lulus dari sekolah agama tingkat dasar ini, Hasan Ali kemudian melanjutkan sekolah di Madrasah Tsanawiyah di Palembang dan lulus tahun 1951. Minatnya pada ilmu agama Islam yang tinggi menyebabkan orang tuanya mendukung Hasan Ali untuk terus melanjutkan pendidikan agamanya di SGHA (Sekolah Guru dan Hakim Agama) Bandung dan lulus tahun 1955.
Setelah menyelesaikan pendidikan nya di SGHA, Hasan Ali muda langsung dapat tugas dari pemerintah untuk menjadi PNS dan ditugaskan pertama kali sebagai guru Agama Islam di SMPN 1 Mataram. Beberapa tahun di SMPN 1 Mataram, kemudian dirinya ditugaskan di SMAN 1 Mataram juga sebagai guru Agama Islam. Semangat belajarnya yang tinggi menyebabkan Hasan Ali yang bertugas mengajar di SMAN 1 Mataram ini berusaha kuliah sambil mengajar.
***
Hasan Ali akhirnya kuliah di IAIN Sunan Ampel Cabang Mataram sekaligus menjadi mahasiswa angkatan pertama. Meski mengajar sambil kuliah, namun Hasan Ali mampu menyelesaikan kuliahnya hingga sarjana Muda dan dan gelar BA. Hasan Ali cukup lama bertugas di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), tepatnya selama 15 tahun. Selama lima belas tahun inilah Hasan Ali memiliki dan ditempa dengan berbagai pengalaman dakwah dan mengajar. Di kemudian hari, pengalaman ini menjadi modal besar untuk memimpin Muhammadiyah Bali dan juga MUI Provinsi Bali.
Di NTB ini pula Hasan Ali menikahi gadis pilihannya, Nimas Salmah, yang menjadi istri dan melahirkan putra-putrinya yang berjumlah 10 orang, yaitu:
1. Aditya Rahman, dikarunia 4 putra dan 1 cucu
2. Taufiq Rahman (alm) dikaruniai 1 putra
3. Rosyida Sri Wardani dikaruniai 3 putra dan 3 cucu
4. Fathur Rahman dikaruniai 4 putra
5. Sri Musi Astini dikaruniai 4 putra dan 3 cucu
6. Elya Musi Astuti dikaruniai 3 putra dan 5 cucu
7. Farid Rahman dikaruniai 3 putra dan 1 cucu
8. Yulia Fitriani dikaruniai 3 putra
9. Husnul Chotim dikarunia 3 putra
10. Abdul Azis dikaruniai 1 putra
Istri KH Hasan Ali, Hj. Nimas Salmah, beberapa waktu yang lalu telah wafat mendahului beliau.
Aktif Berdakwah dan Bermuhammadiyah di Bali
Setelah lima belas tahun bertugas di Propinsi NTB, pada tahun 1970, Hasan Ali dipindah tugaskan oleh Kementerian Agama Pusat ke Provinsi Bali. Pada tahun 1971 Hasan Ali ditugaskan dalam jabatan baru sebagai Kepala Seksi Madrasah di Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Bali. Pada tahun 1975 beliau ditugaskan sebagai Kepala sekolah PGAN Jembrana. Pada tahun 1985 dipromosikan sebagai Kepala Pengawas pendidikan pada kantor Departemen Agama Provinsi Bali hingga pensiun tahun 1993.
Tugasnya sebagai pejabat di lingkungan Departemen Agama Provinsi Bali tidak membuat dirinya lupa akan tugasnya sebagai muslim dan kader Muhammadiyah untuk berdakwah di manapun berada. Sejak tinggal di Bali, jiwa Hasan Ali sebagai seorang dai terus tumbuh dan berkembang. Kemampuannya dalam berdakwah dan mengenalkan Islam yang berkemajuan mulai dikenal oleh masyarakat. Satu persatu umat Islam di Bali mulai menjadikan Hasan Ali sebagai tempat bertanya dan menuntut ilmu agama.
Caranya berdakwah dan materi kajiannya yang menarik dan berbeda menjadikan Hasan Ali menjadi rujukan bagi mahasiswa muslim di Bali untuk memahami agama Islam. Berbagai amanah di Muhammadiyah ia jalani dan laksanakan dengan baik sehingga pada tahun 1978 dipercaya oleh warga Muhammadiyah untuk menjadi Ketua Pimpinan wilayah Muhammadiyah Provinsi Bali.
Tokoh Tawadhu dan Moderat
Pribadinya yang baik, ilmu agama yang dalam, komunikasinya yang mampu diterima berbagai kalangan menyebabkan KH Hasan Ali mengemban amanah sebagai Ketua Muhammadiyah PWM Bali cukup lama, dari tahun 1978 hingga tahun 1995. Saya mengenal KH Hasan Ali ketika saya menjadi Ketua Umum PP IPM sekaligus sebagai anggota Tanwir Muhammadiyah. Sejak itu saya bertemu KH Hasan Ali pada setiap pelaksanaan Sidang Tanwir. Pada tahun 1990 saya sempatkan untuk silaturrahim ke kediaman Pak Hasan Ali di Kota Denpasar seusai saya menghadiri Rakerwil IPM di Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Dalam beberapa kali pertemuan dengan KH Hasan Ali, akhirnya saya mendapatkan sosok ulama dan pimpinan khas Muhammadiyah. Sederhana, tawadhu, tak kenal lelah dalam berjuang, selalu memikirkan umat, sesibuk apapun tetap memikirkan keluarga, dan juga rela berkorban.
KH Hasan Ali juga dekat dengan kaum muda Muhammadiyah. Di masa beliaulah kepengurusan PW Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PW IPM Bali) hidup dan bisa mengikuti berbagai kegiatan nasional maupun regional. KH Hasan Ali juga mampu menjalin hubungan baik dengan semua kalangan baik muslim maupun non muslim.
Hal ini terbukti setelah selesai memimpin Muhammadiyah KH Hasan Ali dipercaya memimpin Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Bali. KH Hasan Ali megemban amanah sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Bali selama dua periode, yaitu tahun 2000-2005 dan tahun 2005-2010.
Bapak yang Mengayomi, Pemimpin yang Disegani
Kepemimpinan KH Hasan Ali di PWM Bali yang cukup lama, yaitu dari tahun 1978 hingga 1995 serta sebagai Ketua Umum MUI Provinsi Bali dua periode 2000-2010 menunjukkan kualitas dan kapabilitas KH Hasan Ali sebagai seorang pemimpin umat yang disegani dan diterima oleh semua kalangan. Salah satu jasa besar KH Hasan Ali adalah membawa Muhammadiyah menjadi kekuatan yang dikenal masyarakat luas sekaligus dapat berdiri sejajar bersama Ormas Islam lainya.
Tidak mudah menjadi tokoh Muhammadiyah sekaligus tokoh masyarakat yang diterima oleh hampir seluruh komponen masyarakat dalam perbedaan suku dan agama. Tidak mudah sukses menjadi tokoh Muhammadiyah dan tokoh masyarakat yang kesuksesannya menginspirasi ke seluruh anak kandung, anak mantu dan seluruh cucu dan cicitnya.
Beberapa tokoh Muhammadiyah Bali yang saya berkirim pesan dan telpon langsung, hampir semuanya memilki kesan yang sama tentang sosok KH Hasan Ali yaitu: merasa kehilangan tokoh panutan yang mampu mengangkat Muhammadiyah menjadi Ormas yang dikenal luas oleh masyarakat dan dihormati oleh semua kalangan–termasuk oleh pejabat pemerintah, tempat bertanya berbagai persoalah kehidupan pribadi, persoalan keumatan, juga kebangsaan.
Selamat jalan Kiaiku
Selamat jalan tokoh pemersatu umat
Selamat jalan tokoh pencerah umat
Semoga ridha Allah dan surga Firdaus untukmu
Editor: Nabhan