Feature

Kiat Menembus Jurnal Scopus: Garansi 100%

2 Mins read

Siapa bilang tidak ada langkah yang akurat untuk meloloskan naskah kita menembus jurnal bergengsi di dunia? Tentu saja ada!

Pertama, kita harus punya passion. Itu dulu modalnya.

Lalu, kita sebenarnya adalah sarjana yang terlatih dalam riset-riset ilmiah yang unggul dan tertempa bertahun-tahun lamanya.

Tentu kita adalah kutu buku yang luar biasa dan pemangsa jurnal-jurnal ilmiah bereputasi yang menyajikan wacana termutakhir.

Kita juga rajin menulis dengan gaya akademik global yang tajam, kritis, dan valid. Tesis, argumentasi, dan evidence yang kita ajukan betul-betul kuat dan teruji.

Dalam soal bahasa, kita mahir berbahasa internasional. Terlebih bahwa, kita adalah seorang poliglot sejati (menguasai banyak bahasa asing). Karya-karya kita pun, ditulis dengan bahasa yang dimengerti para sarjana di seluruh dunia.

Kita berkarya secara otonom, merdeka, kreatif, penuh gairah, dan antusiasme. Serta mencerminkan jiwa kesarjanaan kita. Isu yang kita garap adalah isu global yang dikontestasikan di gelanggang akademik global pula.

Singkat kata, kita adalah bagian dari sarjana nomor wahid di bumi ini. Lantas, karena menjadi salah satu yang terbaik, kita ingin bersedekah ilmu pengetahuan baru bagi umat manusia.

Atau, kita hendak mengadu kesaktian akademik dan intelektual yang kita miliki, dalam rangka menghadapi para sarjana sakti lainnya.

Jika kita adalah bagian dari manusia super di atas, maka menaklukkan Scopus seperti memakan remahan peyek. Renyah, gurih, dan nikmat.

Akan tetapi, apabila kita tidak memiliki kedigdayaan, maka akan dengan mudahnya mundur secara teratur. Sebagian yang putus asa, kerap marah-marah dan menyalahkan pengindeks jurnalnya. Tidak jarang Kementerian Pendidikan menjadi sasaran.

Sebagian yang cerdik, akan mencari cara mengakalinya. Yakni dengan cara yang benar sampai cara yang benar-benar salah. Mulai dari kolaborasi riset, sampai dengan membayar orang menuliskan karyanya atau mencuri karya orang lain.

Baca Juga  Budaya Melayu (2): Tambo dan Alam Pikiran Orang Minang

Sementara itu mereka yang apatis, akan pasrah sepasrah-pasrahnya. Abaikan Scopus, abaikan gelanggang akademik dunia. Tipe ini merubah secara drastis derajat sarjana menjadi pandir yang enggan bersusah-payah berpikir.

Bagi yang setengah-setengah, harus berusaha ekstra menembus gelanggang itu. Berkali-kali revisi, berkali-kali menerjemahkan tulisan ke bahasa Inggris, dan berkali-kali memakai jasa proof-reader profesional yang tidak murah.

Bagi tipe pejuang yang tak kenal kata menyerah, tentu berhadapan dengan kenyataan pahit; berkali-kali ditolak editor atau dihinakan reviewer. Tapi dasar keras kepala, mereka ini tetap saja berusaha. Hanya keberuntungan yang menjadikannya berhasil.

Lalu bagaimana dengan mereka yang tidak punya waktu meneliti secara serius, tidak punya kesaktian akademik, tidak menguasai bahasa Inggris, tetapi karyanya terbit dan namanya tertempel sebagai penulis utama? Tentu ini adalah tipe pesulap. Keahliannya masih dirahasiakan. Entah apa itu.

Bagaimana menguasai jurus dan kesaktian akademik sehingga mampu segera bertarung di gelanggang? Para pembaca tentu “kura-kura naik perahu” alias sudah tahu.

Bagaimana tips dan trik mengakali Scopus? Pembaca lebih memahaminya ketimbang penulis artikel ini.

Bagaimana menjadi pesulap akademik yang hebat, sempurna dan tak terendus cacatnya? Nah, sebaiknya belajarlah ilmu menghilang. Terutama, menghilangkan karya akademik orang lain.

Akhirnya, penulis artikel ini tahu diri. Bukan sarjana, tidak punya gelar doktor falsafah (PhD), tidak pernah mengerjakan disertasi, dan berderet “tidak-tidak” lainnya juga. Hanya pejalan yang sering mampir di warung kopi di terminal.

Kalau ada para doktor yang lantas juga tidak punya kesaktian, mari mampir ngopi di terminal bareng kita-kita. Yang hebat silahkan bertarung dan yang amatiran, jangan dimasukkan hati celotehan ini.

Editor: Yahya Fathur R
89 posts

About author
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang, Direktur Riset RBC Institute A Malik Fadjar.
Articles
Related posts
Feature

Rakernas dan Dinamika Dunia Wakaf

4 Mins read
Jogja, Jumat 1 November 2024. Pukul 05.30 pagi dengan sebuah mobil dari Ringrud Selatan Jogja kami menuju Kartasura. Di perjalanan ikut bergabung…
Feature

Perkuat Toleransi Sejak Dini: Cerita Pesantren Muhammadiyah Terima Kunjungan SMA Kristen

2 Mins read
Kunjungan studi yang dilakukan oleh para siswa Sekolah Kanisius Jakarta ke pesantren Muhammadiyah Al-Furqon, sejak Rabu, 30/10/2024 sampai Jum’at, 1/11/2024 merupakan sebuah…
Feature

Tasawuf di Muhammadiyah (1): Lahirnya Neo-Sufisme

4 Mins read
Ketika mendiskusikan tasawuf di Muhammadiyah, maka yang dibicarakan adalah tasawuf bentuk baru atau Neo-Sufisme. Muhammadiyah sendiri—dalam hal ini tokoh-tokohnya—tidak menolak sepenuhnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds